Kemuliaan dan Penyempurnaan Akhlak

KEMULIAAN DAN PENYEMPURNAAN AKHLAK

Bisa dikatakan hampir setiap agama kemuliaan akhlak/budi pekerti menjadi hal fundamental yang diajarkan. Begitu juga dalam Islam, sehingga Allah utus Muhammad Rasullullah Sallallahu Alaihi Sallam untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak umatnya.

Seperti Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku diutus Tuhan tidak lain hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.”

Artinya, akhlak menjadi perhatian Allah secara khusus, sehingga sengaja mengutus seorang Rasul yang dirahmati-Nya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak umatnya.

Sebagai Yang Maha Tahu dan Maha Berkuasa terhadap semesta alam ini, Allah sudah mengetahui kalau yang akan merusak alam beserta isinya adalah akhlak dan perilaku manusia.

Pada kenyataannya memang demikian. Setelah Rasullullah SAW dan para sahabat wafat maka tanggung jawab itu diwarisi kepada para Ulama dan orang-orang yang mewakafkan ilmunya untuk kepentingan umat, bukanlah orang-orang yang menafkahi hidup menjual ayat.

Seharusnya kita tidak lagi menghadapi krisis akhlak, kalau saja tongkat estafet Rasullullah SAW dan para sahabat tidak tergradasi oleh golongan yang tidak lagi fokus dalam penyempurnaan kemuliaan akhlak, yang lebih kepada hal-hal yang tidak substantif.

Betapa susahnya kita membangun persaudaraan sesama muslim, sehingga yang menonjol justru perselisihan akibat perbedaan pandangan, afiliasi mazhab dan sekte, afiliasi politik, afiliasi ormas, dan lain-lain.

Maka tidak aneh jika ada yang menyatakan betapa sulitnya mengamalkan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Kita beragama, tapi kadang kita tak berakhlak. Ujian terberat kita sebagai umat manusia adalah ujian yang menyangkut akhlak.

Semakin mendekat kepada Allah, maka semakin diuji akhlah dan perilakunya. Banyak yang gagal mempertahankan akhlak hanya karena godaan syahwat. Beratribut agama namun miskin akhlak, sehingga merusak marwah agama.

Dikutip dari sebuah artikel Zuhairi Misrawi, seorang Cendikiawan Muslim,

Padahal Rasulullah SAW sudah mewanti-wanti kepada umatnya bahwa keimanan seseorang akan dianggap paripurna jika ia mampu berakhlak mulia dalam hidupnya.

Para ulama mendefinisikan iman bukan hanya sekadar denyut hati, tapi juga sebuah tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Puncak dari iman adalah akhlak.

Rasulullah SAW senantiasa mengingatkan kita bahwa hakikat Islam adalah berkata jujur, menjunjung integritas, silaturahmi, hidup rukun, serta menjauhi perpecahan dan pertumpahan darah.

Di sini, titik tekannya adalah pada akhlak yang akan mampu membangun jembatan persaudaraan dalam konteks yang luas, baik keislaman (ukhuwwah islamiyyah), kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah), maupun kemanusiaan (ukhuwwah insaniyyah). Karena itu, para ulama Nahdlatul Ulama sangat menggarisbawahi pentingnya akhlak.

Apa yang disampaikan Zuhairi diatas sangatlah benar. Substansi beragama pada dasarnya untuk memperbaiki dan penyempurnaan akhlak, karena akhlak dan perilaku tersebut merupakan representasi beragama.

Aji Najiullah Thaib

Tinggalkan Balasan