Buya Hamka Guru Imajiner

Edukasi, Karir, Literasi, YPTD35 Dilihat

Buya Hamka: “Biarlah Tulisamu Itu Membela Dirinya Sendiri”

Ibu Guruku bernama Djuraidah, asli orang minang. Ketika itu tahun 1961 kami masih duduk di kelas 3 Sekolah Rakyat (SR) di dusunku bernama Tempino. Tempino 27 km dari kota Jambi adalah daerah tambang minyak milik Pertamina. Ibu Djuraidah sangat disiplin dan tegas (bukan keras), memeriksa kuku dan daki setiap kami akan masuk kelas. Kami berbaris didepan pintu kelas, beliau memegang rotan panjang. Plak plak !!! kakiku dipukul, hari itu dakiku kelihatan di belakang telinga.

Kami disuruh Ibu Djuraidah maju kedepan kelas satu persatu. Hari itu pelajaran mengarang cerita, atau tepatnya bercerita. Satu persatu temanku maju, bercerita dengan lancar. Kebanyakan dimulai dengan kata : pada suatu hari…….. Tiba giliranku, kakiku atau tepatnya lututku gemetar, keringat dingin mengalir. Aku tidak bisa bercerita, aku tergagap. Plak 2 kali lagi rotan itu mengenai kaki ku.

“ Minggu depan angkau harus bisa bercerita, Tam.” Itu pesan Ibu Djuraidah kepadaku. Aku menangis, ditertawai teman teman. Sampai dirumah aku merajuk, memang aku anak yang agak pendiam, tidak bisa bercerita, tidak bisa ngomong. Padahal Emakku wanita minang asli, pintar sekali bacarito. Mungkin aku menurun dari sifat Bapak yang asal Bengkulu, Beliau Ulama dan tidak banyak ngomong. Emak tertawa, terus aku diajarkannya bercerita maling kundang, cerita hikayat anak jadi batu itu.

Pelajaran bercerita di depan kelas adalah pelajaran yang sangat aku takuti termasuk juga kalau disuruh menyanyi. Tetapi untuk pelajaran berhitung aku nomer satu. Hanya ini sifat yang menurun dari emak. Mak ku punya kedai kelontong di pasar Tempino. Alhamdulillah, bercerita Maling Kundang di depan kelas aku selesaikan walaupun dengan nafas tersengal sengal. Ibu Djuraidah tersenyum, dia teringat dengan Emak yang sama sama orang sekampung.

Kelas 5, Guruku seorang Ibu Ibu lagi. Namanya Ibu Nuraini. Ibu Nuraini berasal dari suku Sunda Jawa Barat . Guruku yang ini sangat baik hati dan lemah lembut. Kami sudah lancar membaca dan menulis. Menulis halus kasar diwajibkan setiap hari sedangkan membaca adalah pelajaran yang harus kami ulang dirumah seperti pesan Ibu Nuraini.

Kami diajarkan bagaimana cara mengarang. Menulis cita cita itu lah judul karangan pertama murid kelas 5 Tempino. Dalam tulisan mengarang itu teman teman sekelas anak anak dusun berangan angan, ada yang menuliskan ingin jadi dokter, cita cita jadi pilot. Ttetapi anehnya tidak ada teman teman yang mau jadi petani dan karyawan pertamina. Mungkin mereka menyaksikan orang tua yang susah payah bekerja di dua profesi itu. Aku malu malu menuliskan cita cita mau jadi polisi. Betapa bertambah malunya aku ketika disuruh Ibu Nuraini membaca karanganku didepan kelas. Teman-teman ku bersorak, mau jadi polisi koq cengeng, hehehehhe.

Dalam perjalanan hidup dan kehidupan manusia tidak lepas dari 3 kegiatan fisik dan mental. Kegiatan pertama berdiri, kemudian duduk dan selanjutnya berbaring. Ketika berdiri baik ketika sedang berjalan, berlari ketika olahraga, berdiri didepan kelas atau berdiri di dalam bus banyak kegiatan bermanfaat yang bisa dilakukan. Termasuk melamun atau berangan angan ketika waktu menunggu dalam keadaan berdiri terasa membosankan. Kegiatan ke dua duduk. Nah posisi duduk adalah posisi yang paling nyaman. Ketika duduk di kursi empuk, sempatkan untuk membaca dan lanjutkan dengan menulis. Menulis adalah ketrampilan yang sangat berguna untuk mengekpresikan diri dalam menuang segala angan angan, inspirasi atau opini yang mungkin berguna bagi khalayak.

