Redundant 5: Akhir Ziarah, Bongkar Kemah
Oleh Erry Yulia Siahaan
Kita adalah peziarah yang memasang kemah-kemah. Kita adalah musafir yang mengembarai padang pasir. Menapaki banyak kancah, bukan tanpa arah. Kita adalah peziarah, yang di akhir kembara, bongkar kemah kembali pulang ke kemah Allah. (Erry Yulia Siahaan, 15 Februari 2023)
Dalam layatan saya ke tempat-tempat duka, khususnya beberapa hari ini, saya kerap mendengar nats yang mengingatkan bahwa kita adalah musafir atau kaum peziarah, yang tinggal di kemah-kemah. Pada waktunya, ketika Tuhan memanggil, kemah itu akan dibongkar. Kita akan tinggal di kemah yang sudah disediakan oleh Tuhan, kemah yang tidak dibuat oleh manusia. Kemah yang kekal.
Oleh 2 Korintus 5 ayat 1 dikatakan:
“Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.”
Ziarah
Ziarah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), termasuk kelas kata nomina, yang berarti kunjungan ke tempat yang dianggap keramat atau mulia (makam dan sebagainya). Sebagai kata verba cakap (ragam kata kerja tak baku), ziarah akan menjadi “berziarah”, yang artinya berkunjung ke tempat yang dianggap keramat atau mulia (seperti makam) untuk berkirim doa. Sedangkan peziarah (kelas nomina) berarti orang yang (gemar) berziarah.
Sedangkan kemah (kelas nomina) merupakan tempat tinggal darurat, biasanya berupa tenda yang ujungnya hampir menyentuh tanah dibuat dari kain terpal dan sebagainya. Musafir terdefinisi sebagai orang yang bepergian meninggalkan negerinya atau biasa disebut juga dengan pengembara.
Dalam bahasa Inggris, ziarah adalah pilgrim, sedangkan peziarah adalah pilgrimage. Kata pilgrim berasal dari bahasa Latin peregrinus (per yang berarti through atau melalui dan ager yang berarti field, country, land atau tanah/negara). Jadi, pilgrim adalah orang asing, orang asing, seseorang dalam perjalanan, atau penduduk sementara. Jadi, serupa dengan gambaran seorang musafir yang melakukan perjalanan ke tempat tertentu atau seseorang yang menetap untuk waktu yang singkat atau lama di negeri asing. Peregrinatio adalah keadaan berada atau tinggal di luar negeri. (Dalam bahasa Ibrani juga dikenal kata gur yang berarti pendatang dan bahasa Yunani parepidemos yang berarti penduduk sementara.)
Menurut the University of York, istilah-istilah itu mendasari gambaran sentral dari kehidupan Kristen. Umat Kristiani adalah penduduk sementara di dunia ini. Rumah sejati ada di surga. Dalam pengembaraan, umat Kristen harus hidup dan berperilaku sesuai dengan standar di rumah sejati. Inilah pemahaman utama pada abad-abad awal Gereja.
Pengertian ziarah dan peziarah, jika kita meninjau berbagai literatur, mengalami perluasan selama berabad-abad dan memiliki beberapa arti. Ziarah menjadi topik luas yang menyentuh banyak aspek keberadaan manusia, yang menandakan tidak hanya perjalanan fisik ke tempat khusus, tetapi juga perjalanan spiritual batin dan kehidupan itu sendiri.
Sebagai perjalanan batin, ziarah merupakan perjalanan spiritual melalui doa atau meditasi. Menarik diri dan memasuki dunia keheningan merupakan ziarah batin untuk membebaskan jiwa untuk melakukan perjalanan ke dalam.
Dalam perjalanan, seorang musafir mendirikan kemah. Begitu sampai pada satu tempat dan dia bermaksud menetap dulu di sana untuk sementara waktu, dia akan mendirikan kemahnya. Hingga pada suatu waktu, kemah itu dibongkar, karena musafir akan kembali ke rumah sejati, ke kemah yang sudah dipersiapkan oleh Allah. Kemah itu kekal. Kemah itu baik.
Perluasan Makna
Dalam perjalanan berabad-abad, pemaknaan atas kata ziarah meluas, dipicu oleh imajinasi penulis, seniman, dan pemakna berbagai bidang. Tidak hanya agama dan spiritual yang menikmati jargonnya, tetapi juga sejarah, sastra, seni, arsitektur dan antropologi sosial, bahkan bidang olahragserta. Sekarang ini kita bisa mendengar ziarah ke tugu peringatan perang Vietnam di Washington DC, AS; ke arena olahraga seperti lapangan sepak bola tertentu; ke tempat peristirahatan selebriti seperti rumah Elvis Presley. Intinya, ke tempat-tempat yang memiliki makna khusus, baik untuk merayakan, meratapi, atau sekadar mengenang. Meskipun, perbedaan penafsiran dan pemaknaannya adakalanya menimbulkan kontroversi, bahkan konflik.
