Menjadi Guru Peneror Murid

Terbaru74 Dilihat

MENJADI GURU PENEROR MURID

Masa pandemi Covid-19 membuat guru tidak dapat mengenali muridnya.  Begitu pula dengan muridnya.  Sudah ketemu di depan mata saja mereka tidak mengetahui bahwa itu gurunya.  Jadilah daftar nilai menjadi satu-satunya andalan ketika bertemu murid.

Ketika ada murid datang ke ruang guru untuk menemui wali kelas atau mengumpulkan tugas, kami akan langsung menanyakan siapa namanya?  kelas berapa? Pernah suatu ketika ada anak yang dipanggil wali kelasnya karena siswa tersebut tidak pernah hadir dalam kelas maya.  Anak tersebut celingukan di ruang guru, padahal wali kelasnya ada di depannya.  “Mau ketemu bu Titik bu”.  Katanya sambil garuk-garuk kepala.  “Bu Titik siapa?”  tanyaku “Bu Titik, wali kelas saya,  saya diminta datang ke sekolah”.  Katanya tambah bingung  “Kamu tahu, bu Titik yang mana?”  tanyaku sambil menunjuk satu-persatu dari kami yang ada di ruang guru.  “Saya bingung, ndak jadi bu” katanya kesal sambil keluar ruang guru. “E..lhadalah malah mutung,  sini mas!..”  kataku “Jangan mutung gitu dong!” kutarik baju anak itu “Yang itu, namanya bu Titik” tunjukku pada bu Titik yang sedang merekap nilai

Alkisah pada suatu hari seorang wali kelas mengeluh karena sudah berkali-kali menelepon muridnya, namun tidak juga diangkat.  Murid tersebut sering tidak mengerjakan tugas, sang wali kelas direpoti guru mata pelajaran karena murid asuhannya tidak aktif di google class room.  Sang murid ini ternyata murid yang cukup menjengkelkan.  Sudah ditelpon, di WA berkali-kali namun bukannya ditanggapi justru telpon malah diputus sebelum diangkat.  Namun wali kelas tidak jera dan tidak kapok.  “Aku mau menjadi guru yang meneror murid, siang, malam kutelpon kau sampai diangkat telpon dari gurumu!!”  kata wali kelas itu sambil geram menggenggam HP.  Aku tersenyum geli mendengar semangat wali kelas itu.

Berbagai macam cara kami lakukan untuk membuat murid mau belajar.  Walaupun murid jenuh, namun kami tidak.  Kami terus menghubungi HP murid, walaupun kami dicuekin, biarkan saja, asalkan mereka mau belajara.  Kami mengajar di SMP pinggiran dengan murid-murid yang adem ayem dengan pelajaran.  Mereka lebih suka main game daripada mengerjakan tugas,  apalagi tidak didukung oleh orang tua.  Orang tua mereka sebagian besar petani kecil, bapaknya bekerja di sawah dan ibunya bekerja di luar negeri jadi TKW.  Masih untung yang bapaknya mau bekerja, banyak yang bapaknya tidak mau bekerja.  Menunggu kiriman uang dari sang istri.

Maafkan kami jika harus meneror murid dengan telpon yang berdering berkali-kali menunggu dijawab dari murid yang hampir lupa pada gurunya

 

Tinggalkan Balasan