Pembelajaran jarak jauh sudah berlalu, kularikan motor ke pasar Mayestik di bilangan Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Tujuan hanya satu mengambil pesanan jamu. Masa pandemi membuat semua orang wajib menjaga diri sendiri, keluarga dan lingkungan. Salah satu upaya yang senantiasa ku lakukan adalah minum jamu dari kios bu Hadi. Jamu kudapat, tanpa tengok kanan kiri langsung balik kanan.
Tujuan kedua adalah sekolahku tercinta, SMP Negeri 29 Jakarta. Lokasi sekolah yang hanya ratusan meter dari pasar Mayestik. Di sekolah sudah menunggu beberapa rekan guru. Siang ini kami janjian untuk belajar bersama. Kami menyadari bahwa kami wajib mengambangkan diri agar tidak semakin tertinggal.
Flashback lima hari yang lalu pada saat menemukan chat omjay di grup sejuta guru ngeblog. Kesibukan PJJ dan persiapan PTS dan PAS membuat ratusan pesan whatsapp sering terlewat. Berawal saat sendirian di rumah ku buka chat grup sejuta guru ngeblog. Hari Jum’at tanggal 05 Februari 2021, rumah sepi karena anak dan suami shalat Jum’at.
Satu persatu chat saya baca dan keterkejutan sesaat menimpaku. Omjay membuat pengumuman ulang tentang lomba menulis di blog dan bisa menjadi buku. Lomba sudah berlangsung dari tanggal 01 Februari, berarti sudah telat 4 hari. Niat saya luruskan dengan tujuan mempraktekan ilmu yang sudah diperoleh pada kelas belajar menulis.
Informasi adanya lomba blog saya ceritakan ke teman-teman di sekolah. Sebagian teman-teman sudah memiliki blog namun jarang digunakan. Saya jadi teringat kisah sendiri. Blog saya juga pernah kosong bertahun-tahun. Beberapa teman malah belum mengenal blog. Jadilah siang ini kami belajar membuat blog.
Keasyikan di depan laptop hampir melupakan waktu makan siang kami. Siang ini kami mendapatkan rejeki nompok. Kami benar-benar merasakain peribahasa bagai kejatuhan durian runtuh. Wakil kepala sekolah tetangga mengundang makan bahkan menjemput kami menggunakan mobilnya. Jadilah kami sembilan orang berangkat ke rumah makan nuansa Bukittinggi. Rumah makan Kapau Sutan Mangkuto di bilangan Kramat Pela.
Alhamdulillah dan rasa terima kasih kami ucapkan bersama karena bisa melepas penat setelah melaksanakan aktivitas dari pagi. Sejenak kami rehat sambil mengintip makanan yang disajikan. Aneka kudapan tersedia di kedai ini. Hidangan makan beratpun tersusun rapi dengan sendok sayur yang panjang. Tempat makanannya juga memberikan kesan tradisional yaitu anglo dan gerabah yang terbuat dari tanah liat.
Menu lauk dan sayur yang identik dengan santan siap memanjakan lidah. Acara memilihpun dimulai berbagai pilihan kami satu persatu terhidang di meja. Pilihan saya jatuh ke bubur kampiun, di samping iseng mencomot makanan dari piring teman-teman. Waktu makan tiba kamipun terlena dengan hidangan masing-masing.
Tambuah ciek-pun terjadi, entah karena kami yang lapar atau karena pengalaman pertama makan di rumah makan Kapau. Saya sendiri sebagai seorang Jawa kurang memahami arti dari tambuah ciek. Namun kalimat itu sering terdengar di kehidupan kami di sekolah. Latar belakang asal daerah dari guru dan karyawan membuat kami saling memahami bahasa daerah mereka. Walaupun hanya sebatas mengerti makna secara keseluruhan, kalimat yang mereka sampaikan.
Perbedaan yang ada bahkan semakin mempererat pertemanan. Semoga kehidupan yang akrab penuh kekeluargaan bisa semakin terjalin seiring berjalannya waktu.