Seyakin Paijo

Coretan Tanpa Bekas

Seyakin Paijo

Oleh: Arfianto Wisnugroho

 

Di Daerah itu tidak ada angkutan yang akan membawanya sampai tujuan. Sedangkan waktu tempuh dengan sepeda motor sekitar setengah jam. 12 km tentunya bukan jarak yang biasa ditempuh dengan jalan kaki. Paling tidak di zaman yang serba cepat ini. Kendaraan umum terdekat bisa ditemui sekitar 2,3 km. Setelah itu naik bus selama hampir 1 jam perjalanan, tentunya karena harus transit, paling tidak dua kali. Semua itu adalah salah satu kesulitan yang dialami Paijo untuk dapat sampai ke kampus ketika motornya rusak. Terkadang ia harus naik sepeda onthel. Dengan mengandalkan genjotan kedua kaki, ia bisa sampai ke kampus sekitar 30-45 menit. Tergantung kecepatan, keuntungannya ya tidak terkendala bangjo (Lampu lalu lintas) dan bisa menikmati angin semilir. Tentunya sangat nikmat saat ngonthel dari rumah ke kampus, meski itu sepeda pinjaman.

“Lalu berapa lama hal itu biasa terjadi?” Tanya mas Nyentrik dengan polos.

“Ya tidak pasti, tergantung kemauan.” Jawab Paijo.

Mas Nyentrik terheran dengan jawaban singkat Paijo, mahasiswa di salah satu Universitas terkemuka di Yogyakarta. Bagi Paijo semua itu pilihan saja. Karena akan selalu ada hal lain yang dapat dipilih untuk berangkat kuliah. Seperti mengandalkan tebengan dari seorang teman. Meskipun nebeng merupakan hal yang juga tidak pasti. Mengingat jumlah teman yang ia kenal satu kampus dan satu jalur hanya satu mahasiswa, itupun tidak satu jurusan. Sebenarnya ada satu yang bisa dipastikan keberadaanya, hanya saja Paijo sungkan untuk nebeng. Maklum saja,teman tersebut perempuan. Masyarakat disekitar akan berkata yang tidak-tidak jika Paijo boncengan dengan perempuan. 

“Lalu bagaimana caranya nebeng? Apakah janjian dulu?” Tanya mas Nyentrik penuh semangat.

Paijo menjelaskan, saat nebeng ia cukup berada di pinggir jalan besar yang berjarak sekitar 500 m dari rumahnya. Dengan bermodal menenteng helm, Paijo memerlukan waktu dua menit untuk sampai di jalan raya tersebut. Disana ia dapat menunggu kalau ada teman yang lewat. Yang pasti harus jeli memperhatikan arah berlawanan menuju kampus. Karena seringnya nebeng, Paijo sangat mengetahui gaya teman mengendarai sepeda motor. Paijo mengetahui saat temannya mendekat dalam hiruk-pikuk banyaknya kendaraan yang lalu-lalang. Bahkan Paijo mengetahui dari jarak pandang yang cukup jauh bagi manusia. Saat teman yang akan ditebengi makin dekat, Paijo cukup mengangkat tangan setinggi ia bisa sebagai tanda kalau Paijo ada disana. Hal tersebut sebenarnya tidak pasti, karena Paijo tidak pernah tahu jadwal kuliah dari satu-satunya teman tersebut. 

“Wah, luar biasa kamu ini, lalu seberapa sering nebeng dengan teman? Bagaimana jika teman tersebut tidak berangkat? Bukankah waktu kuliah kalian juga tidak sama?” Demikian mas Nyentrik memberondong Paijo dengan beberapa pertanyaan sekaligus. Paijo tersenyum kecil sesaat sebelum menjawab pertanyaan mas Nyentrik. Karena pertanyaan tersebut merupakan bagian terpenting dari kisahnya dalam hal tebeng-menebeng.

Nebeng dengan cara seperti itu sudah sering Paijo lakukan. Ia pernah nebeng selama hampir sebulan selama kuliah. Ternyata Paijo sering mendapati teman tersebut tidak lewat saat ia tunggu. Tetapi entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja datang seseorang yang menawarkan tebengan kepadanya. Pernah Paijo sengaja menunggu teman tersebut, tetapi setelah hampir satu jam ia tidak kunjung datang. Sementara waktu kuliah hampir mulai. Namun dengan santai Paijo tetap berdiri dipinggir jalan untuk menunggu tebengan. Tiba-tiba datang seseorang yang ia kenal, tidak lain tetangganya, namanya Yuni yang juga teman kakaknya. Yuni adalah seorang pemuda yang bekerja sebagai tukang angkat-angkat. Saat itu ia bersama teman temannya akan menyetor batu-bata. Tidak disangka tempat tujuan Yuni ada disekitar kampus Paijo. Singkat cerita Paijo pergi ke kampus naik Truk batu-bata bersama Yuni dan teman-temannya. Karena Yuni, Paijo sampai ke kampus tepat waktu.

Entah apa yang ada di pikiran Paijo sampai bisa menjalani hal semacam itu. Tentunya masih banyak cerita Paijo yang lain saat menuju kampus hanya dengan bermodalkan helm. Dan semua sangat ajaib menurut mas Nyentrik. Yang menjadi misteri bagi mas Nyentrik adalah, bagaimana bisa ia begitu yakin akan apa yang terjadi. Paijo selalu optimis sampai kampus, kuliah bersama teman-teman mahasiswa lainnya. Hal demikian dilakukan Paijo berulang-ulang, tanpa tahu lagi seberapa sering ia melakukannya. 

Mas Nyentrik memutar otak memikirkan apakah hal serupa yang berkaitan dengan keyakinan pernah terjadi padanya. Ternyata memang benar, mas Nyentrik pernah mengalami hal serupa. Pada saat kejadian, ia juga sangat yakin akan dapat melewati permasalahannya.

“Oh.. Ternyata begitu..!” Mas Nyentrik menyimpulkan hasil pembicaraan dengan Paijo.

Menurut mas Nyentrik, segala sesuatu sudah ada yang mengatur. Meski kita memiliki pilihan, semua yang terjadi adalah karena kehendak dari yang diatas. Sehingga yakin pada yang diatas merupakan kunci bagi manusia. Yang penting kita ada usaha untuk sampai pada tujuan. Selama ini banyak orang yang risau akan suatu hal, meskipun ia telah mengupayakan sebaik mungkin akan hal tersebut. Tidak ada salahnya, karena kita memang manusia biasa. Tetapi tidak salah juga kalau usaha yang dilakukan dibarengi dengan keyakinan.

“Rezeki kita tidak akan pergi kok, kalau pergi ya berarti bukan rezeki kita dong.” Jawaban Paijo saat ditanya mas Nyentrik, “Bagaimana kalau ternyata tidak ada tebengan sama sekali?” 

Itu Paijo, “kalau kamu, kalian, anda, saudara, atau teman-teman bagaimana? Apakah seyakin Paijo?”

Tinggalkan Balasan