Mengejar Hasrat Turisme Hingga Puncak Gunung Ijen

Terbaru, Wisata144 Dilihat
Mengejar hasrat turisme hingga puncak gunung Ijen. Dokumen pribadi

Hai Sobatku, selain menulis, impian terbesarku adalah menjelajahi keindahan alam pegunungan.

 

Salah satu alam pegunungan yang berhasil mencuri hasratku adalah gunung Kawah Ijen. Kawah Ijen terletak di perbatasan kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi, Jawa Timur.

 

Asal-muasal (kausalitas) kebangkitan hasrat berkelanaku menuju Kawah Ijen terjadi pada bulan Juli 2018. Malam itu, langit kota Malang, Jawa Timur sebagian berawan dan sebagian terang.

 

Perpaduan awan dan terang menjadi keindahan tersendiri dari alam semesta. Sementara tubuhku mulai bergelora untuk segera menelanjangi alam pegunungan Kawah Ijen.

 

Menikmati Kelap-kelip Malam

Jam dinding menunjukkan pukul 18.00 WIB, saya semakin gelisah. Layaknya gelisah para filsuf untuk mencari pengetahuan baru.

 

Kegelisahan itu ikut membangkitkan hasrat berkelananku di usia muda. Selama perjalanan, saya dan rekan sekomunitas (Seminari Tinggi SVD Surya Wacana Malang), terutama angkatan Arjuna (Arnoldus Jansen United of Army) saling melepaskan canda tawa di antara kami. Kenikmatan dalam irama persaudaraan itu adalah bagian dari perjalanan yang sudah direncanakan dengan baik oleh kami.

 

Malam semakin hilang di tengah bunyi klakson kendaraan roda dua, empat, enam dst. Udara dingin kota Malang perlahan menusuk tulang. Sementara, rasa kantuk, lapar dan rasa penasaran akan keindahan gunung Ijen ikut mengejarku dan rekanku yang lainnya.

 

Sejauh mata memandang, segalanya sangat menakjubkan. Semesta mampu mendesain dirinya sendiri tanpa bantuan siapa pun. Kecuali Sang Arsitek (Pencipta).

 

Selain itu, saya tidak membohongi suara hatiku akan keindahan yang saya lihat sepanjang jalan. Terutama, hujan kelap-kelip perumahan warga.

 

Situasi kian berubah dengan jalanan terjal, gelap-gulita menemani perjalanan kami menuju pendakian gunung Ijen.

 

Tepat pada pukul 00.00 WIB, kami tiba di pos Paltuding. Paltuding merupakan gerbang utama menuju puncak Kawah Ijen.

 

Sementara, ratusan wisatwan domestik maupun mancanegara sibuk mempersiapkan diri untuk memulai pendakian bersama dengan “tour guide” yang sudah familiar dengan alam Ijen. Secangkir kopi hangat ikut memberikan kenikmatan tersendiri bagi kami di tengah udara dingin Kawah Ijen.

 

Persiapan masker, jaket, sepatu, senter, dan informasi seputar perjalanan dari penunjuk jalan ikut menambah pengetahuan baru bagi kami. Terutama terkait dengan keselamatan kami.

 

Mesin waktu menunjukkan pukul 01.00 WIB, kami mulai membangkitkan hasrat berkelana menuju puncak kenikmatan.

 

Mengejar 2.386 mdpl

Sobatku, perjalanan yang berliku-liku menuju puncak kenikmatan ikut memberikan tantangan bagi kami. Karena perjalanan itu sangat menguras emosi, tenaga dan kerelaan untuk tidak beristirahat malam.

Bahkan, penghuni semesta kawah Ijen ikut marah dengan kehadiran kami. Akan tetapi, antara kami dan semesta sudah menyatukan hasrat memiliki (sense of belonging). Korelasi timbal balik ini menjadi paduan tangga nada perjalanan yang sangat menyenangkan.

 

Tepat pukul 02.30 WIB, rombongan saya tiba di salah satu kedai kopi yang berada di tengah pendakian Kawah Ijen. Rumah kecil itu menjadi ladang penghasil aroma kopi di tengah malam.

 

Setiap orang terlena dengan kenikmatan secangkir kopi, sebelum meneruskan perjalanan menuju puncak kenikmatan.

 

Medan masih berat tapi demi menunaikan hasrat kenikmatan, kami pun saling menyemangati. Elaborasi persaudaraan antara wisatwan lokal dan mancanegara menjadi nilai plus bagi keberadaan gunung Ijen.

 

Perjalanan kami bukan hanya tertang mengejar kenikmatan. Tapi, nilai-nilai kemanusiaan pun kami bagikan kepada siapa pun yang berada di antara kami.

 

 

Lagi-lagi mesin kordoba waktu menujukkan pukul 03.00 WIB, di situlah kami mencapi puncak gunung Ijen.

 

Hal pertama yang keluar dari isi hatiku adalah bersyukur. Ya, karena rasa capek, kantuk, lapar, dingin terbayar mahal dengan keindahan gunung Ijen. Sementara, bau belerang sangat menyengat.

 

Baunya tajam, setajam tikus-tikus bernasi! Tapi, kami juga senang. Karena kami mampu menaklukkan ketinggian 2.386 mdpl. Pencapaian yang luar biasa bagi kami.

Menunggu Puncak Terbitnya Blue Fire

Daya tarik gunung Ijen adalah terbitnya “blue fire’ atau api biru. Api biru ini hanya ada dua di dunia yakni; Islandia dan Jawa Timur (Ijen).

 

Sebelum menuju dasar gunung Ijen, kami kembali ‘cek dan ricek peralatan yang menunjang perjalanan kami yakni; Masker, oksigen, lampu senter, obat-obatakn (P3K), air mineral dan tak lupa mental.

 

Rombongan saya ikut nyimplung bersama ratusan pengunjung menuju dasar samudera gunung Ijen. Ternyata, tantangan terbesar adalah saat menurunin bebatuan yang jika tidak hati-hati, nyawa bisa melayang. Karena perjalanan menuju ke sana sangat sulit dan menantang.

 

Tepat pada pukul 04.00 WIB, rombongan saya menikmati terbitnya blue fire. Saat itu, saya hanya terpaku menatap api biru yang menjadi incaran ribuan bahkan jutaan wisatwan mancanegara.

 

Rombongan saya tidak peduli lagi dengan bau belerang. Apalagi, para penambang belerang yang mondar mandir memikul bakulnya yang berisikan batu belerang.

 

Euforia itu kami abadaikan dalam bentuk swafoto. Meskipun kualitas foto kami tidak sehebat fotografer profesional tapi kami sangat menikmatinya.

 

Momentum itu hanya terjadi sekali dalam hidup. Untuk itu, setiap perjalanan, baik yang direncanakan maupun yang tidak, semua harus diabadikan dalam bentuk foto, video maupun tulisan.

 

Karena segala sesuatu akan menjadi bahan cerita di hari tua bersama orang-orang tercinta.

Salam YPTD

 

Jakarta, 27 Agustus 2021

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan