Ironi Penanganan Kasus Mafia Narkoba

Ilustrasi. Sumber gb : republika.co.id
Ilustrasi. Sumber gb : republika.co.id

Sejak sebelum merdeka, negeri ini telah menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara. UU tentang pengaturan perpajakan pun diproduksi sejalan perkembangan waktu. Termasuk  UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Produk legislasi ini lantas
menjadi rujukan pemerintah dalam merengkuh orang-orang yang wajib membayar pajak. Penelusurian aset kekayaan lantas dilakukan dengan sasaran yqng lebih luas.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menemukan adanya aliran dana sebesar Rp120 triliun yang diduga bersumber dari transaksi sindikat narkoba. Hal itu didapatkan setelah Bareskrim Polri melakukan investigasi bersama lembaga intelijen keuangan tersebut.

Kepala PPATK Dian Ediana Rae, memberi informasi bahwa rekening sebesar Rp120 triliun ini merupakan angka konservatif total transaksi selama periode 2016—2020. Dian mengungkap, uang tersebut merupakan hasil perhitungan selama 2016-2020. Kasus aliran dana Rp120 triliun itu melibatkan banyak pihak.  Diduga terdapat, 1.339 individu dan korporasi tercatat.

Pelacakan terhadap rekening gendut mafia narkoba telah dilakukan dengan
begitu serius demi bisa ditarik pajak darinya. Ironisnya,  pemberantasan jaringan narkoba masih terkesan longgar dan kurang serius.

Hukuman Tak Memberi Efek jera

Peredaran narkoba masih menjadi momok bagi dunia. Pada tahun 2020 terdapat sekitar 275 juta orang di dunia  mengkonsumsinya. Hal itu merujuk pada laporan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC).

Peredaran narkoba masih menjadi momok bagi dunia. Pada tahun 2020 terdapat sekitar 275 juta orang di dunia  mengkonsumsinya. Hal itu merujuk pada laporan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC)

Sementara itu Hasil survei BNN bersama LIPI menyebutkan bahwa penyalahgunaan narkoba pada 2019 mencapai 1,80% atau sekitar 3.4 juta jiwa. Artinya, 180 orang dari tiap 10.000 penduduk Indonesia berumur 15—64 tahun  memakai narkoba.  Tentu ini merupakan masalah serius yang hingga kini belum terurai.

Indonesia merupakan pangsa pasar terbesar untuk penjualan narkoba se Asia Tenggara. Pengamat hukum, Asep Iwan Iriawan berpendapat bahwa para mafia narkoba berpikir tentang ringannya vonis hukuman di Indonesia yaitu  maksimal hukuman seumur hidup. Sanksi yang ada tidak memberikan efek jera. Bahkan, dengan status kurungan, para mafia ini  masih dapat mengendalikan bisnis barang haram ini.

Karenanya, merupakan hal yang aneh bila pemerintah berupaya serius mengungkap data kejahatan mafia narkoba hanya untuk menarik pungutan pajak.

Demi Fulus?

Pemerintah sibuk membongkar rekening gendut mafia narkoba demi pungutan pajak ketimbang menghapus peredaran barang haram ini.  Semestinya, mereka menutup semua pintu berkembangnya kasus tersebut. Hal itu karena narkoba merusak generasi anak bangsa.

Dalam sistem demokrasi kapitalistik, keuntungan menjadi tujuan utama. Semua kebijakan mengarah pada tujuan ini.  Mafia narkoba dikejar hingga ke lubang jarum demi diperoleh keuntungan yaitu diantaranya memilik sejumlah rekening sengan jumlah besar.

Di sisi lain, ide kebebasan atas nama hak asasi manusia yang diagungkan demokrasi  menjadi penyebab naiknya kasus narkoba. Bahkan, di setiap negeri muslim yang mengadopsi HAM, sebagian besar terpapar narkoba.

Sumber Pendapatan Negara Melimpah

Negeri sekuler mengandalkan pajak dan pinjaman utang untuk menjalankan pembangunan negara. Sumber data Alam yang melimpah tak dimanfaatkan sebagai sumber APBN. Sementara itu sistem Islam mampu menyejahterakan rakyat karena memiliki banyak sumber pendapatan APBN yang pasti. Sumber itu, berupa harta anfal, ganimah, fai’, khumus, kharaj, dan jizyah. Sumber lainnya ialah harta milik umum, milik negara, ‘usyur ,dan harta sedekah atau zakat. Masing-masing sumber pendapatan tersebut telah memiliki ketetapan pos pengeluarannya.

Kewajiban pajak hanya dibebankan pada mereka yang kaya, yakni memiliki kelebihan atas kebutuhan pokok dan sekundernya. Itupun dipungut selama masa tertentu, sesuai kebutuhan negara. Bila kondisi keuangan sdh save, APBN telah segar maka pungutan pajak ini dihentikan.

Membabat Mafia Narkoba Hingga Akarnya

Sistem Islam akan memberangus sindikat mafia narkoba. Harta mereka yang didapatkan dengan cara haram akan disita sebagai harta haram untuk dikembalikan pada kas negara dan masuk dalam pos harta haram.

Islam memiliki langkah pencegahan dan menumpas kasus narkoba dengan langkah berikut. Pertama, meningkatkan ketakwaan setiap individu masyarakat kepada Allah. Ketakwaan ini akan menjadi kontrol bagi masing-masing, sehingga mereka akan tercegah untuk memproduksi, mengonsumsi dan mengedarkan,

Kedua, menegakkan sistem sanksi yang tegas. Sistem pidana Islam bersumber dari Allah Swt. sehingga bernuansa ruhiyah. Pengguna narkoba dapat dipenjara sampai 15 tahun atau denda yang besarnya diserahkan kepada hakim. Pengedarkan dan yang memproduksi mereka bisa dijatuhi hukuman mati sesuai dengan keputusan hakim.

Ketiga, merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa. Dengan sistem hukum pidana Islam yang tegas serta aparat penegak hukum yang bertakwa, hukum tidak akan dijualbelikan. Aparat penegak hukum menyadari bahwa mereka sedang menegakkan hukum Allah. Tugas yang membawa konsekuensi mendatangkan pahala jika mereka amanah dan akan mendatangkan dosa jika mereka menyimpang dengan ketentuan syariat.

Bila negeri muslim mau menjalankan APBN menurut syariat, akan berpeluang memiliki APBN yang sehat, mengingat kekayaan alam negeri muslim begitu melimpah. Menempati posisi strategis dan berpeluan menjadi negara maju. Sayangnya, semua pendapatan hasil dari pengelolaan SDA sebagian besar pebgelolaannya diserahkan pada Asing.

 

Tinggalkan Balasan