Mengenal Buku 100 Pentigraf Klaster Bicara (5) :
Penggagas Pentigraf Sekaligus Penyair Berikut Contoh Karyanya
Oleh : Hariyanto
Profil Dr. Tengsoe Tjahjono, M.Pd yang ada di Wikipedia Indonesia perlu di update. Setidaknya posisi beliau sebagai penggagas pentigraf dan penyair yang produktif sampai tahun ini belum muncul dideskripsinya. Jika diamati disana seperti gambaran profil tahun 2015 an.
Disana karya beliau khususnya karya puisi banyak ditampilkan melalui tautan link luar dan harus diakui belum dimuat contoh karya pentigrafnya. Karena itu disini penulis mencoba memberikan beberapa contoh karya pentigrafnya.
Sebagai pentigrafis sekaligus founder Kampung pentigraf Indonesia, beliau memiliki karya di 6 buku terbitan KPI. Diantara pentigrafnya yang sempat penulis tampilkan disini adalah yang termuat di buku “ Nama-Nama yang Dipahat Di Batu Karang ,” dan beberapa yang masih terlepas di grup WA. Berikut beberapa pentigrafnya :
JALAN TOBAT
Sepagi ini gerimis sudah turun. Hawa kotaku yang sudah
dingin, semakin dingin terasa. Gigitannya terasa menembus
jaket parasit yang aku kenakan. Gerobak tetap aku dorong
menelusuri jalan kecil di perumahan. Apa pun yang terjadi
sampah-sampah harus terangkut dan bersih. Pekerjaan
ini sudah aku jalani selama hampir sepuluh tahun. “Pak,
berteduh dulu,” seru Bu Sutri dari teras rumahnya. Aku hanya
mengangguk sambil tersenyum. Gerimis bukan penghalang
bagiku. Gerobak yang semakin berat pun terus kudorong.
“Apa jadinya kampung ini tanpa Bapak,” begitu sering
kudengar. Bagiku yang kukerjakan bukanlah apa-apa. Tugasku
memang mengumpulkan sampah, lalu membuangnya ke
tempat pembuangan sampah yang terletak di timur pasar.
Tiba di ujung jalan kudapati banyak orang berkerumun.
Ternyata ada pencuri menjebol gembok pagar. Sebuah Vario
pun raib.
Aku tertegun, nyaris terdiam. Bayangan tiga belas tahun
lalu pun melintas. Pagi-pagi begini aku nyaris jadi daging
cacah setelah dihajar penduduk sebab ketahuan njambret
kalung siswi yang mau berangkat ke sekolah. Di kantor polisi
aku mengaku sudah menjambret lebih dari 40 kali. Pagi itu
pagi sialku. Siswi itu berani menendangku sambil berteriak.
Kudorong lagi gerobak sampahku. Aku niatkan ini sebagai
jalan tobatku. Biar kubuang sampah di kelam jiwaku.
Malang, 14 Mei 2021
Tengsoe Tjahjono
SANG PEMURAH
Tiap pagi kami bertiga sudah menunggu di ujung gang.
Mungkin orang-orang masih tidur, kami sudah menunggu
kehadirannya. Setelah kumandang adzan subuh selesai,
yang kutunggu datang, berbaju kuning dengan gerobak yang
didorongnya.
“Oh, kalian sudah menungguku, ya?” sapanya. Kami meng-
ang guk nyaris bersamaan. Sambil berjalan di belakangnya,
kami mendengarkan ceritanya. Tentang anaknya yang hanya
satu, yang kini sedang belajar jauh di ibu kota. Mengapa harus
punya anak lebih dari seorang, biayanya sangat besar untuk
merawat dan membesarkannya, katanya sambil ketawa kecil.
Kami hanya mengangguk-angguk. Di tiap rumah ia berhenti,
mengambil sampah di tempat sampah, memasukkan ke
gerobaknya. Selalu ia berhenti di ujung gang. Dikeluarkanlah
nasi dan ikan asin yang dibawanya, meletakkan di piring seng
yang sudah disiapkan. Kemudian, menyilakan kami bertiga
makan. Sungguh luar biasa.
Subuh ini kami bertiga sudah menunggu seperti biasanya.
Adzan subuh sudah berlalu begitu lama. Kami mulai
gelisah, saling pandang di antara kami. Kami susuri gang itu
tanpanya. Tiap tempat sampah kami buka, masih penuh tak
tak tersentuh. Tiba-tiba pemilik rumah keluar. Sambil marah-
marah sebuah sandal dilemparkan ke kami, “Minggat. Kucing
hanya bisa bikin kotor!” Untung kami bisa menghindar, dan
berlari menjauh. Kenapa Sang Pemurah itu tidak datang pagi
ini? Semoga besok pagi kami tidak sia-sia menunggu.
Malang, 14 Mei 2021
‘Ada karya beliau juga termasuk fresh yang penulis dapat di grup dan belum pernah diterbitkan…karena bertagar #pentigrafperibahasa.
