KMAB 5
Perjalanan Hidup
Oleh Lusia Wijiatun
Meninggalkan Pemukiman
Malam ini hujan sangat deras seolah-olah air ditumpahkan dari langit. Gemercik air hujan tiada henti. Ibu bertanya kepada ayah, “Apakah kita jadi berangkat besok, yah?” “ Jadi” Jawab ayah singkat. “ Ayo, semuanya tidur, besok kita akan pergi jauh,” kata ayah.Tak lama kemudian mereka pun tertidur dengan lelapnya.
Keesokan harinya, pak Paul beserta istrinya bangun, mereka segera menyiapkan segala keperluan yang akan dibawa. Tak lupa koper plat berisi pakaian yang tidak seberapa dan masih ada sedikit perhiasan perak di dalamnya.
Pagi itu masih terdengar rintik hujan, yang seja tadi malam belum juga berhenti. Ibu masih bertanya-tanya dalam hatinya, apakah jadi berangkat atau tidak ya, karena sampai pagi ini air masih turun.
Sekitar puul sepuluh pagi baru terlihat sinar matahari, hati pak Paul lega. Ini pertanda bahwa hari ini akan terang. Semoga ita dapat melakukan perjalanan dengan tanpa suatu halangan.
Pak Paul dan istrinya segera bersisp-siap, Pak Paul menuju ke rumah kepala desa, dengan maksud mohon pamit, untuk yang kesekian kalinya.
Sekali lagi kepala desa dan beberapa orang yang ada di situ menganjurkan akan pak Paul menunda keberangkatanya, esok hari saja. Karena air sungai sedang meluap. Warnanya coklat, arus air pun terlihat deras. Jembatan gantung yang biasa dilewati juga terlihat licin.
Namun pak Paul yang sudah menpunyai tekad yang bulat tidak dapat mengurungkan niatnya untuk keluar dari daerah itu. Beliau tetap akan berangkat hari itu juga.
Dengan rasa yang sedih, serta berat hati kepala desa dan para penduduk lainnyapun mengantar kepergian pak Paul sekeluarga. Ada yang membawakan barang bawaan ada yang membatu mengendong anak-anak pak Paul. Tami tetap digendong ibunya.
Kakak Tami mas Yoyo membantu membawa ceret yang berisi air minun. Dan Mas Mulyo membawa barang –barang lainnya.
Sampailan mereka di tepi sungai, jembatan terlihat kecil dan licin. Para penduduk tak sanggup menyeberang melewati jembatan itu. Sekali kepala desa menganjurkan agar menunda perjalanan.
Apakah pak Paul mau mengikuti anjuran tersebut? Entah mengapa pak Paul tetap pada pendiriannya, perjalanan tetap harus dilanjutkan.
Karena tidak bisa melewati jembatan yang licin itu, perjalanan dilanjutkan dengan menyeberang sungai. Maka dengan bantuan beberapa penduduk di situ, pak Paul menyeberangi sungai. Tami si gadis kecil itu berada di atas bahu ayahnya, mas Yoyo dan mas Mulyo dipanggul oleh dua orang bapak, Ibu juga menyeberang dan dibantu oleh penduduk yang lain.
Sungai yang tampak lebar, airnya coklat dan dalamnya sebatas leher pak Paul itupun berhasil ditahklukan. Mereka sekeluarga berhasil menyeberangi sungai . Pak Paul mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan yang diberikan. Mereka terlihat bersalam-salaman dan mengucapakan pesan tentunya, yang beleum dimengerti oleh Tami.
Para penduduk yang mengantar Pak Paul itupun kembali dengan menyeberangi sungai itu lagi. Sambil melihat dari kejauhan mereka sekeluarga pergi meninggalkan daerah itu.
Pak Paul melanjutkan perlanannya, Tami digendong ayahnya, terkadang bergantian digendong ibunya. Ibu lebih cepat lelah saat menggendong Tami, karena ibu dalam keadaan hamil. Jadi Tami lebih banyak digendong oleh ayahnya.
Kakak Tami berjalan mengikuti langkah ayah dan ibu, sesekali ayah menoleh ke belakang melihat ibu, dan kedua kakak Tami. Jalan yang dilalui adalah jalan setapak, kiri kanan jalan masih hutan belantara.
Ada rasa takut yang mendera hati ibu, Ibu sempat berpikir, bagaimana kalau ada binatang buas? Hal itu pun sempat disampaikan kepada pak Paul suaminya. Namun suaminya selalu menguatkan hatinya.” Tidak usah takut, ayo tetap berjalan, toh ada yang melindungi kita,” kata ayah.
Menjelang sore hari, perjalanan mereka masih di sekitar hutan, belum juga terlihat perkampungan. Ibu mengajak beristirahat.Maka merekapun berisirahat dan mambuka bekal yang dibawa.
Air dalam ceret yang dibawa mas Mulyo tadi tinggal setengah, karena selama di perjalanan telah diminum beberapa kali. Tapi masih cukup untuk mereka sekeluarga.
Karena sangat lapar, mereka makan dengan lahapnya.Tak terasa hari hampir gelap, mereka melanjutkan perjalanan. Tak lupa Pak Paul berdoa agar selamat dalam perjalanan, apalagi hari mulai gelap.
Perjalanan dilanjutkkan, masih menyusuri jalan yang lebar, namun masih tanah dan berumput. Dikiri-kanan masih terdapat lubang. Ada lubang yang besar ada juga yang kecil. Puji Tuhan menjelang maggrip sampailah keluarga pak Paul di perkampungan. Namun tak tahu kampung apa namanya. Terlihat oleh mereka satu rumah yang ada terasnya.
Keluarga itu menuju rumah tersebut, dan Pak Paul mohon izin untuk istirahat di teras itu. Setelah disilahkan oleh yang punya rumah merekapun masuk ke teras. Begitu masuk teras, bressss…… turun hujan dengan lebatnya,
Terlihat pak Paul komat kamit memanjatkan doa dan bersyukur kepada Tuhan yang telah melindungi perjalanan keluarganya hari itu.