Foto Selamat Datang Ciboleger |
Komunitas Blogger Lebak atau disingkat KBL adalah salah satu Komunitas menulis yang menggunakan media blog sebagai ekspresi jati diri. Komunitas ini hadir menjawab tantangan Pak Supadilah, yang ingin menghimpun penulis blogger Lebak, supaya lebih bersinergi dalam menggaungkan Literasi di Lebak. Komunitas ini dibentuk pada tanggal 10 Agustus 2021 dan saya adalah foundernya.
Hal pertama yang saya lakukan adalah membentuk grup KBL, mengundang teman-teman blogger Lebak, dan menjadikan admin sebagian anggota supaya bisa menambahkan teman-teman penulis Lebak, yang lebih dulu terjun dalam dunia literasi seperti Pak Asep Kurnia.
Pak Asep Kurnia(Askur) Kepsek SMPN 1 Bojongmanik Leuwidamar |
Sejak diundang ke dalam grup, Pak Asep Kurnia sering membuat tulisan Suku Baduy dengan segala kearifan lokalnya yang memikat dunia. Beliau mengundang dan menantang KBL untuk menulis tentang Baduy sebagai salah satu kearifan lokal kebanggaan menjadi Warga Kabupaten Lebak. Secara sontak, kami menerima tantangan Pak Askur(baca:Asep Kurnia), tepatnya Rabu, 20 Oktober 2021.
Dikediaman Pak Askur |
Definisi Saba dalam KBBI adalah berkunjung atau mengunjungi suatu tempat. Saba Baduy artinya mengunjungi Suku Baduy. Sebelum berangkat, kami mendata siapa saja yang ikut. Ada 4 orang yang menggunakan sepeda motor antara lain Pak Dadang (alumni ketua BM 17), Pak Dian (peserta baru BM 21), Bu Pipit dan bebepnya (Pak Irfan). Saya, Bu Fitri, ikut mobil Ambu Tini dan yang menjadi juru kemudinya adalah suami ambu tercinta.
Ambu Tini Bergaya |
Suku Baduy adalah sebuah suku sunda asli
Jujur, ini adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di Kp. Ciboleger, tempat kediaman Pak Askur dan tempat etnis Suku Baduy yang semakin viral dengan segudang daya tariknya. Kami berangkat pukul 08.00 WIB dan tiba sekitar pukul 09.00 WIB. Sebelum kami berangkat ke Suku Baduy, Pak Asep memberikan suntikan motivasi, dengan memberikan buku “Masa Depan Suku Baduy.” Pak Askur tidak lupa memberikan quotes yang berbeda kepada saya dan 4 penulis blogger lainnya.
Kenang-kenangan dari Pak Askur |
Pak Askur memberikan quotes, “BUKU ITU CERMINAN BERAPA BANYAK POTENSI DAN KOMPETENSI YANG DIMILIKI PENULIS.” Quotes ini sangat menampar kedua pipi saya. Seakan diberi suntikan semangat yang berapi-api. Seakan memberikan harapan baru bahwa saya sudah berada di jalan yang benar dan tidak tersesat.
Quotes Penyemangat Penulis dan Pemerhati Suku Baduy. Masa Depan Suku Baduy Karya Pak Asep Kurnia(Dokumenter Warisan Suku Baduy dan tidak diperjual belikan)
Setelah semua penulis mendapatkan suntikan motivasi dari penulis hebat, kami disambut dengan sajian hidangan seafood udang yang menggugah selera. Saking nikmatnya, lupa tidak terfoto. Hehehe. Tapi dalam hati memang bersorak ria karena belum sarapan pagi. Pak Askur seperti tahu saja nih kalau saya belum “nyarap”. Ambu Tini dan Bu Fitri pun sepertinya senasib dengan saya, karena pas mau beli bubur di Kampung Malangnengah, eh buburnya habis. Jadi Cuma beli makanan ringan berupa roti beserta camilan lain seperti kuwaci. Tak lupa air putih mineral takut kehausan saat berpetualang nanti.