The University of New York menyebutkan, peziarah abad ke-21 dari berbagai iman atau yang tanpa kepercayaan, berjalan menelusuri tempat dan perjalanan yang diyakini penting. Melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang diyakini penting merupakan hal yang ada pada hampir semua budaya dan agama. Contohnya, tempat terjadinya peristiwa khusus, tempat orang yang dianggap suci, tempat tokoh-tokoh penting, lokasi dengan fitur geografis yang luar biasa. Pemandian di Varanesi, India, merupakan contoh tempat ziarah iman. Peziarahan bisa dilakukan sendirian atau berkelompok. Ada yang benar-benar melakukannya sebagai perjalanan iman, ada yang sekadar ingin tahu atau pengisi liburan. Jadi, ziarah bisa bertujuan untuk mendapatkan imbalan spiritual ataupun material. Ada yang sudah puas hanya karena sudah sampai tujuan, ada yang senang karena juga bisa membawa oleh-oleh berupa foto atau relik, dan sebagainya.
Punya Tujuan
Dari penjelasan tersebut, kita bisa melihat bahwa terlepas dari berbagai sudut pandang terhadapnya, ada satu hal yang mempersatukan pemahaman tentang ziarah, yaitu adanya arah. Seorang musafir bukanlah berjalan tanpa arah. Jika demikian halnya, maka musafir itu akan berputar-putar saja di tempat yang sama dan tidak akan pernah sampai pada tujuan. Dengan kepastian arah, musafir mengetahui ke mana dia berjalan. Mungkin ada beberapa titik yang harus disinggahi lebih dulu, sebelum akhirnya sampai pada tujuan akhir. Redundansi titik peziarahan sebelum sampai ke tujuan akhir bisa saja terjadi jika dipandang perlu dilakukan.
Dalam iman Kristen, ziarah merupakan pertumbuhan sebuah pribadi untuk makin dekat dengan Tuhan, berjalan bersama Tuhan, menuju perjumpaan dengan Tuhan. Sebagai musafir, dalam perjalanannya, seseorang mungkin saja menghadapi ancaman seperti perampokan, gangguan alam, pembunuhan, dan sebagainya. Mantap berjalan bersama Tuhan membuat semuanya lebih ringan.
Kita bisa menemukan pedoman tentang hal ini pada banyak ayat dalam Alkitab yang memuat kata “pelita”. Antara lain:
- 2 Samuel 22:29 Karena Engkaulah pelitaku, ya TUHAN, dan TUHAN menyinari kegelapanku.
- Mazmur 119:105 Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.
- Mazmur 18:28 Karena Engkaulah yang membuat pelitaku bercahaya; TUHAN, Allahku, menyinari kegelapanku.
- Ayub 29:3 ketika pelita-Nya bersinar di atas kepalaku, dan di bawah terang-Nya aku berjalan dalam gelap;
- Mzm 132:17 Di sanalah Aku akan menumbuhkan sebuah tanduk bagi Daud, Aku akan menyediakan sebuah pelita bagi orang yang Kuurapi.
- Ams 6:23 Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, m dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan,
Manusia memiliki kelemahan dan kekurangan. Manusia adalah orang berdosa. Peziarah iman akan melihat kejatuhan sebagai bagian dari proses penempaan iman. Dia akan bangkit lagi untuk menjadi lebih baik dalam Tuhan. Ini ibarat menjalani redundansi titik peziarahan, sebelum akhirnya sampai ke tujuan.
Tuhan Menjaga Kita
Ketika pandemi Covid-19 berada pada titik klimaks yang menakutkan, Firman Tuhan melegakan para peziarah iman. Mazmur 121 yang bertajuk TUHAN, Penjaga Israel misalnya, yang dikenal sebagai nyanyian ziarah orang Israel, menguatkan kita bahwa Tuhan menjaga kita. Selengkapnya nats ini mengatakan: “121:1 Nyanyian ziarah. Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? 121:2 Pertolonganku ialah dari TUHAN , yang menjadikan langit dan bumi. 121:3 Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. 121:4 Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. 121:5 Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu. 121:6 Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam. 121:7 TUHAN akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu. 121:8 TUHAN akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya.”
Pasal tersebut merupakan satu dari 15 pasal ziarah dalam Mazmur dari pasal 120 hingga 134. Nats ini menceritakan perjalanan umat Tuhan untuk beribadah ke Bait Allah. Menjadi kegiatan rutin orang Israel untuk setiap tahun berziarah ke Yerusalem, pergi ke Bait Allah untuk menyembah, mempersembahkan korban-korban. Mazmur 121 dinyanyikan ketika mereka akan pergi dan pulang meninggalkan Yerusalem. Ayat 1 diawali dengan pertanyaan, “Nyanyian ziarah. Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku?” Sementara jawaban atau penjelasannya ada pada ayat-ayat yang menyusulnya, yaitu ayat 2 sampai 8. Ini ibarat ziarah iman yang hidup, bertumbuh, berakhir dengan iman yang teguh.
Indah nian. Meneguhkan. Peziarah yang mengandalkan Tuhan boleh merasa aman selama perjalanan hingga sampai ke tujuan. Peziarah iman selalu siap kapan saja kemahnya dibongkar, karena dia bisa bergegas mendiami kemah kekal yang dibuat oleh tangan Tuhan.
Kita adalah peziarah iman yang aman dalam perjalanan. Kita adalah musafir pilihan yang mengembara dengan tujuan. Menjejaki gunung lautan, Bersama Tuhan benteng keselamatan. Kita adalah peziarah iman, yang siap entah kapan, kembali ke kemah buatan Tuhan. (Erry Yulia Siahaan, 16 Februari 2023)
***