Rengkuh Aku Rasa
Selamat pagi SABA, senyuman lembayung menghangatkan relung bertabur harap dimana bumi dipijak, setangkai daun hanjuang bergoyang diterpa angin gunung Bongkok, merona warna keunguan.
Diatas bukit Sigoyot terlihat kehidupan merangkak perlahan, segala arah tertuju menggapai harapan ridho Illahi. Bening embun didaun nangka terlempar sikaki kecil burung siki nangka yang melompat sigap meyergap mangsa.
Disudut ruang sebelah barat mata hitam menatap tajam, ekor berkibas kepala terkulai, sianjing lokal bak penjaga yang tak diharapkan.
Srek..srek..srek terdengar sapuan lidi, mencipta harmonisasi pagi, terombang-ambing dedaunan tersapu bersih berkukumpul menyatu bagai sampah tak berguna.
“ Anca bae ka nyampu na”, eh bapak. Tampil amat ka sakolana pak! Ka irsad menimpali.
“ Isuk keneh seger ka”, ujar ku.
“ Jam sabaraha pak berangkat ti bumi na”? ka irsad melempar pertanyaan.
“ Satengah genep ka”, tegasku. Bener ari berangkat isuk keneh mah ngeunaheun nyah pak,! Ka irsad mengapresiasi dengan alunan dialek Sobang nya.
“ Nya ka”. Jojong bae nyah ka! Abdi rek ka tonggoh hela, saya menyudahi percakapan.
Mangga pak, muhun ucapnya.
Diatas bukit Sigoyot terasa hangat, terpaan sinar matahari pagi menghangatkan badan karena sengaja memang berniat hati ingin sembari berjemur.
Terlihat dari atas bukit Sigoyot mata ini menatap gerbang sekolah, beberapa orang siswa mulai berdatangan bermaksud menyerahkan tugas belajar Daring.
Belajar Daring disituasi Pandemi Covid 19 saat ini, terasa sangat merepotkan sekaligus tantangan. Segala bentuk kendala kerap ditemui. Tetapi semua itu tidak menjadikan rekan SABA patah semangat, berusaha menerima keadaan tetapi terus berusaha melaksanakan tugas belajar mengajar dengan baik.
Rekan SABA nampak sibuk melayani serah tugas belajar siswa-siswi. Bergegas turun dari bukti Sigoyot bermaksud hati menemui rekan SABA ku yang hebat.
Memaknai keberadaan ku disini, penuh dengan suka cita, kadang disetiap perjalanan antara Muncang- Sobang tak henti alam sadar bersaksi penasaran. Kehendak apa yang Allah SWT hantarkan pada raga ini, namun tak kuasa atas kehendaknya. Ah aku hanya mendo’a semoga langkah ini menjadi baik dan terbaik. Terimakasih Allah SWT atas Karunia ini, aku tetap memuja Keagungan-Nya atas pemberian Kasih tak terhenti.
Senyuman dan keramahan rekan SABA mampu meluluhlantakan ego yang terselip dalam diri. Mata mereka menyiratkan penuh harap. Jalinan tali kebersamaan menjadikan kekuatan lahir dan bathin.
Dalam kesempatan formal kami bersama, pernah terlontar dengan rasa sadar, berkehendak karena aku merasa beda atas dasar nurani.
Secarik kertas penghantar tugas bercapkan warna biru tertanda legalitas, menghantarkan aku disini bersama rekan SABA hebat. Aku berucap, jangan perlakukan aku bak “Maha Raja” dalam presfektif “ Mahabah”, tetapi sertai aku dengan “ Loyalitas diri”. Karena bagiku “ Mahabah” akun membelenggu jalinan silaturahmi yang hakiki, namun “ Loyalitas” merupakan keharusan tak bertawar sebuah pertanggungjawaban tugas yang harus terplihara.
Untaian ucap itu berbuah reaksi bisu namun dimaknai. Nampak raut wajah menatap harap bersinarkan kepastian berusaha menyerap energi yang terucap.
Berulangkali kedua kata ini disiratkan dalam setiap meoment formal dan selalu berharap tetap terpelihara dan mampu mengimplementasikannya dalam setiap sendi bertugas.
Bagi saya “ Mahabah” merupakan bentuk penjajahan hati yang dipaksakan dalam dimensi Kepemimpinan dan itu tidak selaras dengan tuuan pembaharuan daya cipta pergerakan dalam lingkungan pendidikan.
Memang tergantung konteks dimana itu ditempatkan. Namun dalam dimensi pergerakan modernisasi sudah tidak lagi dibutuhkan. Dimensi “ Mahabah” atau mengabdi pada Individu jelas merupakan perlakuan semu yang dapat membebani.
Masih adakah hal demikian.? Tentu ada, tapi silahkan saja kalau berkehendak, yang jelas untuk saya itu tak dibutuhkan.
Sombong sekali!, mungkin akan ada yang berkata demikian. Justru sebaliknya bila hal itu kembali ingin diwujudkan, akan berbuah kesombongan berupa patamorgana.
Alhmdulillah bersama rekan SABA yang hebat, kami bersama mencipta rasa dan karsa dengan berkehendak “Tak ada dusta diantara kita”. Sangat melegakan sekali.
Bagi saya SABA adalah pohon besar perumpamaan yang mesti terus dipelihara dan dipupuk terus menerus. Karena pohon ini menjanjikan kepastian pergerakan, dan yakin atas itu. SABA adalah perjuangan.
Seandainya saja saat ini Pandemi Covid 19 tak menghalanginya, niscaya pohon besar ini akan terus berdiri kokoh menerjang terpaan angin, menjulang dan menerjang setiap rintangan.
“Kesempatan untuk menemukan kekuatan yang lebih baik dalam diri kita muncul ketika hidup terlihat sangat menantang.” Joseph Campbell.
Begerak perlahan berama mengisi sela-sela kesempatan mendulang prestasi mengiringi kekuatan kita terus mengikis tantangan yang pasti akan selalu ada.
Salam Literasi
#KMAA Day 10 YPTD
Setuju, kekuatan diri terbentuk karena tantangan berat yang berhasil dihadapi.