Saya yang Memalak

Hari ini ketika tengah duduk mencatat identitas siswa, saya dikagetkan dengan salah satu anak kelas IX. Guru BK sempat menitipkan anak itu sejenak ke guru yang ada di kantor. Kemudian, salah satu teman saya bertanya, “Kamu dipalak?”

“Bukan, Bu. Saya yang malak.” Jawab si anak.

Saya kaget mendengar jawaban tersebut. Biasanya Ketika anak berbuat kesalahan, ia akan berupaya menyembunyikan kesalahannya. Mengelak misalnya. Tapi, anak ini bahkan menolak dikatakan sebagai korban. Sebaliknya, ia menyatakan bahwa ia adalah pelaku pemalakan.

Sejujurnya, saya salut dengan anak tersebut. Meski tindakannya tak dibenarkan, tapi kejujurannya patut dihargai. Usai melaksanakan tugas mengajar, saya pun lalu menanyakan perihal anak tersebut.

Ternyata si anak pernah dipalak saat kelas 8, seribu dua ribu. Ia juga pernah memalak. Tapi hari ini, ia belum sempat menerima uangnya. Tak jadi.

Poin penting yang saya dapatkan dari anak tersebut adalah kejujuran. Terlebih, jujur telah melakukan kesalahan. Tak banyak orang yang mampu mengakui kekeliruannya. Saya pun demikian, rasanya tak mudah mengakui kesalahan. Butuh waktu.

Sepertinya saya masih harus banyak belajar. Orang pintar itu banyak. Tapi bila kepintarannya tak disertai sikap jujur … bisa bahaya. Pendidikan tak hanya transfer ilmu pengetahuan, karakter jujur juga mesti ditanamkan bahkan dipupuk dengan sebaik mungkin.

Tinggalkan Balasan