Demo Mahasiswa dan Arah Perubahannya

 

Aksi Mahasiswa Nasional pada 11/4/2022 yang sedianya bakal digelar di Istana Negara, berubah arah jadi berpusat di Istora Senayan, gedung wakil rakyat. Aksi serupa juga berlangsung diberapa daerah. Tuntutan yang mereka angkat sebanyak 18 macam dengan perincian 6 tuntutan dari aksi 28/3/2022 ditambah 12 tuntutan aksi “7 tahun pemerintahan Jokowi” pada 21/10/2021 lalu.


Aksi yang digawangi oleh
Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) ini  intinya ingin menghentikan  segala kebijakan zalim pemerintah. Dalam aksi tersebut, BEM SI menginginkan perbaikan sistem demokrasi. Menurut mereka, demokrasi yang ada saat ini bercorak  oligarki dan tidak  pro kepada rakyat. Mereka menginginkan adanya revisi terhadap berbagai UU produk sistem demokrasi yang bercorak liberalisme ini. Mereka juga menolak berbagai kenaikan bahan kebutuhan pokok dan kenaikan pajak yang kian mencekik kehidupan.

Angan-angan Perubahan

Bila melihat aneka tuntutan, tampak bahwa pendemo dari kalangan mahasiswa ini menginginkan menghilangkan akibat buruk dari neoliberalisme. Mereka tak menyadari bahwa UU neoliberal  produk akal para wakil rakyat itu lahir dari penerapan kapitalisme. Jadi, ketidakadilan yang menimpa rakyat hanyalah buah, bukan penyebab. Kezaliman yang terjadi hakikatnya merupakan akibat kezaliman sistem politik demokrasi dan ideologi kapitalisme.

Aksi serupa pernah digelar di seperempat abad  silam. Kala itu, mahasiswa  pendahulu mereka yang berjuang mengusung perbaikan (reformasi) di tahun 1998. Mahasiswa bergerak bersama rakyat menuntut perubahan dan puncaknya Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatan Presiden RI. KKN , pembungkaman dan penculikan aktivis, serta krisis ekonomi dan moneter 1998 saat rupiah mencapai Rp20 ribu per dolar AS yang terjadu di masa kepemimpinan rezim orde baru ini diharapkan akan menghilang bersama bergantinya people power, sang presiden.

Pertanyaannya, apakah dengan menumbangkan rezim ini bakal berhasil mewujudkan kondisi ideal berupa masyarakat sejahtera, aman dan tenteram jiwa mereka? Pula, dengan pemilu secara berkala dengan pembatasan periode kepemimpinan nasional, masalah kesejahteraan dan keamanan tak juga terurai. Hal ini membuktikan bahwa kondisi ideal tidak mungkin terwujud bila masih menggunakan sistem demokrasi. Sebab selama sistem yang mendasarinya tetap kapitalisme, maka demokrasi itu realitasnya adalah suaranya dari rakyat, oleh kaum kapital dan untuk kaum kapital.

Secara realitas selama hampir seabad, rezim-rezim pengganti di negeri ini  tetap saja melahirkan berbagai UU pesanan para kaum kapital pemodal. Yang terjadi sekadar tambal sulam sistem, hal mana semakin membuka peluang bagi dominansi oligarki. UU dan peraturan yang lahir pada pemerintahan yang baru tetap bercorak kapitalisme dan neoliberalisme. Tak ada yang bisa diharap  pada sistem demokrasi kapitalisme ini, kecuali harapan palsu. perubahan tinggalah mimpi.

Peradaban Dunia dan Perubahan Sistem

Dari beberapa gerakan perubahan di dunia, gelombangnya selalu bermuara pada pergantian rezim zalim. Dalam sejarah perubahan yang terjadi di masyarakat dunia, hampir tidak pernah keluar dari target ini, yaitu mengganti rezim. Termasuk di Indonesia yang dikenal dengan peristiwa reformasi. Padahal, siapa pun yang melakukan pengamatan secara mendalam dan menyeluruh akan mendapatkan jenis perubahan yang yang hakiki adalah reformasi sistemik.

Reformasi secara sistemik terjadi pada Uni Soviet (Desember 1991) dan Khilafah Utsmaniyah (Maret 1924). Reformasi yang terjadi pada keduanya terletak pada bangunan ideologi baru yang diterima masyarakat sebagai keyakinan, standardisasi, dan pemahaman hidup mereka. Penerimaan rakyat terhadap ideologi baru terjadi saat mereka telah menyaksikan betapa ideologi lama dianggap tidak mampu memberi solusi berbagai problematika kehidupan mereka.

Uni Soviet pernah eksis sebagai negara adidaya. Pada awal tahun 1991, kekuasaannya hampir meliputi seperenam permukaan bumi. Daerah seluas 22,4 juta kilometer itu didiami oleh 290 juta penduduk dari 100 kebangsaan, seperti dikutip dari Encyclopaedia Britannica. Negara adidaya sosialis itu juga memiliki puluhan ribu persediaan senjata nuklir dan lebih dari 5 juta tentara yang menyebar di dalam dan luar negeri.

