MENGEMBALIKAN POSYANDU PADA KHITOHNYA

Terbaru94 Dilihat

 

 

Pada umumnya masyarakat mengenal Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sebagai kegiatan menimbang anak-anak sebulan sekali baik di desa maupun di kota. Pada dasarnya merupakan kegiatan untuk memantau pertumbuhan anak bawah lima tahun (balita) yang dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan tenaga kesehtan dari Puskesmas khususnya bidan, sekaligus memberikan pelayanan kesehatan khususnya imunisasi dan pemeriksaan ibu hamil.

Posyandu dewasa ini semakin samar terdengar. Gaung keberhasilan menurunkan kekurangan energi dan protein (KEP) yang dicapai sampai dengan tahun antara tahun 1985 sampai dengan 1993 yang banyak dibuktikan melalui banyak penelitian baik di dalam negeri maupun di luar negeri, nyaris tak terdengar lagi. Bahkan banyak ditiru oleh beberapa negara Amerika Latin yang dibawa oleh Marcia Griffith, seorang pakar komunikasi gizi dari Washington yang juga sempat pada tahun 1980-1990an menjadi konsultan Posyandu dan Pendidikan gizi di Indonesia. Setelah tahun 1993, meskipun masih populer, fungsi Posyandu mulai tidak jelas.

Masalah kekurang Kalori Protein (KKP) yang digunakan sampai dengan tahun 1990an kemudian berganti menjadi Kekurangan Energi Protein (KEP) dikala itu cukup merebak di seluruh wilayah Indonesia. Upaya penanggulangannya dilakukanmelalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Posyandu sebagai bagian dari UPGK berdampak pada penurunan KEP. Program ini berhasil menurunkan KKP ringan dan berat pada tahun 1996 antara 25% sampai 14%. Pengalaman di Tanzania melalui Iringa Nutrition Project (INP)nya yaitu semacam UPGK, pada tahun yang sama berhasil menurunkan KKP sebesar 56%-41% sedangkan Applied Nutrition Education Project (ANEP) di Republik Dominika berhasil menurunkan KKP sebesar 43,4%.

Menelusur sejarah Posyandu yang Panjang cukup menarik. Semula banyak kegiatan terkait upaya kesehatan anak-anak dan ibu dalam wujud arisan, Taman Gizi, Pos Vaksinasi, Pos KB dan lain-lain. Sikitar tahun 1985 semua kegiatan itu dipadukan dalam Posyandu. Prinsipnya melibatkan partisipasi masyarakat dan tenaga kesehatan untuk memantau pertumbuhan berat badan anak.

Adalah David Morley seorang dokter anak dari Inggris menciptakan grafik pertumbuhan anak dalam kartu khusus yang disebut Kartu Jalan Sehat (Road to Health). Di Indonesia dinamakan Kartu Menuju Sehat (KMS). Pada tahun 1968 FAO/WHO menetapkan program Growth Monitoring and Promotion (GMP) dengan menimbang dan memantau pertumbuhan berat badan bayi dan anak bawah lima tahun (balita) secara individual dan mencatatnya dalam suatu grafik khusus sebagai bagian penting dari upaya pelayanan Kesehatan dasar bayi dan anak di masyarakat.

Pada tahun 1978, badan Kesehatan dunia (WHO) memperkenalkan standar pertumbuhan anak yang dapat dipakai di seluruh dunia. UNICEF, salah satu badan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) untuk Kesehatan ibu dan anakmemasukkan pemantauan berat badan bayi dan balita dalam program global yang dinamakan GOBI yaitu singkatan dari Growth Monitoring, Oral Rehydration, Breast Feeding, Imunization sebagai pelayanan dasar bayi dan anak. Kemudian juga mengusulkan GMP digunakan di pusat-pusat  pelayanan dasar di desa-desa.

Mengapa fungsi Posyandu mulai tidak jelas? Prof. Dr Soekirman, seorang guru besar dari IPB yang juga pakar Gizi Indonesia mengemukakan bahwa posyayandu ini mulai tidak jelas fungsinya antara lain terkait dengan hal-hal sebagai berikut:

  • Pada dasarnya Posyandu adalah kegiatan untuk mengamati pertumbuhan berat badan anak , karena anak sehat bertambah umur bertambah berat badan sesuai standar yang ditetapkan. Alat untuk memantaunya adalah catatan pertambahan berat badan dari bulan ke bulan sampai anak berumur 60 bulan yang dicatat pada KMS. KMS yang merupakan “napas” Posyandu dan “Stetoskop” ibu untuk mengamati pertumbuhan anak sudah banyak ditinggalkan atau tidak berfungsi sebagai mana seharusnya.
  • Posyandu makin difungsikan sebagai klinik kuratif bukan preventif dan promotive
  • Upaya merevitalisasi Posyandu tidak diketau hal apa yang vital dari posyandu serta tidak pernah dievaluasi apa dampak revitalisasi yang dilakukan.
  • Program Gizi nampaknya tidak lagi seintens di masa lalu sebagai prioritas
  • UPGK yang oleh Komisi Gizi PBB (UNSCN) diakui sebagai salah satu program gizi masyarakatyang efektif, mulai awal tahun 200an tidak lagi ada program gizi berbasis masyarakat dan bersifat lintas sector sebagaimana dalam konsep UPGK.

