Ok
Dirgahayu Ke – 70 Pak Thamrin Dahlan, Tetaplah Menebar Kebaikan
Kembali saya katakan, “Iam not lucky but iam blessed.” Kalimat pendek namun sarat makna, dan setiap orang biasanya punya persepsi sendiri tentang apa makna kalimat tersebut.
Bagi saya kalimat itu menggambarkan dimana saya mungkin bukanlah orang yang beruntung seperti kebanyakan teman-teman lainnya, namun saya diberkati dan dengan diberkati maka saya merasa beruntung.
Diberkati tak melulu berupa materi tetapi dengan kita diberi kesehatan, dipertemukan dengan orang-orang hebat, orang-orang baik, teman-teman yang begitu perduli dan saling memahami, itupun adalah berkat (berkah).
Termasuk saya bisa bertemu atau mengenal Bapak Thamrin Dahlan, adalah berkat bagi saya. Tak berlebihan rasanya jika saya mengatakan demikian, sosoknya yang baik hati dan murah senyum demikian gambaran saya tentang beliau kala pertama kali bertemu.
Belum hilang dalam benak, di Taman Ismail Marzuki pada tanggal 8 September 2019, perkenalan pertama saya dengan Pak Thamrin Dahlan, di acara Kompasiana yaitu ‘Kompasianer Mengenang Alm. Thamrin Sonata’.
Jika dibanding dengan teman-teman lainnya, saya masih terbilang belum lama mengenal beliau, meskipun demikian tetapi saya langsung merasa dekat seperti punya ‘chemistry’ pun kepada beberapa kompasianer lainnya, mungkin karena saya senang berteman dengan siapapun atau hanya perasaan saya saja? Entahlah…. Satu hal, beliau seperti sosok ayah bagi saya begitu mengayomi, mensupport dan selalu mengingatkan hal-hal baik.
Berawal dari sana, setiap ada event Kompasiana, kembali bertemu dengan Pak TD, itu sapaan yang biasa saya dengar diucapkan manteman kompasianer kepada Bapak Hj. Thamrin Dahlan, sebelum dilaunchingnya Penerbit YPTD (Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan).
Hingga Penerbit YPTD dilaunching sekaligus Peluncuran Buku Ke-30 Sepuluh Tahun Pak Thamrin Dahlan di Kompasiana yang digelar di Coffee Tofee Depok dengan diikuti sekitar 15 kompasianer dari Jabodetabek.
Melahirkan 30 buku selama 10 tahun menulis di Kompasiana terhitung sejak 19 Agustus 2010, luar biasa memang, kagum sudah pasti mengingat usia yang tak lagi muda namun semangat mengalahkan yang muda-muda.
Menjelang usia ke 70 tahun, kala itu beliau mengatakan akan menargetkan 10 buku lagi. Tak diragukan mengingat beliau merupakan pensiunan Dinas Kesehatan di Kepolisian RI dipastikan disiplin dalam mengelola waktunya.
Saya percaya kedisiplinan mengolah waktu membuat beliau berhasil melahirkan bermacam karya, baik itu reportase, opini atau karya sastra yang
dikemas dalam bentuk puisi atau pantun termasuk menulis artikel politik.
Buku pertamanya dengan Judul: Bukan Orang Terkenal (2012) sedangkan buku yang ke-30 Judulnya: PSBB Jakarta (2020) dan Karya besarnya yang berhubungan dengan politik adalah buku dengan judul “Prabowo Presidenku” buku biografi tentang Prabowo Subianto.
Sebagai pemula dari usaha penerbitan buku, YPTD memberikan gratis pengurusan ISBN bagi mereka yang menerbitkan buku mereka di YPTD. Hingga kini entah sudah berapa buku yang diterbitkan YPTD, dimana penulisnya sendiri berasal dari berbagai profesi pun dari seluruh penjuru termasuk yang bermukim di luar Indonesia.
Saya dan teman kompasianer atau penulis di YPTD beberapa kali diundang Pak TD ke Buring Digital Print yang terletak di jalan Margonda Raya Pondok Cina Depok, untuk melihat bagaimana proses buku dicetak, terkadang proses durasinya agak lama, tetapi begitu selesai melihat buku sudah jadi, ada rasa bahagia bahkan rasa lelah terlupakan, saya pun merasakan hal yang sama padahal itu adalah buku teman-teman penulis.
“Memang demikianlah proses yang wajib dilalui satu organisasi baru. Semangat bergerak memberikan yang terbaik terkadang kurang efektif dan efesien, itulah yang dirasakan terutama terkait masalah durasi waktu, karena memproduksi satu buku berkualitas diperlukan kesabaran dan ketelitian terlebih adanya ketergantungan dengan pihak lain,” kata Pak TD.
Mencoba bertanya, apakah Buring Digital Print tersebut adalah milik Pak TD? karena memberikan gratis untuk kepengurusan ISBN, namun beberapa kali saya melihat Pak TD menyambangi kasir untuk proses pembayaran cetak buku hasil karya manteman.
Dengan senyum khasnya Pak TD menjelaskan, “Ini merupakan komitmen sebagai bentuk wakaf dari Keluarga Besar Peto Kayo untuk membantu teman-teman menerbitkan buku gratis, baik teman-teman kompasianer, teman-teman Dosen atau siapa saja yang ingin menerbitkan buku,” jawab Pak Thamrin Dahlan, luar biasa bukan?
Usai proses cetak di Buring, selalu ditutup dengan acara kopdar. Rupanya acara kopdar dilakukan disetiap pertemuan, termasuk kala berkunjung ke Perpustakaan Nasional untuk serah simpan buku hasil buah pikiran para penulis di YPTD.
Berbicara tentang buku, entah sudah berapa kali Pak TD menanyakan kapan saya punya buku sendiri, agak malu sih tapi saya senang dimana beliau selalu mensupport demi kebaikan, karena menurut beliau ‘Buku adalah Mahkota Bagi Penulis, jadi Penulis Yang Belum Memiliki Buku Artinya Belum Mempunyai Mahkota’.
Terima kasih banyak Ayahku Pak Thamrin Dahlan, dirgahayu yang ke 70, sehat selalu dan tetap menebar kebaikan. Tuhan Memberkati.
Terima kasih pak haji Thamrin Dahlan