Ada Cinta di Mata Anakmu

Fiksiana, YPTD19 Dilihat


39 Bu Kanjeng

ADA CINTA DI MATA ANAKMU

Oleh : Sri Sugiastuti

Malam itu ada dua tamu istimewa di rumah Tiwik. Ketika tamu kedua datang tiba-tiba Tiwik kebelet BAB. Tentu saja ibu dan ayahnya yang menemui tamu tersebut jadi kesal dengan ulah Tiwik yang konyol.

“Mengapa dua makhluk itu datang di saat yang sama,” gerutu Tiwik.

“Dia itu tau, kalau aku ngga masuk sudah kirim surat izin lewat guru piket. Apa karena guru baru gitu, lalu dia mau tebar pesona di depan orang tuaku? Achh sebel. Gayanya aja di sekolah petentang-petenteng dan sok wibawa gitu. Ngapain lagi malam- malam bertamu di rumah orang.” Rasa kesalnya tak juga hilang.

“Bismillah, semua harus kuhadapi. Pak Ardani biar saja jadi tamu bapak ibuku. Aku mau ngobrol dengan Tutuko yang tadi siang jalan bareng. Ada kencan berikut mau ke toko buku Gramedia.”

Tiwik melempar senyum hambarnya ketika beradu pandang dengan Pak Ardani yang sedang berbincang dengan bapak ibunya. Ia kembali menemui Tutuko yang duduk di teras rumahnya.

“Aku pamit dulu ya, besok sore aku jemput di sekolah usai mengajar,” Tutuko meyakinkan Tiwik untuk kencan berikut.

Sejak putus cinta dengan pacarnya saat kuliah, Tiwik memang belum sepenuhnya membuka hati untuk mencari pengganti. Ia lebih fokus mengajar dan menikmati prosesnya menjadi guru muda yang menjadi idola murid- muridnya yang hampir sebaya. Mereka kelas 3 SMEA. Tak heran bila Tiwik sering dapat undangan saat muridnya ulang tahun. Tiwik memang guru yang gaul dan sangat perhatian dengan murid- muridnya.

Nah kedatangan Pak Ardani ke rumah Tiwik tanpa ada konfirmasi ini perlu dipertanyakan. Setelah Tutuko pamitan, terpaksa Tiwik bergabung ikut nimbrung ngobrol. Walaupun pikirannya melayang entah kemana. Ia hanya menyimak pembicaraan itu. Sambil sesekali mencuri pandang ke arah Pak Ardani.

“Oh jadi Pak Ardani punya 3 anak cowok. Istrinya meninggal 3 bulan lalu. Sekarang dia mau cari jodoh lagi” tegas Tiwik saat ibunya memberi sedikit informasi tentang Pak Ardani.

“Intinya kedatangan Pak Ardani ke rumah sekadar silahturahmi dan melamar kamu Wik,” tegas ibu

“What…? Ngga salah dengar?” Balas Tiwik

“Kamu pikir dulu ya, ibu ngga memaksa kok! Seandainya mau mengadakan pendekatan dengan anak- anaknya boleh. Atur saja waktumu.” tegas ibunya Tiwik bernada perintah.

Sejak Pak Ardani datang menemui orang tuanya. Tiwik lebih sering berkhayal dan berandai- andai.
” Apa mungkin aku menikah dengan duda beranak tiga? Lalu hubunganku dengan Tutuko bagaimana? Tetapi aku juga belum bisa menerima Tutuko begitu saja. Sepertinya Tutuko menutupi sesuatu dan aku juga mulai curiga. Apakah dia serius atau tidak menjalin hubungan denganku sampai ke jenjang pernikahan.”

Pembicaraan semakin serius saat adik Tiwik juga ikut mendukung agar Tiwik mengadakan pendekatan dengan Pak Ardani dan anak-anaknya. Terpaksa Tiwik mengikuti saran itu.