Apa implikasi yang dihadapi akibat hal-hal tersebut di atas. Ini berarti akan terkait dengan hal-hal sebagai berikut:

  • Tidak terlihat lagi Pendidikan gizi masyarakat yang intensif
  • Kalaupun Posyandu menjalankan kegiatannya, berjalan tanpa pengarahan dan pengawasan jelas sebagaimana dilakukan pada masa-masa lalu
  • Tidak ada pemantauan Status Gizi (SKPG)-Nutrition Surveilance
  • Tidak ada Gerakan Tanaman Pekarangan dan kebun sekolah
  • Tidak ada pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS) berbasis makanan lokal/desa
  • Program gizi makin terbatas pada sector Kesehatan seperti Pemberian makanan tambahan berupa kacang hijau, atau jajanan yang lain tanpa memperhatikan kandungan zat-zat gizi, hanya sekedar pembujuk agar anak tidak rewel dan jadi daya tarik ibu untuk membawa anaknya datang ke posyandu. Ada juga pembagian vitamin A setahun 2 kali setiap bulan Februari dan Agustus
  • Cara menyiapkan Kader yang mengelola kegiatan yang terdiri dari beberapa kegiatan yaitu mulai dari pendaftaran, penimbangan, pencatatan hasil penimbangan, penyuluhan gizi tidak jelas. Padahal ini merupakan bagian penting untuk menditeksi terjadinya gagal tumbuh padda anak secara dini.

Konsep awal posyandu nampaknya telah bergeser.  Posyandu semula dirancang sebagai sistem monitoring untuk diteksi dini dalam upaya preventif atau pencegahan kekurangan gizi secara dini dan dalam waktu yang lama, kini beralih fungsinya menjadi wadah usaha kuratif yang sangat bergantung kepada hadir tidaknya tenaga Kesehatan dari Puskesmas.  Konsep awal hari H, H+ dan H- sebagai daur kegiatan pemantauan dan promosi, tidak lagi diterapkan. Dalam konsep awal posyandu sebagai bagian penting dari UPGK sangat menekankan kegiatan H- yaitu kegiatan sebelum pelaksanaan Posyandu pada bulan berikutnya, dan H+ sebagai kegiatan tindak lanjut dari hasil kegiatan pelaksanaan posyandu, kegiatanyang dilakukan  selama 29 hari di luar hari H (pelaksanaan)  Posyandu ini dipantau pada hari H. Ada 5 (lima) kegiatan, yaitu ketika anak datang didaftarkan di meja pertama. Kemudian ditimbang dan hasil penimbangannya di catat dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) dan buku registrasi. Jika berat badan anak berada pada jalur hijau dalam KMS dan bertambah sedsuai dengan umurnya, maka berarti pertumbuhannya baik, sesuai standar yang ditetapkan. Karena anak sehat bertambah umur bertambah berat badan sesuai standar yang ditetapkan. Di meja ke empat ibu balita akan diberi penjelasan dan dimotivasi untuk tetap melakukan hal hal yang sudah baik agar berat badan anaknya tetap bertambah setiap bulan. Jika hasil timbangan menu jukkan berat badan anak tidak naik, atau dan grafik pertumbuhan yang digambarkan pada KMS cenderung menurun makan ibu akan ditanya apakah anak selama sebulan yang lalu mengalami sakit. Jika tidak maka ini menjadi catatan untuk ditindak lanjuti oleh kader dengan melakukan kinjungan rumah. Di meja terakhir yaitu meja kel 5 (lima), yang merupakan meja pelayanan Kesehatan digunakan untuk melayani anak-anak yang sakit dan pemberian imunisasi bagi anak-anak yang belum atau harus mendapat vaksinasi ulangan. Sering dalam melakukan kunjungan rumah kader ditemani oleh perangkat desa, RT/RW bahkan tokoh masyarakat karena keluarga yang dikunjungi yang berat badannya tidak naik, bahkan jika 3 kali berturut-turut hasil timbangannya tidak naik harus dirujuk ke Puskesmas. Untuk meyakinkan orang tua anak maka tokoh-tokoh masyarakat ini sangat berperan.

Jika banyak anak yang tidak menunjukkan kenaikan berat badan, maka hal ini akan di bahas oleh kader, tenaga Kesehatan dari Puskesmas yang pada umumnya bidan di desapada hari H+ untuk mencari solusi yang tepat. Sering ditemukan di beberapa posyandu, tindak lanjut yang dilakukan adalah menyelenggarakan pemberian makanan tambahan baik pada hari-hari sebelum hari pelaksanaan posyandu atau pada waktu hari pelaksanaan posyandu. Makanan tambahan yang disediakan atau biasa disebut PMT bukan hanya sebagai contoh makanan sehat tetapi juga untuk pemulihan (PMT Pemulihan). Dalam pengadaan PMT inilah tumbuh partisipasi masyarakat dengan memberikan dukungan berupa uang, bahan makanan, atau hanya sekedar tenaga untuk memasak. Namun nampaknya hal-hal demikian sudah jarang atau bahkan tidak ada lagi terlihat dilakukan di Posyandu. Posyandu sekarang pada umumnya dilakukan hanya sebulan sekali, PMT yang disediakan berupa jajanan seperti pisang goreng, kue-kue atau bubur kacang hijau. Fungsinya lebih banyak untuk membuat anak supaya tidak menangis dan juga merupakan daya Tarik untuk datang lagi ke posyandu bulan berikutnya.

Mengingat pentingnya pemantauan pertumbuhan anak secara dini dan terus menerus sampai mencapai umur lima tahun sebagai upaya pencegahan stunting, maka posyandu yang dilaksanakan seperti sekarang harus dikembalikan kepada khitohnya, di reposisioning agar menjadi sarana pemantauan yang partisipatif dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Sedangkan tenaga-tenaga Kesehatan merupakan tenaga pendukung yang memberi pelayanan dalam hal kuratif (Abraham Raubun).

 

 

Tinggalkan Balasan