Ingat Literasi Ingat Baca Yuk Baca

Terbaru85 Dilihat

Saat-saat seperti ini, ingin rasanya menanamkan kebiasaan membaca itu kepada setiap siswa di sekolahku. Sayangnya kerja menumbuhkan kebiasaan baik itu, seperti membaca misalnya tidak bisa dilakukan secepatnya, kecuali dengan proses. Harus dilalui dengan sejumlah tahapan sedikitnya melatih sabar, melatih menggunakan waktu, melatih agar tidak bosan, melatih memilih bacaan, melatih mengerti isi bacaan, melatih manfaat membaca untuk kehidupan bahkan untuk belajarnya. SUngguh semua itu hanya bisa dilalui melalui sejumlah waktu, bisa memakan minggu, bulan bahkan tahun.

Gemas rasanya tangan ini seperti ingin cepat melihat hasilnya. Betapa melalui kecepatan membaca membuat siswa cepat menangkap makna. Cepat tahu arti, cepat mengerti, cepat memahami, dan akhirnya bisa mengartikan, menuliskan kembali, atau bahkan membelajarkan kepada sesama. Beberapa hal langsung bisa diterapkan untuk ketrampilan hidupnya.

Beberapa survey Nasional maupun internasional sudah terlalu sering kita dengar hasilnya, bahwa anak-anak kita masih rendah minat membacanya. Belum kebiasaannya, tetapi minatnya. Padahal sudah banyak ditemukan hubungan erat , antara pembentukan karakter dibalik kemampuan membacanya. Karakter untuk hidup di zamannya. Karakter untuk bisa bekerjsa sama dengan profesional, karakter untuk mencipta, bahkan untuk bekerja keras.

Upaya apa lagi yang akan kita berikan pada siswa kita seandainya kita guru ?

Sungguh amat disayangkan jika seorang guru tidak mengetahui “problem literasi” siswa saat ini. Sehingga kerap terjadi di sekolah beberapa guru “abai” terhadap program literasi. Mungkin literasi hanya dicantumkan dalam Permendikbud no. 23 Tahun 2015, sehingga tertumpuk berbagai macam agenda. Seperti istilahnya, pendidikan karakter yang tertumpuk di balik sejumlah mata pelajaran. Istilah kerennya “kurikulum ngumpet” atau hidden curriculum; memang tidaktertulis tetapi amat penting untuk dilaksanakan. Apalagi dalam penilaian karakter sering dipinggirkan hanya kepada guru Pendidikan Agama dan PPKn.

Literasi sekolah menjadi program yang terpinggirkan alias nomer dua. Masih beruntung jika ada lomba literasi sekolah, maka tiba-tiba prgram itu ada. Atau masih beruntung jika Kepala Sekolah mendukug program tersebut. Jika ada guru satu saja dan di dukung Kepala Sekolah maka program literasi bisa saja berjalan, dan ini banyak contoh dilapangan. Namun jika Kepala Sekolah tidak mendukungnya maka program ini biasanya selesai alias wassalam.

Program literasi membaca dan numerasi kini mencuat kembali setelah menjadi fokus dalam AKM (Assesment Kompetensi Minimal). Kedua hal ini ternyata dijadikan tolok ukur penguasaan siswa pada kempetensi minimum disekolahnya. Memang bukan bertujuan untuk menentukan lulus tidaknya siswa, tetapi capaian AKM menggambarkan sejumlah kompetensi yang benar-benar dikuasai siswa untuk bekal kehidupannya.

Literasi membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks tertulis untuk mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia dan untuk dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat. Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan untuk individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia.

Dasar dari gerakan literasi sekolah dan pencapaian AKM adalah sama yaitu memberikan bekal kemampuan siswa untuk membaca dan mengolah informasi secara benar. Disini literasi menemukan moment yang sangat penting untuk tetap dilaksanakan secara maksimal. Tidak boleh ragu, siswa harus segera mendapatkan “daya baca”. Itu semua diawali dengan penumbuhan minat baca. Sudahkah bapak ibu guru menyediakan dan menfasilitasi buku bacaan cerita bagi mereka ?

Blitar, 4 April 2021

by. hariyanto

Tinggalkan Balasan