Kayu Bakar dan Ahli Ibadah
Suharto MTsN 5 jakarta
Alkisah, dikisahkan ada seorang ahli ibadah pada masa Rasulullah. Dalam perjalanan hidupnya beliau terkenal dengan ibadahnya. Tak ada sedikitpun ibadah yang tertinggal olehnya. Tetiba ketika beliau sakit dan sedang menghadapi sakaratul maut, terjadi keanehan yang membuat orang di sekitarnya bertanya-tanya. Beliau tidak mampu mengucapkan kalimatun thoyibah, padahal beliau ahli ibadah.
Berita ini sampai ke telinga Rasulullah. Hingga Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat untuk menjemput ibunya, karena Rasulallah mengetahui ahli ibadah ini mempunyai seorang ibu. Mungkin beliau ada masalah dengan ibunya.
Sahabat pergi memberi tahu tentang anaknya yang sedang sakaratul maut, tetapi tanpa di duga ibunya tidak mau datang, karena ahli ibadah ini pernah menyakiti hatinya.
Sahabat pun pulang dengan tangan hampa. Sementara si ahli ibadah penyakitnya semakin parah. Rasulullah memerintahkan kembali sahabat untuk menjemput ibunya ahli ibadah sementara para sahabat yang lain diperintahkan untuk mengumpulkan kayu bakar untuk membakar ahli ibadah, jika ibunya tidak mau datang.
Sahabatpun datang kembali dan berjumpa dengan ibu si ahli ibadah, sesampai di rumah ibu tersebut sahabat ditolak. Hingga sahabat berkata atas perintah Rasulullah.
“Jika ibu tidak datang untuk melihat dan memaafkan anak ibu, Rasulullah telah memerintahkan para sahabat mengumpulkan kayu bakar untuk membakar anak ibu,”ucap sahabat sambil menjelaskan apa yang terjadi.
Mendengar demikian, hati seorang ibu mana yang tega melihat anaknya menderita, apalagi hendak dibakar. walaupun hatinya pernah tersakiti oleh anaknya, tetapi dia masih punya hati nurani. Bagaimanapun itu adalah anak yang pernah dikandungnya. Kasih ibu sepanjang masa itu mungkin yang dikatakan oleh peribahasa.
Ibu si ahli ibadah akhirnya datang dan memaafkan anakknya, tetiba ahli ibadah mampu melafalkan kalimat terakhirnya ” laa ilaha ilallah” tidak ada Tuhan selain Allah.
Siapakah ahli ibadah itu? Dialah Al-qomah salah satu sahabat Rasulullah Saw.
Kisah di atas tentang terhalangnya mengucapkan kalimatun thoyibah yang dilakukan oleh ahli ibadah, bisa kita jadikan pembelajaran dalam hubungan kita dengan orang tua.
Sering kita lihat atau dengar entah di medsos atau langsung tentang ada beberapa anak yang hubungannya dengan orang tua kurang harmonis. Entah orang tua yang salah atau anak yang salah atau kedua-duanya salah. Hal ini harus segera diselesaikan sebelum ajal menjemput.
Tidak ada orang tua yang tidak baik, hanya saja orang tua kesulitan menjadi figur yang terbaik untuk anak-anaknya. Sebaliknya tidak ada anak yang tidak baik, hanya saja anak-anak belum menemukan orang tua yang terbaik.
Semua masalah pasti ada jalan keluarnya, jika mau berusaha. Anak harus dan wajib menghormati orang tua apapun kondisi orang tua sekalipun berbeda keyakinan. Andaikan orang tua bersalah, jika bisa nasehatilah dengan bahasa yang baik lagi sopan. Atau cari orang ketiga yang terpandang untuk menasehati orang tua.
Jangan sekali-kali menyakiti hati orang tua, ridho Allah tergantung ridho orang tua. Murka Allah juga tergantung murka orang tua.
Asuhlah dan asihlah orang tua ketika dia sudah sepuh, sebagai mana ia mengasihi kita di waktu kecil. Tengoklah atau hubungi ketika hidup kita berjauhan. Berilah dari sebagian rezeki kita untuk bekal hidupnya.
Karakter orang tua akan kembali seperti kita dahulu masih kecil. Minta diperhatikan, dikasihi dan dimanja.
Jangan kita jadikan diri kita seperti Malin Kundang. Anak yang tak berbakti kepada orang tua gegara tahta dan wanita hingga dia menjaga jarak bahkan melupakan orang tua.
Jadilah kita seperti Uwais al-Qarni yang selalu taat kepada orang tua, kemanapun dia pergi orang tuanya ada dalam gendongannya.
Firman Allah SWT.
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوۤا۟ إِلَّاۤ إِیَّاهُ وَبِٱلۡوَ ٰلِدَیۡنِ إِحۡسَـٰنًاۚ إِمَّا یَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَاۤ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَاۤ أُفࣲّ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلࣰا كَرِیمࣰا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS. al-Isra’ : 23)
Demikian, berbakti kepada orang tua merupakan sebuah keharusan. Ahli ibadah saja tak mampu melafalkan kalimatun thoyibah di akhir hayatnya ketika tidak ada ridho orang tua. Bagaimana dengan kita yang jauh dari label tersebut?