Menggali Yang Tersadari dan Tak Tersadari dari Buku “Thamrin Dahlan 70 Tahun”
Salam sehat sobat YPTD, setiap kali saya atau pun sahabat literasi membaca karya-karya dari Bapak Thamrin Dahlan, sebenarnya kita masuk dalam dimensi yang tersadari dan tidak tersadari.
Siklus inilah yang saya temukan dalam buku ke-50 dari Bapak Thamrin Dahlan yang berjudul “Thamrin Dahlan 70 Tahun” Rekam Jejak Literasi YPTD.
Setelah saya membaca buku ini, saya menyadari hal-hal yang selama ini tidak saya sadari.
Salah satunya adalah komitmen untuk menulis.
Spirit menulis dari Bapak Thamrin Dahlan (TD) bagaikan mutiara-mutiara yang terpendam di samudera lautan lepas.
Sementara, hal yang saya sadari adalah bagaimana memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk berbuat sesuatu.
Hal ini pun senada dengan testimoni dan kesaksian hidup dari para penulis seputar jalinan relasi bersama TD di usianya yang ke-70.
Ketika saya membaca dari halaman pertama, terlebih kesaksian dari Opa Tjiptadinata Effendi sampai pada penulis ke-70, Ibu Elok Dewi, sejenak saya duduk, diam, dan amati perjalanan saya yang tidak ada apa-apanya, bila dilihat dari kacamata inspirasi dari Bapak TD.
Karena semangat berkarya Bapak TD, seolah tak pernah mengenal lelah dalam menyinari literasi Indonesia.
Kontribusi di bidang Pendidikan dari Bapak TD mampu menggetarkan, sekaligus menginspirasi ribuan penulis yang tersebar di nusantara untuk terus menulis.
Lebih menariknya, Bapak TD adalah sosok yang sederhana dalam bertutur, dan membangun relasi dengan siapa pun, tanpa melihat latar belakang dari penulis itu sendiri.
Sosok Bapak Thamrin Dahlan di Tengah Keberagaman
Seperti yang kita ketahui bersama, latar belakang penulis di YPTD itu sangat kaya.
Karena mereka datang dari berbagai latar belakang apa pun yang ada dalam kehidupan sosial.
Namun, karena kerendahan hati dari Bapak TD, semua penulis menjadi satu dalam semangat mengobarkan api literasi hingga pelosok nusantara.
Semangat humanisme ini menjadi kekuatan YPTD di era digital.
Karena manajemen dan kepemimpinan yang visioner dari Bapak TD mampu menyatukan perbedaan itu.
Hal demikian nampak dalam relasi yang terjalin antar penulis, baik secara online maupun offline.
Puncak kemesraan itu pun tercipta di HUT YPTD yang ke-2 yang berlangsung di aula serbaguna lantai 4, Perpustakaan Nasional RI, Sabtu (20/8/2022).
Jangan Biarkanlah Kemesraan Ini Berlalu Begitu Saja
Kemesraan dalam Kopdar YPTD dan Kompasianer meninggalkan puing-puing kerinduan bagi sahabat literasi yang hadir saat itu.
Karena kerinduan untuk bertemu dan bertukar pikiran antar penulis menjadi kenyataan.
Saya melihat ini sebagai keniscayaan. Ya, karena semesta telah menyediakan waktu dan tempat terbaik melalui perantaraan Bapak TD, Opa Tjiptadinata Effendi beserta keluarganya masing-masing.
Sayup-sayup rindu kian membara penulis untuk kembali mengulangi kebersamaan itu.
Ya, begitu pun dengan penulis yang lain.
Saya pun mengakhiri coretan ini dengan menyampaikan terima kasih kepada Bapak TD dan sekekuarga untuk segala kebaikannya.
Bila ada rindu, temukan saya di rumah literasi www.tafenpah.com
Jakarta, 27/8/2022
Fredikus Suni
Bangga dan senang menjadi bagian dari buku ini. Ikut menulis dalam buku ini dan merasa terhormat diberi kesempatan menjadi moderator pada acara bedah buku ini. Terima kasih Ayahanda atas kesempatan menulis dan jadi moderator yang Ayahanda beri pada Elok .