MIMPI ARJUNA
Tengsoe Tjahjono
Srikandi dikenal sebagai perempuan yang cerdas, lincah, dan cekatan. Karenanya tak heran jika ia sangat aktif dalam kegiatan mahasiswa. Ingat Srikandi ingat burung srigunting, yang terbang melintas dengan ekor tajam membelah udara.
Arjuna jatuh cinta. Tentu hal ini sangat biasa. Hanya saja Arjuna tidak termasuk kategori mahasiswa pintar. Hari-harinya dihabiskan di Sanggar Minat. Melukis dan memainkan gitar. Liriknya ditulis dalam bahasa yang amburadul, melodinya ngawur.
“Kau itu seperti pungguk merindukan bulan,” ujar teman-temannya. Arjuna tidak peduli. Dia tetap jatuh cinta pada Srikandi, tetap melukis, tetap menyanyi, tetap tidak pandai. Hanya Srikandi tetiba jatuh hati. Hidup itu absurd seperti melodi Arjuna. Dan Srikandi terhanyut pada lirik yang dipenuhi teka-teki seperti misalnya siapa ayah dan ibunya. Duapuluh tahun ia tinggal di Rumah Cinta, semenjak ia ditemukan di tong sampah dengan tali pusar membelit kakinya. Srikandi menemukan cinta di jantung Arjuna.
Sarangan 18 Nov 21
Karya berikutnya sebagai penyair adalah puisi. Ada puisi yang bercorak Korea karena dituliskan sewaktu menjadi dosen di Korea, Selebihnya karya sampai tahun 2015. Sementara karya terbaru antara 2020 – 2021 ada beberapa yang saya kutip dari https://sastra-indonesia.com/2021/02/7-puisi-tengsoe-tjahjono/. Selebihnya saya dapat dari grup WA bersama beliau. Seperti karya puisi berjudul KUASA ETALASE…..merupakan puisi terbaru yang menjadi salah satu nominasi Cipta Puisi 2021.
Beberapa penghargaan dan karyanya yang sudah tercatat di Wikipedia Indonesia antara lain :
Penghargaan
- 5 Besar Lomba Cipta Puisi Nasional Universitas Sarjana Wiyata Yogyakarta, 1983[4]
- 10 Besar Lomba Cipta Puisi Sanggar Minum Kopi Denpasar Bali, 1992[4]
- 10 Besar Lomba Cipta Puisi Yayasan Selakunda Tabanan Bali, 1998[4]
- Sastrawan Berprestasi Jawa Timur, 2012[4]
Karya Sastra
- Sajak-sajak Tengsoe Tjahjono
- Kritik Sastra
- Memasuki labirin sajak-sajak
- Puisi Mangrove
- Puis-puisi untuk Aceh
- Puisi-puisi Tengsoe Tjahjono ‘Edisi Korea
- Puisi Hompimpa
- Berkolaborasi dengan Swara Akustik
- Yang Bertamu Adalah Ilham (antologi puisi)
Karya bercorak Korea, karena ditulis di Korea antara lain :
KRONIK PAGI SEPANJANG SUBWAY
/1/
Dari mana jejak tiba. Bergegas. Jaket-jaket bergelembung oleh dengus, juga mata
tanpa cahaya. Siapa bercakap-cakap. Tak ada.
Beriringan diusung elevator ke pintu-pintu bawah tanah, ditimbun kerja
dilesakkan ke dalam kereta yang melaju perkasa
/2/
Duduk atau berdiri. Musik menundukkan telinga lewat handphone yang selalu menyala
Pikiran-pikiran lenyap dalam gerbong. Tak ada yang bicara. Angin pun tak
Satu setasiun, dua setasiun, tubuh didorong keluar-masuk
Lenyap pada seribu tangga yang gigil
/3/
Tanda-tanda panah ke kiri atau ke kanan. Laju. Pintu. “Ohoi, jangan tersesat,”
jebakan-jebakan angka, huruf-huruf tak terbaca, pada hatimu bicara. Syal dileher
menjerat jejak yang tak menemu ruang
(letakkan telapakmu di udara. Rasakan bekunya)
/4/
Mata itu bicara, tapi bisu. Tak ada peluit. Juga sinyal. Para pejalan menunggu waktu berkunjung
Hanya waktu disesaki oleh senyap. Gempita terkurung tembok besi, bisikanmu nyaris
tak sampai
“Hwarangdae, stasiun terdekat apartemenku, tak juga berkata-kata, memberikan seribu tangga
ke rintih sepatu.”
/5/
Seorang tua duduk di sebuah kursi panjang. Nafasnya menunggu, walau aku tak mengerti siapa yang
dinanti. Riuh lalu-lalang bergemuruh pada otak. Tak berkejap dipandangnya.
“Aku menunggu gunung, tepatnya sebuah bukit, ada soju di bangku-bangku kayu. Aku ingin mabok mencungkili masa lalu.”
Seoul, 30 Maret 2014
PINTU
Kukenal kamu sebagai pintu. Kukenali karena bentukmu.
