Awal April 2021, saya dikenalkan sahabat virtual Heddy dengan sebuah kanal Ikatan Guru Indonesia ( IGI ). Kanal yang diberi nama Satu Guru Satu Pola Pembiasaan ( Sagusapop ) didirikan oleh sang founder Asep Gunawan. Dari sekitar 70-an kanal IGI, maka Sagusapop memberi warna tersendiri dalam dunia kependidikan. Jika kanal-kanal lainnya lebih fokus pada media, metode, dan berbagai teori keilmuan maka Sagusapop berpijak pada pola pembiasaan.
Lahir dari tangan dingin seorang lelaki humoris yang lebih dikenal dengan sebutan Kang Asep, Sagusapop memiliki ciri khas yang disebut dengan Tholabul ‘ Ilmi ’. Betapa tidak, setiap pagi usai subuh, agenda rutin adalah “ Ngaji Online Ba’da Subuh “ dengan 3 materi pokok yaitu: baca Qur’an, Podcast Hadits, dan belajar Iqra. Untuk kegiatan baca Qur’an diamanahkan kepada ibu Dr. Fenty dan Ustadzah Nurlaelah, podcast Hadits Ustadzah Rum’anah, Iqra langsung ditangani oleh Kang Asep dan Ustazd Salim.
Khusus untuk belajar Iqra ada fenomena unik. Murid semata wayang bernama Heddy Mochtariza yang lebih dikenal dengan sebutan Madame, memiliki semangat belajar yang luar biasa. Tanpa malu-malu dia mengeja huruf-huruf Hijaiyah walau dengan terbata, dengan bimbingan Ustadz dan Ustadzah yang super sabar. Tiada kesan malu atau minder, walau menurut dia masih kalah jauh dibanding saya yang belajar baca Qur’an setelah menikah. Sungguh, melihat ketekunan Heddy belajar merupakan hal yang langka dan menyentuh relung hati paling dalam. Tiada kata terlambat untuk memulai kebaikan, terutama menuntut ilmu yang paling berharga, yaitu membaca Al Qur’an.
Ngaji subuh online merupakan program andalan Sagusapop. Sesuai dengan moto “ Satu Guru Satu Pola Pembiasaan “, maka insan pendidik yang tergabung dalam wadah tersebut diharapkan mampu menjadi penyebar virus terutama kepada siswa. Jika seorang guru mampu melakukan pembiasaan yang berpola pada kebaikan secara terus menerus, maka siswa dapat termotivasi. Misalnya jika guru rutin melakukan sholat dhuha, inshaallah akan berhasil menggerakkan siswa untuk membiasakan ibadah tersebut.
Teramat banyak pola pembiasaan yang dapat ditularkan guru kepada siswanya. Mulai dari hal-hal ringan seperti membawa air minum dari rumah. Saya sebagai guru pengampu mata pelajaran Ekonomi, dikenal sebagai guru dengan bekal air minum dari rumah. Manfaatnya adalah air minum beserta wadahnya dapat saya buat menjadi media pembelajaran. Misalnya ketika tiba pada materi kegiatan konsumsi, maka saya mencontohkan minum sambil duduk. Maka ada dua pesan yang tersampaikan, yang pertama kegiatan yang saya lakukan disebut konsumsi, kedua minum harus duduk sesuai sunnah Nabi. Jadi, pola pembiasaan yang saya lakukan biasanya digabungkan dengan hal-hal lain.
Masih dengan topik air minum dari rumah, saya membuat kalkulasi biaya yang harus dikeluarkan siswa ketika membeli air minum di kantin sekolah. Biasanya saya kaitkan dengan pengertian ilmu ekonomi secara sederhana yaitu hemat. Maka, jika membawa air minum dari rumah, kita bisa berhemat Rp. 1.000/hari, kalkulasi satu bulan sebesar Rp. 26.000/siswa ( Dengan perhitungan hari belajar efektif 26 hari selama satu bulan ). Selanjutnya, bisa dikalkulasikan sendiri berapa besar biaya yang harus dikeluarkan siswa dalam 1 tahun. Selain itu, saya beri mereka pemahaman bahwa sampah plastik ( kemasan air minum ) sangat berbahaya karena tidak mampu terurai secara alami.
