KMAA#14
Aku sudah tidak mengajar lagi di Akademi Analis Kesehatan Nusaputera. Kini aku sebagai GTT di SMP Negeri 20 Semarang. Gaji yang kuterima sebagai GTT guru SMP sangat jauh dibanding mengajar sebagai dosen di AAK. Lokasi SMP Negeri 20 yang jauh di pinggiran kota harus dua kali kutempuh dengan naik angkot. Karena aku tidak punya motor dan memang belum bisa naik motor.
Motor adalah barang yang sangat mahal bagi kami, dan kami belum bisa membelinya pada waktu itu, meski hanya motor tua sekalipun. Berangkat mengajar ke SMP Negeri 20 harus diantar Mas Aro, kadang-kadang janjian sama teman yang rumahnya searah untuk dijemput atau minta bantuan ayah mengantar dan menjemput bila selesai mengajar. Ayahku, sangat menyayangi aku. Beliau selalu memberi semangat, selalu memberi nasihat dan membesarkan hatiku untuk terus berjuang, jangan menyerah. Karena “urip iku yo kudu urup” filosofi Jawa yang dalam Bahasa Indonesia adalah “hidup itu harus menyala” yang artinya hidup itu harus berjuang, memberi obor, memberi manfaat pada sekitarnya.
Mengajar anak-anak SMP sangat berbeda jauh dengan mahasiswa. Di sini aku harus belajar bagaimana membawa kelas anak-anak usia belasan yang rata-rata berasal dari kekuarga ekonomi menengah ke bawah. Kebanyakan dari orang tua mereka bekerja sebagai buruh pabrik, tukang batu, penjaga toko dan pedagang kecil di pasar. Memang lokasi sekitar SMP Negeri 20 adalah pusat LIK (Lingkungan Industri Kecil) Kota Semarang dan sekitar Pasar Genuk yang merupakan akses perbatasan Kota Semarang dan Kota Demak. Pemukiman di daerah ini sangat padat dengan mobilitas penduduk yang padat pula. Banyak anak-anak usia belasan yang diminta bekerja membantu perekonomian keluarga, sehingga mereka cenderung hanya mampu melanjutkan pendidikan sampai lulus SD atau SMP. Mereka memang tidak mampu untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi karena faktor biaya atau memang pengaruh lingkungan sehingga tergiur untuk mencari uang daripada belajar.
Lokasi SMP Negeri 20 yang berada di daerah utara Kota Semarang, dimana latitude daerah itu rendah sehingga bila musim hujan selalu banjir. Selain banjir sering mengalami rob, karena pengaruh pasang naik air laut di sekitarnya. Rob yang hampir tiap hari ini terjadi sudah menjadi ‘ikon’ bahwa SMP Negeri 20 sering dicap sebagai daerah banjir.
Air yang menggenang dan bercampur dengan limbah industri menyebabkan gatal-gatal pada kulit. Saat pertma kali datang di SMP Negeri 20 aku kaget dan ngeri melihat kondisi kelas yang kebanjiran dan itu sudah menjadi pemandangan yang biasa di sana. Apalagi jalan raya Kaligawe yang ditinggikan hampir satu meter karena memang jalur utama pantura, menyebabkan bangunan di sekitarnya tenggelam. Aku hampir tidak kerasan mengajar di SMP Negeri 20, selain kondisinya sering kebanjiran dan input siswanya di bawah rata-rata, gaji yang kuterima jangan-jangan habis untuk beli obat gatal, pikirku. Tapi aku membutuhkan pekerjaan, aku harus membantu suami mencari nafkah untuk membeli susu anakku dan membayar ansuran rumah. Maka tawaran mengajar di sana aku terima, sambil melamar kerja yang lain. Toh sore harinya aku masih bisa memberi les privat yang cukup lumayan honornya.
bersambung …