Keberadaan Pakta Warsawa (1955—1991), berupa perjanjian pertahanan militer bersama antara Uni Soviet, denagan beberapa negara di Eropa Timur mendukung kekuatan Uni Soviet pengaruh Uni Soviet di kawasan timur Eropa.[4] Lalu, mengapa Uni Soviet bisa hancur? Ketidakpercayaan pada ideologi sosialislah penyebabnya. Tersebab Mikhail Gorbachev terlebih dahulu memilih untuk mengusung kebijakan glasnost dan perestroika dengan tujuan membuka dialog dan keterbukaan, serta kebijakan pasar bebas.

Warga Uni Soviet lantas berebutan untuk mengakses koran- koran yang berisi konsep dan pemikiran liberal.
Mereka pun rajin mengonsumsi bacaan dengan topik demokratisasi.
Gorbachev telah mengobarkan seruan untuk meninggalkan sosialis-komunisme dari dalam dan memberi angin segar bagi tumbuhnya kapitalisme liberal bagi Uni Soviet. Akhirnya ada 25 Desember 1991, Gorbachev mengejutkan dunia dengan pengumuman pengunduran dirinya dan pembubaran Uni Soviet.

Bagaimana dengan hilangnya negara super power Khilafah Utsmaniyah? Kejayaan Khilafah Utsmaniyah terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Sulaiman al-Qanuni (926—974 H/1520—1566 M). Pada masa tersebut, Khilafah Utsmaniyah mengalami kemajuan di bidang militer, sains, dan politik, meninggalkan negara-negara Eropa. Usai Khalifah Sulaiman al-Qanuni wafat, Khilafah mulai mengalami kemerosotan demi kemerosotan. Pada titik nadhir, khilafah Utsmaniyah sampai mendapatkan julukan ”The Sick Man of Europe”.

Terdapat pula serangan dari negara-negara Eropa (terutama Inggris). Pada tahun 1855 mereks berkonspirasi menghancurkan Khilafah Turki Utsmani. Mereka memaksa Khilafah Utsmaniyah mengamandemen UUD sebagai syarat saat negara yang telah lemah itu ingin bergabung dalam Keluarga Internasional. Khilafah Utsmani juga disyaratkan agar tidak berhukum dengan hukum Islam untuk hubungan internasional dan memasukkan sebagian UU Eropa.

Itu dari faktor eksternal. Adapun secara internal, lemahnya pemahaman Islam para penguasa sehingga membuka diri terhadap demokrasi, yaitu sistem politik kapitalisme. Pemikiran Barat semakin merasuk dengan kuat saat dibentuk Dewan Tanzimat (1839). Setelahnya disusun UU Acara Pidana (1840) dan UU Dagang (1850) yang bernuansa sekuler. Secara perlahan namun pasti terjadi sekularisasi dalam tubuh Khilafah. Klimaksnya, saat Mustafa Kemal Pasha berkhianat melalui jalan kudeta militer, Khilafah Utsmaniyah dihapuskan dan sistemnya real berganti menjadi sistem Republik Turki pada Maret 1924.

Hakekat Perubahan

Perubahan di dunia tampak dalam dua model. Pertama, perbaikan sistem melalui pergantian rezim. Upaya perubahan lahir dari kesadaran atas berbagai kekurangan dalam peraturan-perundangan yang diterapkan akibat kelemahan rezim dalam menerapkan sistem. Pelaku perubahan tidak menyentuh akar problematik kehidupan, yaitu ideologi dan sistem yang diterapkan rezim. Perbaikan sistem secara gradual inilah yang disebut perbaikan atau refomasi (islah).

Kedua, perubahan sistem yang mengharuskan adanya perubahan aspek mendasar, yakni ideologi bagi sebuah negara dan masyarakat. Perubahan ini harus didahului proses membangun pemahaman baru dan standardisasi pemikiran di tengah masyarakat. Karena sistem kehidupan yang baru akan diterapkan di tengah mereka secara keseluruhan, bukan parsial dan bertahap. Perubahan sistem inilah yang dikenal dengan revolusi (taghyir).

Perubahan yang tepat buat Indonesia dengan sistem sekulernya, seharusnya yang diusung mahasiswa bersama umat adalah revolusi sistem, bukan sekedar reformasi sistem. Semua kerusakan dalam mengurus kemaslahatan rakyat berasal dari kapitalisme yang diterapkan oleh rezim dan parlemen oligarki. Arah perubahan pun harus benar sesuai fitrahnya hamba untuk taat pada pencipta, yaitu penerapan sistem Islam kafah dalam institusi politik yang kompatibel dengan sistem Islam. Itulah yang selayaknya diusung agar apa yang didambakan oleh pendemo berupa keadilan dan kesejahteraan rakyat dapat terealisasi.

 

Tinggalkan Balasan