Sobatku, pepatah klasik filsuf mengatakan; “kehidupan yang tidak direfleksikan adalah tidak layak untuk dihidupi.”
Pernahkah kita bertanya tentang apa yang kita alami, hidupi, rasakan dalam siklus perjalanan kita sepanjang hari? Saya rasa sebagian dari kita kurang merefleksikan hidupnya. Akibatnya, kita sulit untuk memahami rencana terbesar dibalik kelahiran kita.
Di sini kita akan berhadapan dengan motivasi awal kita sebelum memutuskan untuk melakukan perjalanan.
Ada tujuan ada perjalanan. Begitulah logika singkat untuk mendeskripsikan hasrat perjalanan kita.
Sebagai contoh nyata, saya akan mengisahkan perjalanan seorang perempuan di tengah tragedi kehilangan keluarga tercintanya.
Pada bulan September 1999, di salah satu daerah perbatasan negeri, hiduplah sepasang kekasih muda. Sebut saja nama kedua mempelai tersebut adalah Jack dan Jenny.
Jack adalah seorang petani yang sangat terpandang di kampung perbatasan itu. Sementara, Jenny adalah seorang sarjana muda yang memutuskan untuk bekerja di salah satu organisasi kemanusiaan.
Kehidupan pernikahan mereka semakin bahagia dengan kehadiran putri semata wayang mereka. Dan nama gadis itu adalah Jessy.
Jessy tumbuh dalam lingkungan yang baik. Terutama dari segi kualitas hidup. Karena orangtuanya selalu menaruh kasih dan cinta yang lebih kepada Jessy.
Jessy mulai mengenal kehidupan di luar lingkungan keluarganya. Di situlah ia melihat bagaimana kehidupan yang sesungguhnya. Ternyata apa yang dikisahkan oleh orangtuanya tidak selamanya benar.
Karena kehidupan itu penuh dengan peristiwa yang terkadang sulit kita pahami dengan akal sehat. Akan tetapi, Jessy tidak peduli akan apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Ya, bisa saja Jessy tidak ingin mengacaukan pikirannya.
Tragedi Kehilangan Orangtuanya
Pagi itu, iklim di perbatasan negeri masih menyisahkan tanya tanya (?). Karena daerah perbatasan itu tetiba banjir darah. Akibat, pertikaian antar sesama saudara. Ya, lebih tepatnya perang saudara.
Tak disangka-sangka, pertikaian itu ikut menjerat orangtua Jessy. Jack dan Jenny menjadi korban dari kekerasan saat itu.
Jessy hidup sebatang kara. Di situlah ia mulai mempertanyakan makna kehidupannya. Apakah ia memilih untuk tetap tinggal di daerah perbatasan itu? Ataukah ia harus pergi menjauh dari kampung halamannya?
Jessy masuk dalam situasi dilema. Karena di satu sisi, ia tidak menerima perlakuan tidak manusiawi yang dialami oleh kedua orangtuanya. Sementara di sisi lain, Jessy tidak memiliki pilihan lain, selain ia harus mencari kehidupannya sendiri.
Akhirnya, Jessy memilih opsi kedua yakni; pergi meninggalkan kampung halamannya. Akan tetapi, pilihan Jessy itu memiliki risiko.
Tentunya Jessy tahu bahwasannya setiap pilihan ada risikonya. Untuk itu, ia tidak pedulikan apa yang akan terjadi dengan kehidupannya selama di tanah asing.
Krisis Identitas
Siklus perjalanan jessy menemui titik terang di tanah rantau. Di mana, berkat perjuangannya yang tak kenal lelah, ia akhirnya dipercayakan oleh salah satu pimpinan perusahaan untuk meneruskan tonggak estafet perusahaan.
Awalnya Jessy tidak menyangka akan berkat itu. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu, ia tahu bahwasannya apa yang telah ia lalui dengan tangisan air mata, pada akhirnya air mata itu membawa sesuatu yang mengubah hidupnya.
Karir Jessy seketika bersinar. Bahkan ia sangat disegani oleh partner kerjanya. Hidupnya kini berkelimpahan harta. Akan tetapi, semakin ia memiliki banyak barang, rasanya ia tidak menikmatinya. Justru ia sangat menyesalinya.
Kini, ia memasuki sindrom krisis identitas. Maka, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya.
Selama ia berada di kampung halaman, ia sangat menikmati momen nostalgia saat bersama kedua orangtuanya. Meskipun orangtunya kini pergi jauh entah ke mana tapi ajaran dari orangtuanya masih membekas.
Maka, ia memutuskan untuk mendirikan salah satu organisasi kemanusiaan yang bergerak di bidang literasi. Tujuannya adalah demi canda tawa generasi perbatasan yang belum dijamah oleh pemerintah setempat.
Sobatku, kisah ini hanyalah cerita fiktif. Akan tetapi, dari sini kita belajar bagaimana memanajemen psiko emosional serta semangat kerja keras yang pada akhirnya akan membawa berkat bagi kita sendiri, sesama maupun lingkungan di mana kita berada.
Terlepas dari banyaknya permasalahan yang kita hadapi, itu bukan alasan yang tepat untuk kita lari dari kehidupan ini. Karena sampai kapan pun, masalah akan tetap hadir dan menyapa kita setiap waktu.