Dari 140 ribu lebih sekolah yang mendaftar untuk menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar (KMB), sebanyak 80 ribu yang menerapkan pada tahun ajaran 2022-2023 (Siaran pers Kemdikbud RI, Selasa 14 Juli 2022, Dirjen PAUD Dikdasmen, Jumeri). Artinya, hanya sekitar 57 % (Dari jumlah yang mendaftar) benar-benar siap untuk menerapkan KMB. Lantas, bagaimana nasib sekolah yang belum menerapkan KMB?.
Menurut data Biro Pusat Statistik 2021, jumlah seluruh sekolah negeri dan swasta di Indonesia mencapai 217.283 sekolah. Dengan demikian, 36 % sekolah yang menerapkan KMB sudah sangat representatif untuk melakukan pengimbasan terhadap sekolah yang belum menerapkan KMB. Pelatihan-pelatihan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) mulai digelar. Sekolah-sekolah harus segera bergegas, menggali informasi sebanyak mungkin dan harus proaktif untuk mengikuti perkembangan informasi.
Keputusan yang diambil oleh Kemdikbud untuk menerapkan KMB, didasarkan pada fakta di lapangan. Faktanya adalah banyak kendala yang dialami oleh guru dan siswa selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Salah satu faktor penyebab adalah PJJ yang terlalu lama, menyebabkan siswa dan guru jenuh. Sebelum pandemi mewabah dan kegiatan belajar diwajibkan melalui PJJ, siswa dan guru tidak siap untuk mengikuti proses pembelajaran daring tersebut. Maka terganggulah proses belajar mengajar, yang kemudian disebut dengan kondisi “Learning loss”.
Mencermati kondisi learning loss yang dialami peserta didik selama pandemi Covid-19, maka Pemerintah melalui Kemdikbud melakukan regulasi dengan penerapan Kurikulum Darurat melalui Kepmen 719/P/2020. Kurikulum Darurat adalah penyederhanaan kompetensi dasar yang mengacu pada Kurikulum 2013, disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan kebutuhan sekolah.
Selanjutnya, Kemdikbud mengeluarkan kebijakan pengembangan Kurikulum Merdeka yang disebut dengan Kurikulum Prototype. Kurikulum Prototype adalah kurikulum berbasis kompetensi untuk mendukung pemulihan pembelajaran dengan menerapkan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning). Salah satu fungsi dari Kurikulum Prototype ini adalah untuk mendukung pengembangan Profil Pelajar Pancasila (PPP).
Kurikulum Prototype diterapkan di sekolah yang telah berstatus sebagai Sekolah Penggerak (SP) dan SMK Pusat Keunggulan (PK). Pada tahun 2021, ada sekitar 2500 SP dan 900 SMK PK yang telah menerapkan Kurikulum Prototype. Kemudian pada tahun ajaran 2022-2023, Kurikulum Prototype berubah nama menjadi Kurikulum Merdeka Belajar.
Kembali ke awal, jika sekolah tidak menerapkan KMB, bagaimanakah nasib sekolah tersebut?, apakah ada solusi?. Dalam proses pemulihan belajar, satuan pendidikan diberi kebebasan untuk memilih salah satu diantara tiga pilihan, yakni:
1. Kurikulum 2013 secara penuh
2. Kurikulum Darurat
3. Kurikulum Merdeka
Dengan demikian, sekolah dapat mengimplementasikan KMB sesuai dengan kesiapan masing-masing sekolah. Jika ada sekolah yang belum siap untuk menerapkan KMB, maka boleh menerapkan Kurikulum 2013 atau Kurikulum Darurat sampai sekolah tersebut siap. Kepala Sekolah dan guru diberi kewenangan untuk memilih kurikulum yang akan diterapkan.
Meskipun tidak ada keharusan untuk menerapkan KMB, namun perlu melakukan penilaian diri sesuai kesiapan sekolah. Stakeholder di satuan pendidikan harus segera berbenah, mempersiapkan segala sesuatunya mulai dari Sumber Daya Manusia, daya dukung, sarana prasarana, komunitas belajar, dan sebagainya. Sebab, Kemdikbud berencana akan mengimplementasikan KMB secara nasional mulai tahun 2024. Tentu, juga akan dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sesuai hasil evaluasi terhadap penerapan KMB.
Masih ada waktu untuk berbenah bagi sekolah yang belum menerapkan KMB, namun tidak lagi bisa berleha-leha. Sebab perubahan itu pasti, maka siap tidak siap kita harus sambut berbagai perubahan, terutama di dunia pendidikan. Merdekakan pikiran kita, merdekakan pola mengajar, dan merdekakan siswa untuk menjadi dirinya sendiri. Salam literasi dari bumi Kualuh, basimpul kuat babontuk elok.