Usai menyantap hidangan yang disediakan Pak Askur, kami baru diajak untuk mengeksplorasi etnis baduy. Di mulai dari berfoto di tugu selamat datang di terminal Ciboleger, di depan plank pintu masuk Suku Luar Baduy, dan di depan pintu masuk Baduy Luar.
Saat tiba memasuki pintu masuk Baduy Luar, kami melihat beberapa poster seperti tamu wajib lapor mengisi buku tamu dan 23 tata tertib saat pengunjung memasuki Suku Baduy.
Pos 1 Kadu Ketug |
Ada sarana mencuci tangan yang sudah disiapkan dipintu masuk da nada plank yang berbunyi, “MENJADI BIJAKSANA ADALAH DENGAN MENJAGA LINGKUNGAN INI TERBEBAS DARI SAMPAH.” Hal ini berati, semua pengunjung dilarang membuang sampah sembarangan dan menjaga kelestarian alam. Sehingga mewakili motto hidup pikukuh Baduy, “Gunung ulah dilebur, alam ulah dirusak,” yang artinya gunung jangan dihancurkan dan lembah sebagai penampung air itu jangan dirusak.
Kp. Kadu Ketug 1(Baduy Luar) |
Ada tiga istilah yang digunakan di sini yaitu luar baduy, Baduy luar, dan Baduy dalam. Saat Pak Askur berada di depan batas Kp. Kadu Ketug 1, itu artinya kita berada di luar Baduy atau di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Saat kita menginjakan kaki di Kp. Kadu Ketug 1, itu artinya kita sudah memasuki etnis Suku Baduy Luar.
Di Kp. Kadu Ketug 1 mulai terlihat pemukiman penduduk dengan istilah Nyulah Nyanda ( Menghadap ke Utara Selatan) dengan filosofi semakin ke Selatan semakin suci. Atap rumahnya terdiri dari ijuk, penyangganya dari tihang kayu, dindingnya berupa bilik dari bambu, sudah memiliki pintu dari kayu dan memiliki gagang pintu. Dinding bilik bamboo sebagian dipernis sehingga berwarna dan tidak memiliki jendela. Masak masih menggunakan kayu bakar dan tanpa cerobong asap dengan harapan asap dari kayu akan menguatkan penyangga rumah dan mengusir serangga/ rayap. Rumah adat berupa rumah panggung sebagai sarana pergantian udara karena rumah tidak memakai jendela. Istilahnya ada golodog(pijakan), sosongko(teras), dan imah.
Rumah adat Nyulah Nyanda(Menghadap Selatan)
|
Kalau di baduy dalam, rumah adat baduy harus satu pintu yang berarti istrinya harus satu dan tidak boleh berpoligami, kecuali istrinya meninggal maka bolehh menikah lagi. Setelah itu Pak Askur melihat satu muridnya, Nunuz. Blogger Jakarta yang mendapat gelar doktor S3 karena melakukan riset mengangkat etnis Baduy. Kami lalu berfoto bersama.
Aku(kiri), Pak Askur, Nunuz, Bu Pipit, Bu Fitri, Ambu Tini(kanan) |
Di Kp. Kadu Ketug 1 ada satu rumah yang posisinya lebih tinggi yaitu rumah Kepala Desa Kanekes yang bernama Jaro Saija. Rumah dinas tersebut dibuat lebih tinggi dengan filosofi semakin tinggi rumah, berarti jabatannya lebih tinggi. Usai mengunjungi rumah dinas Jaro Saija, petualangan dilanjutkan ke Kp. Cipondoh. Di sana, kami melihat para ambu(wanita dewasa/sudah menikah) menenun kain sambil menawarkan jajanannya.
