(Donyaning Bocah)
Tekad Anak Kambing Mungil
Penulis : Arfianto Wisnugroho
Benar yang dikatakan Pak Kuh, tetua kampung Kemb yang disegani. Pak Kuh sudah bertahun-tahun tinggal di kaki bukit Kemb. Disanalah sumber dari kehidupan kampung. Entah itu nyata atau hanya cerita kakek nenek dari generasi ke generasi. Tidak peduli dengan benar tidaknya cerita itu, Wed ingin sekali pergi menemui Pak Kuh. Bertanya tentang seluk beluk kampung hijau yang menjadi tempat tinggalnya sekarang.
Pagi itu Wed berlari sekencang yang ia bisa. Melewati jalan berbatu, meloncati parit yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah rumah penduduk di kampung. Sesekali Wed terjatuh karena tidak sampai kakinya ke ujung parit yang ia lompati. Meski demikian, Wed juga terhibur dengan hijaunya kampung Kemb. Hampir semua tumbuhan di desa tumbuh dengan subur. Selama ini juga tidak pernah ada bencana yag terjadi di lingkungan tersebut.
Sampailah Wed di bawah kaki bukit. Ternyata tidak semudah itu untuk sampai ke tempat Pak Kuh. Semua yang sudah dilewati dari tadi hanyalah awal perjuangan menuju rumah tua yang dari tempat Wed sekarang berdiri hanya terlihat atapnya saja.
“Hmmm.. ternyata memang menguras banyak tenaga,” Wed berkata sembari melanjutkan perjalanan.
Sebenarnya ada dua jalan untuk menuju rumah Pak Kuh. Pertama adalah jalan yang dilewati Wed sekarang. Wed sengaja memilih jalan tersebut karena menurut cerita, jalan inilah yang mungkin bisa dilewati. Meski demikian Wed tidak berpikir semua akan mudah.
Setelah berjalan cukup lama, Wed merasa lelah. Seolah-olah jalan ini tidak berujung. Setiap Wed sampai pada suatu belokan, Wed merasa bahwa ia akan segera sampai. Tapi tidak demikian, hal yang sama selalu terjadi berulang. Wed mulai kehilangan tenaga. Meski ia selalu bisa melihat atap rumah Pak Kuh di setiap jalan, Wed tetap saja merasa masih jauh.
Kaki mungil Wed mulai lemas. Rasa kantuk juga datang karena kelelahan. Jalan Wed juga sudah sempoyongan. Tenaganya terkuras. Hingga akhirnya…!
“Bruk…!” Wed terjatuh di dekat pohon asam.
“Huh,,,” desah Wed.
“Apapun yang terjadi, aku harus sampai,” suara Wed terdengar lirih.
Beberapa saat kemudian terdengar suara kaki yang mendekat. Wed tidak tahu pasti suara apa itu, yang ia tahu kalau suara itu mirip hentakan kaki kuda yang melaju dengan cepat.
“Throk, tok.. throk, tok… throk, tok…!”
Tiba-tiba saja Wed melihat seekor Kerbau yang sangat besar, terikat sesuatu seperti gerobak di belakangnya. Kerbau tersebut berhenti tepat di samping Wed.
“Hai Wed, naiklah ke gerobak di belakangku. Akan kuantar ke tempat yang ingin kamu tuju,” kata kerbau tersebut kepada Wed.
Tanpa pikir panjang Wed naik ke gerobak tersebut. Wed akhirnya sampai di tempat tujuan, rumah Pak Kuh.
Pesan moral :
Jangan pernah menyerah, berusahalah sekuat tenaga. Yakinlah bantuan akan ada saat kita sudah lelah dalam usaha.