Tentang keadilan, Lidahku berubah menjadi pedang Bola mata ingin menelan Tangan mengepal dalam perlawanan Amarah membumbung siap menantang Tentang keadilan, Ragaku terpercik api membakar Ingin memusnahkan segala rasa terpinggirkan Membunuh Selengkapnya
Penulis: Fatmi Sunarya
Sehari Dalam Pelukan Ibu
Kala masih sebagai bayi merah Dalam balutan kain yang masih meninggalkan bercak darah Aku hanya bisa menatap seorang perempuan muda Yang berlinang air mata Yang menciumi berkali-kali Kemudian, aku ditinggalkan Selengkapnya
Monolog Puisi Milik Diri
Puisi-puisi milik diri adalah kawan berkisah Kawan memeluk dalam sunyi nan gelisah Pena batin menggelepar jika tak bertinta Hampa, bak taman tak berbunga Pada puisi, aku berbincang penuh suka Tak Selengkapnya
Monolog Sebatang Pohon Kehidupan
Aku adalah sebatang pohon kehidupan Dari sebatang pohon tumbuh sepuluh dahan keberkahan Dari sepuluh dahan, bercabang seratus kemuliaan Lalu? Akan menjadi seribu ranting keagungan Dan akan kau nikmati buah kebaikan Selengkapnya
Bunga Ilalang dan Sabda Alam
Tuan, Aku ingin seperti karang Terhempas tetap tak tumbang Sayangnya, aku hanyalah pantai dilamun ombak gelombang Ikhlas dihempas arus pasang Tuan, Aku ingin menjadi mawar indah terpajang Decak kagum berkumandang Selengkapnya
Kita, Aksara, dan Puisi Abadiah
Suara parau merobek malam Teriak tak didengar langit kelam Raga lunglai dalam kepayahan Hilang, aku kehilangan Kehilangan kawan seperjalanan Tempat tawa pun cerita digelar dalam puisi-puisi berserakan Kita, terombang ambing Selengkapnya
Pesan Tanpa Titik
Sayap merpati mungkin hampir patah Mengarungi nirwana dengan lelah Pada samudera pun tlah kularung Terombang ambing ombak tak berujung Membawa berbaris pesan Apakah tersampaikan kepadamu tuan? Kepada tuan kulayangkan sebagai Selengkapnya
Desember dan Rasa yang Karam
Desember, akan kembali memeluk diri Sudah lama kita tak berada dalam satu sisi Berebut gelak tak henti Belum satu dasawarsa Tapi hampa begitu terasa Burung gereja sebuah pertanda Tak akan Selengkapnya
Monolog Hujan
Senja ini, aku bersandar pada dinding lapuk rumah tak bertuan. Menunggu hujan reda walau malam mulai berkelindan. Aku mulai berbincang dengan hujan. Sambil memandang ke langit kelam tanpa gumpalan awan. Selengkapnya
Menunggu Emak Menanak Nasi
Dua bocah duduk di dapur penuh jelaga Tungku dingin terdiam Hari sudah jam delapan malam Mereka menguap menahan kantuk mendera Beruntun tanya pada emak, bapak pulang jam berapa? Sebentar lagi, Selengkapnya
- Sebelumnya
- 1
- 2
- 3
- 4
- Berikutnya
Tidak Ada Lagi Postingan yang Tersedia.
Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.