Takkan Melayu Hilang Dibumi, Lagu Melayu Jejak Prestasi

Terbaru18 Dilihat

Siapa bilang sulit menyanyikan lagu Melayu?, saya bilang ya, sebab bagaimanapun caranya dicoba untuk mencocokkan cengkok lagunya, tetap saja sulit buat lidah saya yang benar-benar cengkok Batak sedari lahir. Lantas, apa upaya yang bisa dilakukan untuk merawat dan melestarikan lagu Melayu agar beroleh tempat dihati generasi muda?

Upaya untuk mengangkat dan merawat budaya Melayu baru-baru ini digelar oleh Universitas Terbuka (UT) Kelompok Ajar (Pokjar) Labura. Lomba lagu Melayu  melibatkan 27 peserta yang berasal dari berbagai SMA sederajat di Labura. Setelah melalui penjurian dengan beberapa kriteria, maka muncullah 7 peserta yang berhak masuk final. Hasil akhir memunculkan nama Sela Sazkia Boru Tambunan sebagai juara pertama. Siapakah Sela Sazkia sang pemenang tersebut?.

Sejak usia tiga tahun, Sela kecil sudah menunjukkan bakat bernyanyi. Bundanya, Neni yang seorang biduan, serta ayah yang gitaris, merupakan perpaduan komplit hingga mewariskan gen seni. Sang bunda yang menguasai berbagai genre, mulai dari lagu Batak, Melayu, Jawa, bahkan lagu Barat menyadari bahwa putrinya tidak “Secengkok” dirinya ketika membawakan lagu Melayu. Maka, Neni bekerja keras “Membetulkan” cengkok si boru Tambunan.

Jika dilihat dari tampilan video sang juara, saya menilai bahwa Sela pantas meraih juara. Mulai dari view pengambilan video, gestur, property yang dikenakan hingga kualitas suara, semuanya sangat mendukung. Tentu ini tak lepas dari peran tim dibalik layar. Ada Juliandi guru pembimbing (Sejak dia ditempatkan sebagai ASN tiga tahun yang lalu, maka saya tidak lagi menangani urusan seni, serahkan saja pada ahlinya). Juliandi yang agak “Ngotot” ketika itu agar Sela ikut lomba, sebab dia ingin agar anak didik kami tersebut menguji adrenalin dibidang yang sama dengan genre berbeda.

Selama ini Sela lebih menekuni genre pop, barangkali darah Batak dari ayahnya agak mendominasi, hingga lebih tertarik dengan jenis lagu pop. Dengan kerja keras dan kesungguhan, maka Neni berhasil memberi ruang bagi putri semata wayangnya untuk mengikuti jejak bundanya. Artinya, meski dominan genre pop, tidak tertutup kemungkinan mampu menguasai genre Melayu contohnya.

Akan halnya Neni, yang memiliki nama lengkap Sutrisni, dia adalah siswa saya belasan tahun yang lalu. Ketika duduk dibangku SMA, saya tidak begitu menyadari bakat luar biasa Neni, barangkali juga ketika itu masih belum begitu “Tersesat di Belantara Pendidikan”. Enam tahun yang lalu saya dan Neni tergabung dalam tim paduan suara, memperdengarkan Mars dan Hymne Labura pada rapat paripurna DPRD Labura. Kemudian, komunikasi kami semakin intens setelah itu, karena kolaborasi dengan alumni ternyata membawa kesan tersendiri.

Beberapa kali saya bertemu dengan Neni diacara resepsi pernikahan, saya selalu menikmati lagu yang dia lantunkan. Tak jarang setelah acara usai, saya bertanya kabar, terutama kabar si cucu (Sela saya panggil cucu, seperti halnya Riko, Ridho Situmorang, Dimas, Rifki, dan lainnya yang merupakan putra dari para alumni). Salah satu hal yang membuat hati saya bahagia adalah ketika Neni akhirnya memutuskan untuk menutup aurat. Bagaimanapun, upaya untuk tetap memperbaiki kualitas diri telah dilakukan, dengan keputusan berhijab tersebut.

Sebagai seorang guru, berulangkali saya sampaikan kepada para sahabat, bahwa jika berada di posisi guru senior (Jangan sebut diri tua, sebab berefek pada alasan untuk tidak produktif), maka kolaborasilah dengan yang muda. Untuk usia Lolita, lolos lima puluh tahun, kemampuan kita untuk berakrab-akrab dengan IT mulai berkurang. Maka, gandenglah guru-guru muda yang lebih menguasai IT. Hidup butuh kerjasama dengan orang lain, kita ini mahluk sosial, tidak bisa hidup sendirian.

Khusus untuk kesibukan dibalik layar keberhasilan seorang Sela, maka ada tim tangguh yang bekerja bahu membahu. Jika hanya mengandalkan Juliandi, sang guru pembimbing, sudah tentu akan kelabakan. Sebuah konten yang ditujukan untuk mengikuti lomba, sudah barang tentu harus “Dikeroyok” secara sungguh-sungguh. Kadangkala, kita sudah lelah, mengorbankan berbagai hal (Ada rapor yang harus dikerjakan hingga jelang petang), namun masih saja ada komentar-komentar negatif. Semuanya terbayar lunas demi melihat hasil yang memang sangat diharapkan.

 

Jika Sela Sazkia Boru Tambunan mampu membelokkan passion yang sulit untuk berpindah ke lain genre, maka saya jadi berpikir, ternyata sesuatu yang sulit bisa dilakukan jika dibarengi kesungguhan. Namun tidak dengan saya, bagaimanapun mencoba untuk menyanyikan lagu “Seroja”, tetap saja dominan cengkok Batak Tobanya. Anda mau mencoba menjajal kemampuan melantunkan lagu Melayu? Kalau yang ini, saya angkat tangan, tapi jika mau mencoba menulis, saya siap membantu semampu saya. Udah, itu aja. Salam literasi dari bumi Kualuh, basimpul kuat babontuk elok.

Tinggalkan Balasan