Bayang Ketakutan (5)
Oleh: Aidi Kamil Baihaki
Entah pada hari apa tepatnya, Aurel menelpon dan memberitahukan kebutuhan dana untuk mendaftar ujian STIFin. Entah juga apa itu STIFin.
Karena saya menangkap kesan Aurel sangat greget ingin mengikutinya, saya mengabulkan meskipun uang yang dibutuhkannya tergolong besar, Rp. 500.000.
Sebulan kemudian barulah saya tahu tes apa yang diikuti Aurel. Dia menunjukkan sertifikat yang tercetak bolak-balik.
Pada halaman depan tercetak nama pemilik sertifikat dan data-data pribadinya, serta seluk beluk tentang tes STIFin dan penemunya. Di halaman sebaliknya, tercantum gambaran hasil tes Aurel.
Beberapa keterangan yang saya baca berkaitan dengan hobby, watak, minat, dan prediksi profesi yang sesuai di masa depan. Tapi tentu saja itu akan bisa berubah berdasarkan perkembangan kognitif dan motorik yang bersangkutan.
Di antara informasi itu saya membaca bahwa karir yang sesuai dengan Aurel diantaranya; wartawan, penulis, reporter, penerjemah dan lain sebagainya.
STIFin merupakan semacam tes untuk mengetahui kondisi karakter. Mirip dengan tes psikologi untuk mengetahui minat dan bakat seseorang dengan cara ilmiah, dan hasilnya yang bisa dipertanggungjawabkan.
Suatu kali isteri saya menanyakan tentang Iqra’ pada saya. Itu setelah dia mendapat kabar Aurel mengikuti tes / ujian Iqra’ saat puterinya menelpon. Saya pun mencari tahu apakah Iqra’ itu.
Berdasarkan keterangan dari guru-gurunya. Ternyata Iqra’ adalah nama majalah yang dikelola dan diterbitkan oleh lembaga SMPNJ di mana Aurel bersekolah.
Saya mendapat kesempatan untuk menanyakan langsung pada Aurel tentang tes Iqra’ yang diikutinya.
Aurel menjelaskan bahwa dia melamar untuk menjadi bagian dari kru majalah Iqra’. Tes yang dilakukannya adalah melakukan wawancara terhadap salah satu guru yang ditunjuk panitia perekrutan. Aurel kemudian menuliskan hasil wawancaranya berbentuk laporan.
Demi Tuhan, saya bisa membayangkan betapa nervousnya melakukan sesuatu yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya. Hati berdebar, salah tingkah, gugup, salah ngomong dan sejenisnya. Entah bagian mana yang telah dialami Aurel. Mungkin beberapa saja, atau bahkan mungkin semuanya.
Tapi kali ini saya sudah sangat yakin atas anugerah Allah yang diberikan pada Aurel. Puteri saya ini sudah mampu membunuh bayangan ketakutan, yang di masa lalu selalu menghantui setiap kehendak untuk merasakan pengalaman baru. Bayangan ketakutan yang selalu berhasil menghentikan langkahnya, bahkan sebelum sempat langkah itu dimulai.
Selamat, Aurel!
Ayah membanggakanmu, dan kamu sudah membanggakan ayah.
Semoga Tuhan memberimu kemantapan niat dan langkah untuk mengukir sketsa masa depan dan mewujudkannya. Amin!