30. Bersemi

“Tadi saya terbentur meja di kamar pak, saat saya ingin mengobati abang bapak. Ada kekuatan yang maha dahsyat dari tubuhnya. Sehingga saya terpental.”

“Sebentar mas saya akan menghentikan darahnya yang mengucur. “ Pak Sumirat keluar rumah sejenak.

Saat kembali masuk, pak Sumirat membawa beberapa lembar daun jambu klutuk. Dikunyahnya daun jambu tersebut, lalu ditempelkannya di kening Matt Paten.

“Kebiasaan saya di sini, kalau mengobati luka seperti itu cukup dengan daun jambu klutuk.”

“Terima kasih pak, sebentar lagi saya akan mengeluarkan pengaruh mahluk yang ada di tubuh abang bapak. Mumpung dia masih tidak sadarkan diri.”

“Assalamu’alaikum.. “ sebuah ucapan salam terdengar di depan pintu masuk rumah pak Sumirat.

Laras muncul dengan membawa kopi dalam termos kecil dan cemilan dalam taperware. Melihat kening Matt Paten di tempel sesuatu, Laras kaget,

“Keningnya kenapa mas!!?” Laras segera menghampiri Matt Paten dan memasati luka di kening Matt Paten.

“Tidak apa-apa Laras, hanya lecet sedikit. Sudah diobati pak Sumirat kok.”

“Apa yang terjadi mas?” Laras sangat khawatir

Matt Paten menceritakan apa yang dialaminya saat mengobati abang pak Sumirat, dan dia jelaskan pada Laras,

“Sebelumnya saya sudah menduga Laras, bahwa akan ada perlawanan dari dalam tubuh pasien.”

“Mas mau gak aku obati? Aku ambil dulu obatnya di rumah.” Laras menawarkan diri, karena dia sangat khawatir dengan luka di kening Matt Paten.

Namun, Matt Paten menolaknya, “Tidak usah Laras, ini saja sudah cukup. Ini cukup ampuh untuk menghentikan darah yang keluar.”

“Kebiasaan saya di kampung ini begitu mbak Laras, kalau Cuma luka sedikit diobati pakai daun jambu klutuk.”

Matt Paten juga jelaskan pada Laras, bahwa proses pengobatannya abang pak Sumirat masih berlangsung,

“Kalau kamu mau melihat, sebentar lagi saya akan mengeluarkan mahluk yang ada di tubuh abang pak Sumirat.”

“Mahluk apa itu mas? Sosok mahluknya kelihatan gak? Kalau kelihatan, aku gak mau mas. Aku paling takut dengan hal-hal seperti itu. “

“Pak Sumirat tidak usah kaget kalau melihat abangnya muntah darah nanti, karena hanya dengan cara itu membersihkan apa yang ada di tubuhnya.”

“Baik mas, untungnya mas kasih tahu saya. Jadi saya bisa faham apa yang akan terjadi nantinya.” ujar pak Sumirat.

“Ohh ya Laras, sebaiknya kamu tidak perlu menyaksikan. Saya takut kamu tidak kuat, nanti kamu malah tidak bisa tidur.”

“Tapi, aku masih mau menemani mas di sini, gak masalah kan?”

Matt Paten sadar sekali kalau Laras selalu ingin berada di dekatnya, “Ya tidak masalah Laras, asal kamu tidak melihat proses mengeluarkan mahluk itu. Takutnya, akan mengganggu pikiran kamu.”

Matt Paten dan pak Sumirat beranjak menuju ke kamar belakang,
“Pak Sumirat temani Laras saja di luar, biarkan saya sendiri di dalam kamar.” pesan Matt Paten.

Abang pak Sumirat masih terkapar pingsan saat Matt Paten masuk ke dalam kamarnya. Perlahan-lahan Matt Paten menghampiri tubuh yang dibanjiri keringat itu. Matt Paten berjongkok di sisi tubuh yang hitam legam tersebut.

Matt Paten mengusap tangannya di sekujur tubuh pria yang terkapar pingsan. Sejenak kemudian, tubuh itu seketika bergerak dan Matt Paten berusaha untuk menghindar.

Matt Paten menengadahkan kedua tangannya, untuk bermunajat kepada Allah. Setelahnya, dia kembali mengusapkan kedua telapak tangannya. Namun, tidak menempel langsung ke tubuh abang pak Sumirat.

Kedua tangan Matt Paten mulai bergetar, tubuh Matt Paten mulai berpeluh. Wajah Matt Paten seketika menegang, saat mendapat perlawanan dari dalam tubuh yang sedang diobatinya.

