Dikawal Paspampres Labura

Terbaru23 Dilihat

Bicara tentang kelahiran, tentulah menimbulkan rasa sukacita plus was-was. Tentu saja was-was, ketika hari perkiraan lahir (hpl) sudah lewat, namun si bayi belum juga lahir. Tiga tahun yang lalu, aku merasa was-was ketika mulai pagi hingga sore si menantu belum menunjukkan tanda-tanda mau melahirkan. Sesuai prosedur, maka persalinan harus ditangani di Puskesmas Pinggir Jati, sejauh 12 Kilometer dari Aekkanopan.

Jelang pukul enam sore, aku bertanya ke menantu, barangkali pingin makan bakso atau mie goreng?. Dijawablah, bahwa sangat pingin makan bakso. Segeralah si calon Tulang (saudara laki-laki menantu) membawakan bakso,  durasi 7 menit dengan kecepatan full. Usai menyantap bakso, ternyata tak juga bergerak, si bayi masih betah berlama-lama di dalam rahim ibunya.

Sekitar pukul 9 malam, kuhubungi sahabat sekaligus wali muridku, kebetulan beliau bermukim di Pinggir Jati. Tak berapa lama, bu Elvi sahabatku datang dengan barang bawaan selimut, bantal, plus ambal. Kuterpana, sebegitu kuat empati beliau terhadap kondisi kami yang masih menunggu kelahiran cucu dengan rasa was-was. Namun akhirnya kami harus bergegas, sebab malam semakin larut dan kuatir dengan minimnya dukungan peralatan yang ada di Puskesmas jika harus memilih secara Caesar.

Dengan menumpang minibus, akhirnya kami memutuskan kembali ke Aekkanopan. Sepanjang jalan kami terdiam, masih berpikir apa langkah berikutnya jika Rumah Sakit Umum juga tidak kondusif. Kulirik sekilas kedepan, putra bungsuku berboncengan dengan temannya, si Tulang juga bersama tiga temannya dengan dua motor lainnya. Dalam hati aku berpikir, ini si jabang bayi dikawal ketat ibarat Paspampres.

Akhirnya, diputuskanlah lahiran lewat meja operasi. Jelang pukul tiga dinihari, lengkingan dari arah ruang operasi terdengar, Kami semua terjaga, yang awalnya “tidur-tidur ayam” diatas bangku-bangku panjang di lobi Rumah Sakit, serentak bangkit. Tak satupun menampakkan wajah mengantuk, semua penasaran ingin melihat wajah si bayi. Perawat yang memangku si bayi memberi kesempatan bagi juru foto dadakan untuk membidikkan kamera gawainya berulang-ulang.

Penasaran dengan wajah si bayi? Ya, sebagai perempuan yang naik status dari ibu menjadi Oppung (nenek), kuamati wajah cucuku. Kening si bayi berkerut, alisnya melengkung setajam alis film kartun Zabogar sekitar tahun 1980-an. Hingga kini, kening berkerut menjadi ciri khas si bayi, yang hari ini genap berusia tiga tahun. Anehnya, karena tidak terbiasa merayakan hari lahir,aku bahkan lupa dengan hari lahir si cucu. Tetiba melihat stori wa ayahnya, ternyata si cucu yang hobi nonton Upin Ipin, kereta api, dan wheel on the bus habersde hari ini. Salam literasi dari bumi Kualuh, basimpul kuat babontuk elok.

Tinggalkan Balasan