Mengapa Ada Rasa Insecure Antara Diriku dan Yang Lain?

Humaniora, Terbaru47 Dilihat
Ilustrasi gambar dari Kompas.com

Sehari tanpa ada rasa perbandingan, rasanya kehidupan itu tak adil bagi seseorang. Tersebab, diriku dan yang lain (Liyan) selalu hidup dalam perbandingan.

 

Perbandingan antara diriku dan yang lain, perlahan tapi pasti mencekik keseharian seseorang. Penyebab perbandingan itu berawal dari kesuksesan, selain kegagalan.

 

Gagal Itu Proses Pendewasaan

Beberapa tahun yang lalu, rekan kerja saya, sebut saja namanya; Sofya. Sofya adalah gadis manis berlesung pipi. Setiap kali ia tersenyum, ada tarikan lekukan kecil yang terpancar dari pipinya. Dan itu membuat jantung hati lelaki jadi klepek-klepek.

 

Akan tetapi, ternyata canda tawanya yang manis dan menggoda itu, Sofya menyimpan luka. Ia terluka, gegara teman SMA-nya sudah mapan, baik dari segi finansial maupun karirnya.

 

Sofya jatuh dalam lingkaran rasa minder atau istilah zaman now adalah insecure.

 

Lalu, Apa yang Dilakukan oleh Sofya Untuk Keluar Dari Rasa Minder?

 

Hal pertama yang Sofya jalani adalah mensugesti atau menyemangati dirinya sendiri dengan kalimat afirmatif berikut; Sofya kamu bisa, Sofya kamu kuat, Sofya kamu hebat.

 

Kata-kata penyemangat diri ini ia lakukan setiap hari. Lalu apa yang terjadi lagi dengan kehidupan Sofya selanjutnya? Sadis dan memilukan ya. Karena usaha Sofya untuk berdamai dengan dirinya sendiri tidak menemui titik terang. Justru ia semakin merasa tidak ada apa-apa untuk dibanggakan. Padahal, ia sangat berharga.

 

Lalu, tanpa sengaja, Sofya memutuskan untuk berjalan-jalan di depan emperan toko. Di sepanjang kawasan ruko itu, ia menemukan salah satu restoran yang tak asing baginya yakni KFC (Kentucky Fried Chicken).

 

Sejenak ia menatap tajam lelaki berjenggot yang ada di papan bilboard itu. Dan lelaki berjenggot itu adalah pendiri KFC yakni; Harland Sanders mengatakan; “hanya karena prosesmu lebih lama daripada yang lain, bukan berarti kamu gagal.”

 

Quotes atau kata penyemangat dari pendiri KFC itu, seketika menyetrum sekucur tubuh Sofya. Sofya seolah-olah mendapatkan kembali dirinya yang hilang.

 

Sofya pun berlarian menyusuri jembatan lima yang ada di kotanya. Setelah ia tiba di kontrakannya, ia pun menuliskan kata penyemangat itu di depan lemarinya. Bahkan lebih ekstrem adalah ia menuliskan di dinding kamar mandinya.

 

Tujuan ia menuliskan kata penyemangat itu sebagai terapi diri. Waktu terus berjalan, Sofya terus mengulangi kata-kata demikian itu di dalam kesehariannya.

 

Kesuksesan Mendekati Mereka Yang Mau Belajar

Hujan rindu jatuh di bulan Juni tahun lalu, tanpa sengaja saya bertemu dengan Sofya di salah satu pertemuan.

 

Penampilan Sofya yang dulunya sangat memprihatinkan, kini bersinar bagaikan mentari. Sofya yang tidak bisa percaya diri, sekarang menjadi hiperaktif. Hiperaktif dalam takaran yang positif ya. Karena Sofya sudah berdamai dengan masa lalunya, dirinya bahkan teman SMA-nya.

 

Dan untuk sampai pada fase ini, Sofya telah mempertaruhkan segalanya. Kemauan untuk belajar menerima kesuksesan rekannya menjadi batu loncatan Sofya menuju kehidupan yang lebih bebas.

 

Ajahn Brahm aliran Buddha Theravada memberikan pandangan yang segar bagi spiritual kita yakni; untuk merasa bebas, nyaman, dan bahagia, kita tidak perlu mengubah apa pun, kecuali sikap- mau berada di sini dan saat ini.”

 

Jakarta, 21 September 2021

 

 

Tinggalkan Balasan