Matt Paten menghela napas sejenak, “Ya Allah, jika engkau izinkan hamba menyembuhkan pria ini dari pengaruh roh jahat, tolonglah hamba untuk menjalankan amanah ini.” bisik Matt Paten.

Terlihat tubuh yang berada dihadapan Matt Paten menggeliat, dan membalikkan tubuhnya membelakangi Matt Paten. Sejenak kemudian dari mulutnya memuntahkan darah kental yang berwarna merah pekat.

“Alhamdullillah, terima kasih ya Allah atas segala kemudahan yang engkau berikan.” Gumam Matt Paten saat melihat abang pak Sumirat sudah memuntahkan darah yang meyesaki jantungnya.

Matt Paten keluar dari kamar dengan tubuh yang di basahi peluh. Melihat itu, Laras merasa tidak tega pada Matt Paten,

“Sini! Mas aku seka keringat kamu,” ajak Laras.

Matt Paten seperti terkuras tenaganya, wajahnya terlihat sangat lelah.
Laras menyeka keringat di wajah Matt Paten dengan penuh kasih,

“Mas.. Berat sekali ya pekerjaan yang barusan kamu lakukan? Wajah kamu sampai kuyu, aku gak tega melihat kamu mas.” ucap Laras sembari terus menyeka keringat Matt Paten.

“Laras, maaf saya tidak bisa membuka baju saya dihadapan kamu, karena kamu bukan muhrim saya.”

“Tapi, baju kamu sampai basah semua mas? Gimana dong? Kamu gak bawa baju salin ya?”

“Tidak apa-apa Laras, sebentar lagi saya pulang.”

“Aku tidak akan membiarkan kamu pulang sekarang mas, kondisi kamu masih lemas begitu. Aku antar kamu ya?”

Laras sangat mencemaskan keadaan Matt Paten.
“Benar juga begitu mas, biar saya yang membawa motor mas pulang. Nanti, pulangnya saya bersama mbak Laras.”

Matt Paten mengalihkan pembicaraan, “Pak Sumirat, In Shaa Allah abangnya sudah tidak ngamuk lagi. Sebentar lagi dia siluman.”

Laras menyeka keringat yang kembali membasahi wajah Matt Paten. Wajah Laras begitu dekat dari tatapan Matt Paten. Dia bisa mencium aroma pewangi tubuh Laras yang semerbak.

Sambil menyeka keringat di wajah sampai ke leher Matt Paten, Laras beradu tatapan dengan Matt Paten yang tengah menatap wajahnya,

“Mas mau ya aku antar pulang? Toh pulangnya nanti aku bisa bersama pak Sumirat. Mas tidak usah khawatir, aku tidak sendirian kok. “ bujuk Laras manja.

Matt Paten menganggukkan kepalanya, tidak ada alasan dia menolak tawaran Laras. Tenaganya sangat terkuras habis saat mengeluarkan segala kotoran yang ada di tubuh abang pak Sumirat.

“Aku senang mas mau menerima kebaikan aku, selama ini aku selalu menerima kebaikan dari mas.”

“Kalau saja saya tidak kehabisan tenaga, saya pasti tolak tawaran kamu Laras. Saya tidak ingin kebersamaan kita berdua jadi gunjingan orang.”

“Bagus dong mas, kan mereka menggunjing kita dalam hal yang positif. Mas keberatan digunjing karena dekat dengan aku?” selidik Laras.

“Pembicaraan soal ini kita lanjutkan di mobil saja ya, tidak enak dengan pak Sumirat.” ujar Matt Paten.

“Tidak perlu tidak enak pada saya mas, saya sudah dengar banyak cerita dari mbak Laras. Saya ini sehari-hari bekerja di rumah mbak Laras, Mas.”

Matt Paten baru tahu kalau Laras dan pak Sumirat itu sangat dekat. Rupanya Laras memberikan referensi pada pak Sumirat.

“Sebelum kita jalan ke rumah saya, sebaiknya bapak bersihkan dulu gumpalan darah yang ada di dekat tubuh abang bapak. Supaya, saat dia siuman tidak kaget melihat gumpalan darah tersebut. “

“Baik mas, saya permisi ke kamar belakang dulu ya kalau begitu.” Ujar pak Sumirat sambil beranjak ke kamar belakang.

Saat pak Sumirat ke belakang, Laras cerita pada Matt Paten,
“Pak Sumirat itu bekerja sebagai tukang kebuh di rumahku, Mas. Dia juga menjadi penjaga keamanan rumahku.”

Laras kembali menyeka keringat Matt Paten, sekali-kali dia mencuri pandangan untuk menatap Matt Paten.
Bersambung.

Tinggalkan Balasan