Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom
Gelar perdana (Kick-off) Pembentukan percontohan Desa Anti Korupsi dilakukan di Desa Pakatto, kecamatan Bonto Marannu, kabupaten Gowa-Sulawesi Selatan, 7 Juni 2022. Acara yang secara resmi dibuka oleh Ketua KPK Firli Bahuri, menetapkan 10 desa sebagai desa percontohan Desa Anti Korupsi yang tersebar di provinsi Sulsel, NTB, Lampung, Jatim, Jateng, Sumbar, Bali, Jabar dan NTT. Kesepuluh desa itu adalah:
Desa Pakatto, kabupaten Gowa, desa kumbang-kabupaten Lombok Timur, desa Sukojati-kabupaten Banyuwangi, desa Banyubiru-kabupaten Semarang, desa Kamang Hilir-kabupaten Agam, desa Kutuh-kabupaten Bandung, desa Cibiru Wetan-kabupaten Bandung, desa Detusuko Barat-kabupaten Ende, dan desa Mungguk-kabupaten Sekadau.
Kegiatan ini sebagai langkah awal sebelum dilakukan kegiatan bimbingan teknis Program Desa Anti Korupsi yang mengusung tema “Berawal dari Desa, kita wujudkan Indonesia bebas dari Korupsi”.
Kick-off ini merupakan salah satu tahapan dalam rangkaian kegiatan Program KPK yang dilaksanakan melalui Direktorat Pembinaan Masyarakat. Pertama Kali diluncurkan 1 Desember 2021 di Desa Panggungharjo, kecamatan Sewon Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kick-off dihadiri oleh para gubernur provinsi atau pejabat yang mewakili, Kepala BNN, perwakilan berbagai Kementerian, seluruh Bupati/Walikota seSulawesi Selatan, para Camat, Kepala desa, tokoh agama, tokoh Adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan lembaga kemasyarakatan lain sekabupaten Gowa.
Mengapa desa anti korupsi?
Kata Korupsi (rasuah) maknanya terkait dengan tindakan pejabat publik, baik politisi, maupun pegawai negeri, serta pihak yang bertindak tidak wajar dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dipercayakan demi keuntungan sepihak.
Mengapa desa? Desa kini menjadi “primadona” dalam pembangunan Nasional. Pembangunan desa merupakan fundamen untuk membangun Indonesia.
Pemerintah menghormati dan menghargai keberadaannya. Desa sudah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Ikut berperan dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan dan Undang-Undang tahun 1945. Karena itu memiliki hak asal-usul dan hak tradisional untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Ini diwujudkan melalui regulasi dengan asas rekognisi dan subsidiaritas. Sekaligus memberikan kewenangan yang melekat untuk menerapkannya di bidang penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan Pembangunan, pembinaan kemasyarakatan serta pemberdayaan masyarakat.
Untuk mendukung pelaksanaan tersebut sejak tahun 2015 pemerintah memberi dukungan dana bersumber dari APBN yang langsung diberikan kepada desa. Dana transfer ini dikenal dengan Dana Desa. Hingga tahun 2022 jumlahnya mencapai 468,9 triliun. Rata-rata setiap desa menerima sebesar 907 miliar rupiah.
Dengan Dana sebesar itu tentu pemerintah desa memerlukan kapasitas dan kapabilitas dalam tatakelola keuangan desa yang memadai. Tidak dapat dipungkiri rasuahpun banyak terjadi. Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat kasus hukum penyalahgunaan Dana Desa yang melibatkan Kepala desa masih yang tertinggi. Seperti yang dikemukan Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri dalam sambutannya di acara kick-off, hal ini mengindikasikan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat yang sejatinya memiliki fungsi pengawasan nampaknya tak berdaya. Pengelolaan keuangan desa dilakukan secara tidak transparan oleh kalangan elite desa. Hal ini masih mencuatkan rasa kekuatiran merebaknya tindak korupsi dalam penyelenggaraan Pemerintahan desa.
Menyikapi situasi ini KPK mengambil tindakan responsif dengan menginisiasi program desa anti korupsi. Tujuannya menyebarluaskan pentingnya membangun integritas dan nilai-nilai anti korupsi kepada pemerintah dan masyarakat desa. Selain itu memperbaiki tatakelola Pemerintahan desa yang berintegritas serta memberikan pemahaman dan peningkatan peran serta masyarakat desa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Kegiatan program Desa Anti Korupsi ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Dimulai dengan observasi desa anti korupsi melalui audiensi dengan gubernur atau Bupati/Walikota serta observasi calon desa anti korupsi. Tahap berikutnya melakukan bimbingan teknis yang diawali dengan acara “kick-off” yang dilakukan di Desa Pakatto kabupaten Gowa-Sulsel. Tahap terakhir adalah pembuktian pemenuhan/penilaian komponen desa korupsi dan penganugerahan penghargaan kepada desa anti korupsi.
Program ini sejatinya harus menjadi harapan dan mendapat dukungan sepenuhnya dari banyak pihak atau semua komponen baik pemerintah maupun masyarakat.
Mengutip kata-kata dalam sambutan yang disampai Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri, di acara “kick-off” yang menyampaikan “Bung Hatta pernah berkata: Indonesia tidak akan besar dari obor di Jakarta. Indonesia akan menyala oleh lilin-lilin di Desa”.
Mari nyalakan lilin-lilin di Desa yang membuat Indonesia menyala yang sinarnya berpendar memberikan cahaya pencerahan integritas kepada semua pemangku kepentingan guna mencapai tujuan anti rasuah di semua tingkatan utamanya di Desa.