Selanjutnya kegiatan fisik yang paling disukai adalah ketika berbaring dan kudian tertidur. Mimpi adalah bunga tidur. Mimpi adalah perjalanan ruh melintas batas dunia baik ke alam fana maupoun ke alam baqa. Mimpi adalah uraian pekerjaan masa lalu atau masa depan yang belum tertuntaskan. Mimpi sejatinya adalah peristirahatan sempurna seorang anak manusia. Dalam mimpi bisa berdiri, berlari dikejar harimau dan bisa bermimpi ketika sedang duduk membaca serta menulis. Inilah kegiatan fisik luarbiasa yang menghampiri diri datang tanpa di rekayasa.

Ya kegiatan menulis adalah kegiatan yang paling kusuka saat ini. Ketika usia pensiun menjelang di tahun 2010, takdir mambawaku menjadi seorang penulis amatir. Pada awalnya ketika masih bekerja di birokrasi, ada juga kegiatan menulis, namun menulis dalam artian tugas negara berbentuk tulisan dinas. Menulis kata sambutan komandan adalah spesialisku sehingga awak agak eksislah ketika perkerjaan itu menjadi monopoli karena tidak banyak kawan kawan sekantor yang berminat dalam perkerjaan tulis menulis.

Sekarang 50 tahun kemudian, cita cita itu tercapai. “Maka disinilah aku sekarang menatap cakrawala, dan menitipkan sebuah doa yang penuh harapan untuk hari esok”. Cita cita menjadi Polisi tercapai. Pelajaran mengarang ketika di Sekolah Rakyat itu telah membawaku menjadi seorang penulis amatir di kompasiana. Hampir 1200 artikel berhasil diposting sejak bergabung 19 Agustus 2010. Terima kasih Ibu Djuraidah, Ibu Nuraini, Ibu Ibu guru yang telah menorehkan keajaiban di diriku, sehingga bisa menulis, itu saja.

Buya Hamka pujangga idolaku merupakan motivator luarbiasa dalam dunia tulis menulis. Salah satu pesan Buya Hamka untuk para penulis pemula begini : Menulislah terus jangan berhenti , suarakan hati nuarnimu. Kemudian setelah itu biarlah tulisan itu membela dirinya sendiri, biarlah tulisanmu itu mengikuti takdirnya,…

Dan kini 6 buah buku telah berhasil di diterbitkan. Buku tersebut adalah bunga rampai tulisan yang di publish di kompasiana.com . Buku pertama bertajuk “ Bukan Orang Terkenal” mengisahkan otobiografi seorang anak dusun. Buku kedua dan ketiga berjudul “Catatan Harian Seorang Purnawirawan Polri” b erisikan opini terkait perjalanan hidup ketika masih aktif bekerja di pemerintahan. Buku ke – 4 berjudul “ Hadiah Terindah” , buku ini berisikan puisi puisi yang lebih banyak bercerita tentang cinta. Buku ke – 5 bertajuk “Celoteh Kompasianer Tede” bercerita tentang dunia tulis menulis dan kopdar serta pernak pernik dunia jurnalistik. Buku ke – 6 berjudul “ Prabowo Presidenku” merupakan keputusan bergabung dengan Partai Gerindra sebagai wujud hak demokrasi seorang warga sipil.

Hari ini aku merasakan betapa pesan Buya Hamka itu benar adanya. Tulisan tulisanku dan juga tulisan tulisan anda telah berjuang sendiri. Tulisan itu telah sampai di pembaca dan diantara pembaca ada yang terkesan dengan hasil karya penulis amatir seperti diriku. Alhamdulillah banyak manfaat yang didapat dari menulis, apalagi bagi diri seorang Purnawirawan Polri seperti diriku yang bingung bagaimana cara menghabiskan waktu luang.

Buku adalah muara dari menulis. Buku menjadi abadi adanya di perpustakaan pribadi, tergelar di toko buku, dibaca anak cucu dan merupakan warisan yang sangat berharga sebagai alibi bahwa seorang anak manusia berana Thamrin bin Dahlan Ibnu Affan pernah dilahirkan di muka bumi ini.

Salam Indonesia Raya

PenasehatpenakawanpenasaraN

Jakarta, 21 Februari 2014

  1. [TD]

Tinggalkan Balasan