Berserah Diri

Terbaru20 Dilihat

Berserah Diri

Tahun 2021 adalah tahun terberat bagi keluargaku, terutama keluarga dari Pati, tempat kelahiran almarhum suami. Awal Januari 2021, adik suami meninggal. Selang 10 hari suamiku juga dipanggil Allah SWT, lima hari kemudian putra kakakku juga harus pergi meninggalkan kedua orang tuanya setelah sakit berbulan-bulan. Peristiwa itu beruntun dan kami yang ditinggalkan hanya bisa pasrah dan berdoa.

Tahlilan diadakan di rumah masing-masing yang ditinggalkan keluarga tercinta. Beberapa keluarga dari Jawa Tengah turut hadir beberapa hari setelah suami meninggal. Demikian juga keluarga dari Cileduk dan Grogol juga datang.

Namun tidak berapa lama setelah acara pengajian 100 hari suami, aku mendengar berita duka, mba Denok, keluarga dari suami yang tinggal di Grogol meninggal. Sedikit tidak percaya baru saja mba Denok pesan agar aku diberikan ketabahan dan dapat melanjutkan hari-hari bersama putraku.

Aku tidak dapat menghadiri pemakamannya di Grogol karena kondisi pandemi yang tidak memungkinkan. Hanya doa yang bisa aku panjatkan.

Allah SWT mengasihi hamba-hambanya dan memilih hambanya untuk menghadap ke hariban-Nya. Keluarga yang ditinggalkan menjalani kehidupan sesuai Sang Pencipta kehendaki.

Saling berkabar ke keluarga suami maupun keluargaku melalui video call. Masih bersyukur dapat bersilaturahmi walau tidak secara langsung. Waktu silih berganti. Demikian juga dengan diriku dan putraku kadang-kadang sakit dan sembuh.

Adik suami satu-satunya yang di Cileduk sesekali berkirim kabar hingga suatu hari berita sedih datang, adik suami, dik Cipto kena stroke. Ujian demi ujian bagi keluarga suami silih berganti.

Dua bulan berobat hingga ke Palembang ada perkembangan bagus karena dik Cipto sudah bisa berjalan pelan-pelan di acara ulang tahunnya, di bulan Juni.

Aku turut bahagia karena dik Cipto menjadi tumpuan keluarga Pati, hanya dia satu-satunya sebagai penyatu keluarga. Dik Cipto juga sudah dapat berbicara secara normal via video call. Aku dan putraku mendoakan akan kesembuhannya.

Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, keponakan dari suami, dosen di UNDIP Semarang meninggal karena sakit komplikasi.

Di saat yang bersamaan dik Cipto kondisinya menurun hingga berita pagi ini, Minggu pukul 02.30, dik Cipto dipanggil Allah SWT untuk selama-lamanya.

Aku sedikit shock karena aku pikir dia akan baik-baik saja. Tumpuan Harapan pemersatu keluarga Pati yang hampir semua tiada adalah dik Cipto. Namun Allah berkehendak lain. Allah memanggilnya untuk bertemu adik dan kakaknya yang telah mendahuluinya.

Kesedihan ini sebenarnya tidak hanya aku alami sendiri, aku yakin masih banyak keluarga-keluarga lain yang mengalami, apalagi dimasa pandemi.

Sebagai manusia wajib menjaga kesehatan yang diberikan Tuhan YME, namun hidup dan kematian hanya milik Allah SWT. Demikian juga bahagia dan duka kita hanya dapat berikhtiar dan berdoa, Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik bagi kehidupan hamba-Nya.

Nani

Jonggol, 4 Juli 2021

Tinggalkan Balasan

1 komentar