Suatu pagi Pak Ardani datang ke rumah Tiwik dengan kedua anak laki-lakinya, yang berusia 7 tahun dan 4 tahun. Mereka menyalami Tiwik dan tersenyum memperlihatkan giginya yang ompong. Karena gigi barunya belum tumbuh lagi. Begitu juga dengan yang berusia 4 tahun. Terlihat giginya yang gigis karena minum susu dengan botol.

Jantung Tiwik berdebar kencang melihat dua bocah lucu itu yang sudah tidak punya ibu. Ibunya meninggal saat melahirkan adik mereka.

“Ya Allah pasti mereka sangat kehilangan dan sedih. Tidak ada lagi peluk dan kasih dari seorang ibu. Apakah aku sanggup menggantikan posisi ibunya?” Otak Tiwik berpikir kencang.

“Yuk…, sudah siap ya! Kita jalan- jalan ke Monas ya.” ajak Pak Ardani.

Untuk pendekatan kali ini Tiwik sengaja mengajak adiknya Tita yang akan menjembatani bila ada kecanggungan diantara Tiwik, pak Ardani dan anak- anaknya.

Mereka menikmati bubur ayam dan nasi tim yang dijual di taman Monas. Tita mengamati gerak gerak Pak Ardani dan anak- anaknya. Ternyata mereka keluarga yang hangat. Banyak candaan yang keluar dari mulut mereka sambil menunggu nasi tim dan bubur ayam tersaji. Tita memanfaatkan kesempatan itu untuk menilai calon kakak iparnya.

” Ihhh…, kok beda banget ya gayanya saat dia di sekolah ketika berhadapan dengan guru dan muridnya? Hari ini Pak Ardani sikapnya terlihat sabar, melindungi dan melayani anak- anaknya dengan hangat. Bahkan rasa humor dan kebersamaan yang sangat terasa.” Tiwik seakan tak percaya dengan apa yang dilihat.

Tiwik mulai terhipnotis dengan sikap dua anak Pak Ardani. Mungkinkah ia juga bersimpati dengan bapaknya. Itu menjadi rahasia Allah.

Akhirnya tiba juga apa yang dikhawatirkan Tiwik. Ibunya meminta Tiwik segera memutuskan. Menerima lamaran Pak Ardani atau menolak.

“Bu, bila ada restu dari ibu, dan ini memang jodohku, aku siap. Tetapi bila ada ketidakcocokan di kemudian hari, Ibu, bapak dan adik-adik harus ikut tanggung jawab.” Jawaban itu meluncur begitu saja dari mulut Tiwik.

Pernikahan itu pun berlangsung pada tanggal 19 Oktober 1986. Usia Tiwik 25 tahun dan Pak Ardani berusia 36 tahun. Dua anak laki- laki Pak Ardani mendampingi mempelai yang baru saja ijab kabul. Mereka terlihat bahagia saat para tamu undangan ikut memberi ucapan selamat kepadanya.

“Ya Allah betapa maha Pengasih dan Maha Penyayangnya Engkau. Kau berikan aku amanah tiga orang anak yang saat ini sedang membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Tentu Kau punya rencana indah, mengapa Kau jodohkan aku dengan seorang duda beranak tiga yang ibunya meninggal saat melahirkan anaknya yang ketiga. Mampukan aku mencurahkan seluruh kasih sayangku kepada mereka. Aku baru mengenal Pak Ardani 4 bulan lalu. Hanya keyakinanku kepada-Mu yang menguatkanku menerima lamarannya.”

Sementara Tiwik tak kuasa menahan tangis saat acara sungkeman. Usai ijab kabul yang menyatakan bahwa sekarang ia sudah sah menjadi seorang istri sekaligus menjadi seorang ibu dari anak-anak suaminya. Naluri seorang ibu saat menatap kedua bocah telah meluruhkan hatinya agar menerima cinta Pak Ardani dan anak-anaknya.

Tinggalkan Balasan

2 komentar