Coretan Tanpa Bekas
Antara Pembeli dan Penjual di Pasar Itu
Oleh: Arfianto Wisnugroho
Pengunjung berdatangan dari berbagai arah. Semua tempat parkir sudah hampir penuh meski baru pukul 07.00 WIB. Mas Nyentrik berjalan berkeliling, mengunjungi semua kawasan sebuah pasar di dekat rumahnya. Sebuah pasar tradisional yang beroperasi dua kali setiap lima hari. Kalau diperhatikan setiap minggu bisa sampai lima hari. Hal itu dikarenakan waktu operasional pasar berdasar hitungan kalender Jawa. Pembagian tempat di pasar itu sudah rapi. Ada tempat khusus hewan dan khusus makanan. Tempat untuk hewan masih dibagi dua, yaitu untuk unggas dan untuk hewan mamalia. Sedangkan untuk makanan juga sudah dibagi meski masih sedikit bercampur untuk jenis makanan, bahan mentah, peralatan rumah tangga, pakaian, dan yang lainnya.
Hari itu mas Nyentrik hanya ingin berjalan-jalan. Sudah lama ia tidak berkunjung di pasar tradisional itu. Rasa kangen akan keadaan pasar yang penuh kerumunan sangat besar. Setelah mengitari hampir semua tempat, mas Nyentrik duduk di salah satu kedai. Berbagai jenis gorengan tersedia di kedai tersebut.
“Teh hangat Mbok…!” Mas Nyentrik meminta pada pemilik kedai.
Tidak lama kemudian datang seorang Ibu-ibu tua dengan satu gelas teh hangat. Mas Nyentrik duduk santai sambil menikmati suasana pasar. Mas Nyentrik membayangkan bagaimana orang-orang di pasar melakukan transaksi. Paling tidak seperti yang baru saja ia lihat saat berkeliling pasar. Ia melihat berbagai situasi orang yang sedang melakukan jual-beli. Tentunya banyak hal yang menurutnya janggal. Bukan karena ada seseorang yang mencoba menipu atau memperdaya saat transaksi. Tetapi lebih kepada bagaimana mereka mempertahankan harga pada barang yang akan mereka jual atau beli.
Saat jalan-jalan mas Nyentrik mendapati seorang Ibu-ibu muda yang tidak pernah menawar barang yang akan dibeli. Ia tidak ragu bertanya berapa harga suatu barang. Saat penjual menyebutkan harga, ia langsung membeli sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Saking percayanya pada penjual, ibu tersebut tidak pernah menghitung atau menimbang ulang barang yang dibeli. Semua diserahkan ke penjual. Bahkan uang kembalian tidak pernah dihitung, langsung masuk kantong atau dompet. Waktu yang dibutuhkan ini disatu tempat belanja sangat singkat. Yang pasti jika barang yang dibutuhkan sudah dapat ia langsung pergi.
Ada juga seorang wanita muda yang begitu perhitungan saat membeli sesuatu. Ia akan menimbang atau menghitung ulang barang yang sudah dibeli. Bahkan uang kembalian yang tidak banyak juga dihitung ulang. Hal seperti demikian terjadi jika barang yang dibeli dikembalikan oleh penjual. Beda lagi jika ia sendiri yang mengambil barang yang akan dibeli. Ia akan memilih setiap barang yang akan dibeli dengan teliti. Wanita ini menghabiskan lebih dari sepuluh menit hanya untuk membeli seperempat bawang merah.
Beda lagi dengan seorang Ibu-ibu muda yang selalu memilih barang yang akan dibeli. Mas Nyentrik sempat melihat kalau ibu tadi selalu bertanya melebihi apa yang ia butuhkan. Seperti saat akan membeli bawang merah. Ibu tersebut bertaya terlebih dahulu harga barang lain seperti bawang putih, tomat, cabai, dan sebagainya. Jika tidak ada kecocokan harga ia akan pergi ke kedai lain untuk mencari harga yang lebih murah. Hal itu dilakukan sampai ia mendapatkan harga sesuai.
Disisi lain mas Nyentrik melihat beberapa penjual yang agak berbeda. Seperti penjual buah yang terlihat sangat perhatian pada barang dagangannya. Ia tidak mau barang yang ia jual hanya sekedar dipilih-pilih oleh pembeli. Jika ada pembeli yang hanya bertanya harga, ia menjadi sedikit sewot. Berbeda dengan penjual di sebelahnya, santun menanggapi pembeli. Jika ada pertanyaan dari pembeli ia jawab, meski tidak ada transaksi. Pokoknya ibu ini sangat santai.tidak ambil pusing dengan transaksi yang akan terjadi. Alhasil dua penjual yang bersebelahan itu terlihat berbeda dalam penjualan. Yang satu pembelinya sepi, satu lagi pembeli datang dan pergi.
Dari perjalanan mengitari pasar, mas Nyentrik menemukan berbagai jenis orang berbeda terkait kepercayaan. Terkadang ada rasa tidak percaya antara penjual dan pembeli saat melakukan transaksi. Dari pengalaman mas Nyentrik, pasar itu merupakan pasar yang murah dalam segi harga jual setiap barang. Dengan harga murah seperti itu saja masih ada orang yang merasa akan ditipu.meski demikian masih banyak juga mereka yang memberikan rasa saling percaya. Seperti yang pernah dialami mas Nyentrik. Saat mas Nyentrik membeli jeruk, penjual tidak memiliki uang kembalian yang cukup. Akhirnya penjual melebihkan kembalian nya dan meminta mas Nyentrik membayar kekurangannya saat kembali. Hal itu yang membuat mas Nyentrik tetap percaya pada penjual di pasar itu. Seperti Mbok-mbok pemilik kedai teh dimana mas Nyentrik sedang istirahat.
“Pasti Mbok ini juga baik dan percaya padaku!” Gumam mas Nyentrik sambil memegang gagang gelas.
Saat mas Nyentrik akan nyeruput teh hangatnya, ia mendengar suara Mbok-mbok pemilik kedai. “Harga teh hangat naik dua kali lipat ya mas..!” Tersentak, mas Nyentrik kaget, tidak percaya dengan apa yang dikatakan Mbok pemilik kedai. Melihat ekspresi mas Nyentrik, Mbok-mbok pemilik kedai menambahkan, “Bercanda, hehehe…!”