Selama mengikuti Pendidikan Guru Penggerak (PGP) sebagai pengajar praktik (PP), saya dan teman-teman maupun para calon guru penggerak (CGP) dibiasakan untuk melakukan refleksi.
Dalam pendidikan guru, jurnal refleksi dipandang sebagai salah satu elemen kunci pengembangan keprofesian karena dapat mendorong guru untuk mengaitkan teori dan praktik, serta menumbuhkan keterampilan dalam mengevaluasi sebuah topik secara kritis (Bain dkk, 1999).
Para CGP di Angkatan 3 bahkan harus membuat jurnal refleksi mingguan. Dalam jurnal tersebut, CGP dapat menuangkan perasaan, pengalaman, maupun gagasannya terkait pembelajaran. Begitu pula dengan PP. Setiap selesai melaksanakan tugas fasilitasi lokakarya maupun pendampingan, melakukan refleksi mandiri.
Dengan refleksi, peserta didik dapat memikirkan peristiwa yang dialaminya. Mengapa hal tersebut terjadi, hal-hal baru apa yang didapat, apa saja yang berbeda, apa yang dirasa. Tak hanya itu, melalui refleksi seseorang juga dapat memikirkan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan agar bisa lebih baik lagi.
Membiasakan diri membuat refleksi memang tidak mudah. Namun, bila sudah terbiasa, banyak manfaat yang bisa didapat. Salah satunya tentu saja karena kita dapat menjadi pembelajar seumur hidup yang mampu memetic hikmah dari setiap proses belajar kita.
Hal ini saya terapkan pula ke murid. Saya mengajak siswa untuk melakukan refleksi usai mempelajari satu topik materi. Pada refleksi pertama, saya menemukan ada siswa yang mampu merefleksikan proses pembelajaran dengan baik. Misalnya, ia menuangkan dalam jurnal refleksinya bahwa sebetulnya ia lelah dan mengantuk sehingga ada materi yang belum dipahami (karena mengantuknya). Namun, ia juga menuliskan akan tetap semangat mempelajari Kembali materi yang telah dipelajari.
Saya yakin, dengan membiasakan peserta didik melakukan refleksi, proses belajarnya akan lebih bermakna.
Sahabat, sudahkah kita melakukan refleksi di hari ini?