Pola pembiasaan lainnya adalah sarapan pagi dirumah. Belakangan ini sering saya temukan siswa yang menderita penyakit asam lambung. Selidik punya selidik, ternyata siswa tersebut tidak sarapan pagi, bahkan mereka punya pola sms ( sekalian makan siang ). Sungguh terlalu. Ya, mereka keterlaluan, tidak sayang pada diri sendiri, bahkan cenderung menyakiti fiisk. Bagaimana mungkin seorang siswa bisa tekun mengikuti pelajaran di sekolah jika perutnya kosong?. Logikanya, siswa berharap bapak atau ibu guru secepatnya meninggalkan ruang kelas supaya mereka juga secepatnya menuju kantin untuk mengisi perut.
Sebelum negara api menyerang, maaf maksud saya sebelum pandemi menyerang, sekolah tempat saya mengabdi memiliki jadwal ‘ Sarapan Pagi di Sekolah “ seminggu sekali. Seluruh siswa duduk rapi sesuai kelas masing-masing, kemudian secara bersama-sama menyantap sarapn pagi ditengah lapangan terbuka. Sungguh nikmat dan berkesan, Khusus untuk kelas asuhan saya, sesuai kesepakatan seluruh warga kelas, sarapan pagi kami dikelola oleh beberapa orang siswa, dengan memanfaatkan kas kelas. Sehingga, tidak ada alasan untuk tidak bawa sarapan pagi, terutama bagi anak laki-laki. Butiran-butiran kenangan itu tetap terpahat disanubari mereka walau kini telah berganti wali kelas.
Pola pembiasaan lain yang dapat kita terapkan sebagai guru adalah memberi apresiasi kepada siswa jika mampu mengerjakan tugas dengan baik dan tepat waktu. Tahun kedua Pembelajaran Jarak Jauh ( PJJ ) membawa sensasi baru buat saya. Setelah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh “ Wardah Inspiring Teacher “ ( WIT ) melalui pembelajaran campuran, maka beberapa kejutan kecil saya temukan.
Salah satu ilmu baru yang saya dapat dari WIT adalah bahwa sebagai guru, kita harus berempati kepada siswa. Kita juga harus membuka komunikasi untuk memberi pilihan, kapan tugas akan diserahkan, bagaimana cara mengerjakannya, dan seterusnya. Setelah metode ini saya coba, hasilnya menakjubkan. Sebagian siswa mengerjakan tugas dengan sangat baik sekali, rapi, tepat waktu, dan diberi hiasan berupa warna-warni yang memanjakan mata. Saya sampai bingung, mau dikasih nilai berapa? Iseng saya posting di media sosial, ternyata tanggapan netizen luar biasa, mereka beri saran kasih nilai 1000 ( seribu ).
Efek dari apresiasi terhadap tugas siswa yang sangat kreatif tersebut, siswa lainnya berlomba-lomba setor tugas dengan tampilan yang tak kalah bagusnya. Apalagi tugas-tugas tersebut saya buat menjadi stori wa, maka otomatis menjadi promosi langsung bagi siswa lainnya. Kesimpulan yang dapat saya petik dari hal tersebut adalah, perlunya pembiasan untuk beri apresiasi kepada siswa. Jika memang pantas untuk diberi penghargaan, maka hargailah hasil kerja keras mereka. Namun jika belum pantas diberi penghargaan, maka bersabarlah membimbing mereka tanpa mencela. Kelak, kita akan beroleh kebahagiaan tersendiri bila siswa kita nyaman belajar dengan kita. Sebisa mungkin hindari kalimat-kalimat yang memojokkan, apalagi merendahkan kemampuan mereka dengan memberi stigma bodoh, idiot, dan seterusnya.
Akhirnya, pola pembiasaan apapun yang kita tanamkan kepada siswa, ketika itu membawa pada kebaikan dan bermanfaat, jangan ditunda. Segerakan kebaikan-kebaikan yang bisa kita tebar kepada siapaun, dimanapun, kapanpun. Melalui Sagusapop kita bisa lakukan banyak hal, kita bisa berbagi ilmu dan tumbuh kembang bersama ( Sharing Together Growing Together ). Jadilah manusia yang bermanfaat bagi semesta. Salam literasi dari bumi Kualuh, basimpul kuat babontuk elok.