Setiap kali mampir ke Yogya, saya selalu menyempatkan diri anjang sana ke Alkid alias Alun-Alun Kidul. Tempat ini selalu memberikan kejutan yang menenangkan jiwa.
Perjalanan pagi itu dimulai dari Jalan Ngadisuryan. Pintu gerbang berbentuk gapura mini dengan peringatan dilarang kencing di sini selalu menyambut, dan setiap kali melewati pintu kecil ini, saya harus menundukkan kepala karena dibuat dengan ketinggian yang minimal.
Di alun-alun, sebuah spanduk tentang penyelenggaraan salat Idul Adha 1443 H pada 9 Juli sudah terpampang dengan manis. Dimulai pada pukul 6.30 pagi lengkap dengan anjuran agar jemaah tidak lupa membawa uang untuk infak dan sodaqoh. 9 Juli 2022 juga bertepatan dengan Sabtu Legi.
Wah banyak sekali gerai dan pedagang kaki lima di sekeliling alun-alun ini. Demikian pulan dengan warga yang bersantai sambil berolahraga jalan-kali atau jogging sambil berlari keceil mengelilingi lapangan di sebelah selatan kraton Ngayogyakarto Hadiningrat ini.
Akan tetapi, hal pertama yang menarik perhatian saya adalah banyaknya alat-alat olahraga yang beberapa tahun lalu bisa dimanfaatkan warga, sekarang sama sekali sudah tidak terawat dan dalam kondisi yang mengenaskan. Semua mirip barang rongsokan di ruang publik. Selain itu kebersihan di sekitar tempat ini.
Akan tetapi, hal pertama yang menarik perhatian saya adalah banyaknya alat-alat olahraga yang beberapa tahun lalu bisa dimanfaatkan warga, sekarang sama sekali sudah tidak terawat dan dalam kondisi yang mengenaskan. Semua mirip barang rongsokan di ruang publik. Selain itu kebersihan di sekitar tempat ini juga kurang diperhatikan.
Saya mulai melihat ke beberapa gerai, baik yang berbentuk rumah makan seperti Bakmi Plengkung Gading sampai ke gerobak dorongan ada semua di sini. Ada beberapa yang sudah ada sejak bertahun-tahun, namun ada juga yang belum lama berjualan di sini
Di pojok jalan Ngadisuryan ada sebuah gedung yang digunakan sebagai kantor Forum Kerjasama Polisi dan Masyarakat Paksi Katon. Pintu pagar gedung ini tampak tertutup rapat walau di dalamnya banyak tertulis berbagai fasilitas umum seperti toilet. Tepat di depannya ada gerobak penjual wedang ronde, warung rokok dan juga pecel khas Blitar.
Tepat di sudut jalan Patehan Lor ada gerobak yang menjual kueh Lekkericious Alkid seharga Rp. 1000 dengan latar belakang rumah yang menjual jasa musolah dan toilet dengan spanduk raksasa di bawah atap rumah. “Musolah, Toilet bersih dan nyaman” demikian bunyi spanduk tersebut.
Saya terus berjalan dan menemukan gerobak Nasi pecel Mbok Nom, derai telur gulung dan aneka sosis, hingga soto ayam dan kemudian bertemu dengan persimpangan jalan Gading. Kalau kita terus ke selatan, akan bertemu dengan Plengkung Gading, yang merupakan salah satu pintu masuk ke dalam benteng atau kompleks kraton.
Di sini, saya memandang jauh ke utara, tampak Sasana Hinggil Dwi Abad yang seakan-akan diapit sepasang beringin tua yang sering dijadikan ajang permainan masangin, yaitu menutup mata dengan sapu tangan hitam dan berjalan menuju celah di antara kedua pohon beringin.
Demikian sekilas kisah di Alun-alum Kidul Yogya … tunggu kisah berikutnya
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul “Alat Olahraga dan Raket Badminton di Alun-alun Kidul”, Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/taufikuieks/62c544a40d82301136655b32/alat-olahraga-dan-raket-badminton-di-alun-alun-kidul?page=2&page_images=1
Kreator: Taufik Uieks