
Memasuki bulan Februari, tepatnya tanggal 15 Februari 2023 adalah kali ketiga aku hidup tanpa adanya sosok ibu. Sebelumnya, ibu memang sudah sakit diabetes dan hipertensi. Saat gula darah ibu naik, ibu sering merasa lemas dan tanpa tenaga. Kadang pula ibu sering merasa pusing akibat tekanan darah yang selalu naik.
Aku beserta ketiga kakakku, sering mengantar Ibu kontrol ke RSUD Adjidarmo Rangkasbitung secara bergantian supaya semua anak memiliki tanggungjawab untuk mengantar ibu berobat. Itulah bakti anak terhadap orang tua yang sedang sakit.
Sebelum meninggal, ibu sempat terjatuh. Tulang pinggul ibu retak dan harus menjalani operasi pemasangan pen di sekitar paha dan pinggul. Ibu sempat tidak bisa berjalan selama pasca operasi dan beberapa bulan kemudian ibu dapat berjalan dengan menggunakan bantuan tongkat.
Hal tersebut tidak berlangsung lama, karena memasuki bulan Februari, kondisi kesehatan ibu mulai menurun. Ibu sempat dibawa ke Puskesmas Cipanas dan di sana ibu masih sadar dan diberikan penanganan. Petugas medis meminta kami untuk membuat ibu terjaga dan tidak boleh tertidur. Namun, keadaan berkata sebaliknya. Ibu tertidur pulas dan memasuki masa kritis. Ibu dirujuk ke RSUD Adjidarmo Rangkasbitung dan mendapatkan penanganan di IGD sebelum ibu dipindahkan ke ruang ICU. Selama ibu di ICU ibu harus transfusi darah. Betapa hancurnya hati ini sebagai anak, tidak ada satupun dari kami yang bisa mendonorkan darah saat itu.
Kak Agus saat itu tidak bisa menjadi pendonor karena efek meminum obat warung. Teh Ncih, semalaman bergadang di ICU menemani ibu dan darahnya juga tidak bisa didonorkan. Teh Enur saat itu anaknya masuk RS dan golongan darahnya adalah O sedangkan ibu darahnya B. Sementara aku sedang mengalami masa haid jadi tidak bisa melakukan transfusi juga.
Untungnya, ada Uda Ajis Pangkas Rambut Prima dan Kak Aom yang bisa mendonorkan darahnya untuk diberikan kepada ibu. Saat mendapatkan transfusi darah, kondisi ibu tak jua membaik. Hingga akhirnya, pukul 02.00 WIB, ibu meninggal di ruang ICU.
Setelah melakukan administrasi dan mengurus jenazah ibu untuk dipulangkan, selang satu jam bunyi sirine ambulance terdengar di depan rumah. Jenazah ibu tiba dan langsung diletakkan di pertengahan rumah. Aku langsung mencium kaki ibu seraya memohon maaf karena belum bisa berbakti. Aku sangat menyesal tidak menjadi anak berbakti karena tidak bisa membantu ibu mendonorkan darahku disaat ibu membutuhkannya.
Menjelang pagi, tiba waktunya jenazah ibu dimandikan. Ayah, aku, dan ketiga kakakku saling bergantian memandikan jenazah ibu untuk yang terakhir. Usai melewati pemakaman ibu, aku merasa tidak percaya, mengapa ibu pergi secepat itu.
Aku masih belum bisa menerima kenyataan bahwa ibu memang telah pergi untuk selamanya. Aku masih berharap ini semua hanya mimpi dan ibu masih ada di sini. Namun, semua itu hanya ilusi. Ibu telah dimakamkan di sebelah nisan kakek dan nenek.
Bagiku, ibu adalah sosok wanita tangguh yang telah berjuang membuat diriku lulus hingga menyandang gelar sarjana pendidikan. Aku menyesal belum bisa membalas jasa dan kebaikan hati ibu yang telah memberikan pendidikan yang layak hingga aku bisa memenuhi permintaan ibu menjadi seorang guru.
Terima kasih ibu, berkat doa dari ibu akhirnya aku bisa menjadi ASN PPPK. Mungkin, tanpa anjuran ibu, aku tidak akan mungkin masuk sekolah keguruan dan menjadi guru honor di Ponpes Mahida selama 12 tahun lamanya. Semoga ibu mendapat surga terindah Ya Allah. Amin.
Akhirnya, aku bisa melewati tantangan Karena Menulis Aku Ceria(KMAC) pada hari ke-8 yang dilaksanakan penerbit YPTD. Ini kisahku, mana kisahmu?
Salam blogger inspiratif
Aam Nurhasanah

#DAY8
#KMAC
#KarenaMenulisAkuCeria
#YPTD
#Sabtu,18Februari2023