PENYAKIT AKUT PEMBUNUH BISNIS

Terbaru32 Dilihat

Waktu masih SMA, saya mulai dagang kecil kecilan. Dagang buku,majalah, dan aksesoris muslim. Ceritanya belajar jadi agen lah. Hahaha keren amat jadi agen. Mungkin lebih tepat mah jadi reseller. Saya belanja buku di daerah ITB Bandung naik kereta api dan dijual lagi di sekolah.

Saat itu yang jadi market saya temen temen satu sekolahan. Terutama temen temen wanitanya. Ga ada pesaing jadi enak ngembangin bisnis. Ya, saat itu memang sedang rame ramenya semangat keislaman di kalangan anak anak sekolah. Remaja mesjid menjamur dimana mana dan otomatis kebutuhan aksesoris keislamanpun meningkat. Jadi klop, jualan saya selalu laris manis.

Malah, saya punya pelanggan setia yang selalu beli apapun yang saya tawarkan. Ga pernah nawar dan kadang suka kasih uang lebih. Pelanggan itu akhirnya jadi istri saya. Belakangan dia baru tahu kalau saya sering naikin harga diluar pasaran kalau nawarin dia. Namanya juga otak dagang, modal sekecil mungkin untung sebanyak banyaknya hahaha…

Singkat cerita, dagangan dan pelanggan saya makin banyak. Bahkan saya mulai berani nawarin ke guru guru dan keluar sekolah. Lagi lagi trik lama saya lakukan. Saya cari temen wanita di sekolah lain dan lalu saya ajak dia jadi agen marketing saya disekolahnya . Akhirnya, sub reseller saya makin banyak. Kulakan saya makin besar dan makin banyak barang yang harus diambil.

Nah mulailah muncul masalah. Saat itu karena kulakan makin banyak dan makin banyak barang yang harus dibawa saya mulai kerepotan. Kalau sendirian tentu saya ga bisa bawa semuanya. Jadinya saya sering ngajak teman belanja ke Bandung. Asalnya ikut satu dua orang tapi kalau belanjaannya banyak, yang ikut juga jadi makin banyakan. Rame rame belanja sekalian jalan jalan.

Nah akhirnya, setiap ngitung2 uang saya suka pusing sendiri. Pada kemana keuntungan saya. Kok sisa uangnya sedikit padahal semua barang terjual dan hitungan awal saya seharusnya untung banyak. Saya itung ulang tetep aja ga ketemu uang yang ilang itu. Di pencatatan harusnya dapat XXX rupiah kok ditangan saya hanya ada x rupiah. Jauh sekali ilangnya.

Saya teliti mungkin ada subreseller yang belum setor,tapi ternyata semua udah setor. Mungkin ada pembeli yang ngutang, ga juga. Semua sudah bayar. Atau ada uang yang nyelip di buku atau tas, ga ada juga. Pusing bener lah.

Nah saya pun lalu itung itung ulang dari awal. Nah baru saya tersadar kalau ada pos pengeluaran yang belum tercatat. Ya, biaya ongkos perjalanan saya dan teman teman belanja ke Bandung tidak dicatat sebagai pengeluaran bisnis. Biaya ongkos sering saya anggap sebagai biaya pribadi karena sambil jalan jalan. Malum pencatatannya masih kacau. Masih campur uang pribadi dan uang bisnis. Haduh..

Wah ternyata jumlahnya besar juga.Bayangkan aja ada 3-7 orang temen yang ikut belanja. Ongkosnya dan makannya itu semua saya tanggung. Emang sih ada gunanya juga mereka ikut bisa nemenin di jalan dan bantuin angkut angkut barang. Tapi kalau semua pengeluaran saya bayar tentu saja keuangan saya jebol.

Pantesan keuangan saya jebol besar karena saya tidak membedakan urusan pribadi dan bisnis. Tentu saja kemudian saya juga tidak bisa membedakan keuangan bisnis dan pribadi. Jadinya tekor terus lah hahaha..

Sejatinya arus kas adalah jantung bagi bisnis dan pencatatan keuangan itu jantungnya bisnis. Bayangkan kalau tubuh kehabisan darah atau jantungnya bermasalah. Ya, pasti matilah tubuhnya. Begitu juga dalam bisnis, jika kita kehilangan uang kas sama saja dengan mengundang penyakit ginjal. Sama juga kalau pembukuna kita acak acakan, masih campur pembukuan bisnis dan pribadi sama saja dengan menunggu serangan jantung menyerang. Bisnis kita akan mati segera.

Ayo siapa yang masih lakuin hal hal bodoh yang ngerusak bisnis kaya saya diatas? Atau ada yang masih bingung untung bisnisnya ga jelas tapi bingung hilangnya kemana?

Tinggalkan Balasan