Ambu Dewi, sedang menenun menggunakan mesin tradisional |
Ambu Dewi, wanita berparas cantik seperti bidadari. Kulit yang putih, asri, dan tanpa efek kamera, sangat memesona. Saat melihatnya memintal kain tenun, saya bertanya tentang berapa lama proses pembuatan satu buah kain. Ternyata, satu buah kain selesai dibuat dalam waktu 2 minggu. Harga satu kain bisa sampai 200-250 ribu tergantung besar dan ukurannya. Wanita Baduy mempunyai kewajiban untuk bisa menenun yang keahliannya diteruskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Selain kain tenun, ada juga gantungan, gelang, dan jahe yang dijejerkan dan ditawarkan kepada pengunjung.Setelah melihat kecantikan Ambu Dewi, kami berhenti di sebuah pemukiman penduduk. Di sana ada Abah Kardi yang menjelaskan perihal kalender Suku Baduy antara lain Safar(Januari), Kalima, Kaenam, Katujuh, Kadalapan, Kasalapan,kasapuluh, hapid lemah, hapid kayu, kasa, karo, dan katiga. Dalam kalender Suku Baduy ada istilah bulan larangan yang jatuh pada bulan kasa tanggal 17(kawalu tembey), karo tanggal 18(kawalu tengah), dan katiga tanggal 19(kawalu tutug). Pada bulan ini Suku Baduy wajib berpuasa dan tidak menerima pengunjung dari luar.
Abah Kardi dan Ambu Kardi
|
Setelah mendapat informasi tentang kalender Suku Baduy, kami melanjutkan perjalanan di Kp. Kadu Ketug 3. Di sana kami disuguhi jejeran leuit yang merupakan simbol ketahanan pangan masyarakat Suku Baduy. Setiap pasangan baru yang telah menikah diwajibkan memiliki satu leuit untuk menyimpan padi. Salah satu pertanian di sini adalah ngahuma, atau beras huma yang di tanam di ladang dan padi huma tidak memiliki banyak air sehingga kuat hingga mencapai ratusan tahun dan menjadi makanan pokok yang digunakan sampai sekarang.
Leuit, ketahanan pangan Suku Baduy |
Setelah melewati proses Puasa Kawalu, mereka buka puasa dengan memakan daun sirih dan gambir. Ritual diakhiri dengan Ngalaksa atau aktivitas saling berkunjung dengan membawa hasil bumi/ hasil ladang. Kemudian akan dilanjut dialog budaya berupa event Seba Baduy yang artinya menyerahkan hasil bumi kepada Bupati Lebak dan Gubernur Banten. Suku Baduy dalam dan Baduy Luar jalan kaki untuk mengantarkan hasil bumi.
Perjalanan KBL pun di akhiri sesi video Tanya jawab yang isinya mengulas kembali informasi yang telah dijelaskan oleh Pak Asep Kurnia. Simak yuks videonya.
Di akhir perjalanan bertemu dengan Kang Aden, Youtuber Kinemaster dan pemandu wisata ke Saba Baduy. Tidak lupa berfoto sejenak dengan Abah Adel yang hebat, semoga bisa nular kehebatannya dalam memperkenalkan kearifan lokal Suku Baduy.
Bersama Abah Aden
|
Meskipun kami hanya melewati 3 Kampung Suku Baduy Luar, kearifan lokal dan pikukuh adat sangat kenal sekali. Cagar budaya yang harus dilestarikan sebagai Destinasi Kultur Budaya yang amat memesona. Perjalanan ini sangat menyenangkan. Selain mendapat informasi penting tentang Suku Baduy, yang ternyata disebut Kanekes dan Rawaian(karena ada jembatan dari akar yang merambat ke atas), Masyarakat Baduy hanya mengakui Baduy adalah kampungnya dan Kanekes adalah nama desanya.
Komunitas Blogger Lebak, siap menjadi penerus dan pegiat literasi asli Lebak yang siap menjadikan Suku Baduy menjadi Cagar Budaya yang terdokumentasi dalam bentuk buku antologi yang ditulis dengan hati dan mengabadikan momen kebersamaan penulis blogger Lebak. Harapan ke depan, semoga makin banyak putra putri bangsa yang mencintai budaya lokal yang berusaha menjaga dan melestarikannya hingga menjadi aset dan omzet negara dalam dunia pariwisata mancanegara.
Salam blogger inspiratif
Aam Nurhasanah
KMAC DAY 18