Melewatimu harus menunduk, bayang-bayang separoh badan
Hanya debu, hanya debulah aku
Lalu kamu ajak aku bersila pada dataran papan hangat. Energi
mengalir dari batin ditumbuk dalam lesung yang tersedia di sudut
“Bukankah kelembutan itu sebuah pintu abadi?” Pintu lain dari
gerbangmu
tak ada yang bisa mengekalkan buka atau tutup
salammu selalu bersambut
dalam bayang separoh tubuh
Seoul, 30 Maret 2014
Selanjutnya puisi tahun 2020 an antara lain :
Tengsoe Tjahjono
MASKER
Udara dipenuhi debu bakteri. Bertaburan dan bertebaran,
berdesak-desak menyerbu tenggorok dan paru
Juga berita busuk, kabar burung, dan ungkapan nyinyir
berduyun-duyun menyesaki ruang-ruang publik
membangun opini keliru tentang puisi
Pakailah maskermu, pakai segera
Debu tak lebih buruk dari kasak-kusuk
Ia itulah pisau yang membabi buta ditusukkan
pada bagian tubuh paling rawan: hati
Pakailah maskermu, pakai saja
Virus tak lebih buruk dari sikap iri
Ia akan membangun jalan-jalan duri
Siasat jahat untuk menelikungmu
Udara dipenuhi bubuk bakteri. Jamur di dinding,
di pepohonan, di sudut-sudut paling pribadi
menumbuh dan terus menumbuh ketika kebencian
tak pernah bisa dipadamkan oleh naluri
berkecambah menyesaki hari-hari
Pakailah maskermu, sebab itu jalan menghindar
paling sopan dari sergapan berita sampah
Bau kentut tak lebih buruk dari kata-kata asing
yang dikonstruksi dan dimanipulasi
demi ambisi semu
29 Maret 2020
PUISI DI KELOPAK ANGGREK
Pagi merekah di kelopak anggrek
Membawa pesan puisi. Matahari mencair, menghanyutkan kata-kata.
Sehangat teh tanpa gula.
Seliat pelukan
Pada lembar daun, puisi menyiapkan
ruang berbincang: burung-burung
dan cahaya, jalan dan persimpangan, batu-batu dan tapak kaki, rindu dan sepi
: Paradoks-paradoks ini dinamika asyik sekali
Pada kuncup bunga puisi abadi menulis
Seabadi anggrek yang dikenal sepanjang waktu
Tentang jejak bersama
Melintasi musim-musim
22 Des 2020
Sedangkan karya tahun 2021 antara lain :
Tengsoe Tjahjono
ABSURDITAS SEBUAH KOTA
Ah, Jakara, jalan-jalan berseliweran di relung tubuhmu. Menggotong jutaan jantung yang memompakan darah ke segala penjuru. Orang-orang selalu tiba dari laut, sungai, gunung, dan angkasa, membuktikan mimpi yang diobral di televisi. Menonjok-nonjok perut dan dadamu. Kamu rasakan mual yang akut, muntah di Ciliwung yang bau.
Andai ada ratusan Jakarta, bertebaran tak hanya di Jawa, bisa jadi mimpi bisa dibagi. Jakarta tak lagi menjadi mangkok absurd yang diperebutkan, sebab setiap orang sudah memiliki mangkoknya masing-masing. Hanya sayangnya Jakarta hanya satu, lampu pijar yang selalu dikerubuti laron-laron. Bercahaya dan membakar. Tumpukan sayap teronggok di gorong-gorong
Kamu di mana? Di sekitaran Jembatan Semanggi, Kota Tua, Pelabuhan Sunda Kelapa, Slipi atau Pacenongan. Senyummu di mana? Keringatmu menyumbat pintu air. Jakarta banjir air mata. Kardus, seng, kresek, timbul tenggelam di antara harapanmu yang mengabu dan samar
Ya, ya, siapa suruh kamu datang. Andai Jakarta bukan merkuri. Wajahmu tak kan memucat kini.
2021
SUARA SEPATU
Lama tak kudengar detak sepatu itu
Melewati lorong, di antara rimbun mawar dan kersik angin
Sebelum pintu dibuka kala fajar
Detak itu seirama detak jantung
Annelies yang datang dengan kereta
Melampaui ladang-ladang
Sebelum berpeluk dengan mimpi
Aku memang bukan Minke
Tak terbaca pada peta sejarah
Hanya suara sepatu itu
Tak habis-habis ditunggu
2021
Termasuk yang menjadi nominasi Cipta Puisi 2021 di bawah ini :
Tengsoe Tjahjono
KUASA ETALASE
Ternyata pasar tidak memerlukan lahan khusus
Etalase dengan lampu warna-warni
Menyala bergantian di mata dan hatimu
Di gawai pasar meriah sepanjang waktu
Tidak mengenal jam buka atau jam tutup
Tidak terganggu jalanan macet atau tempat parkir
Sambil tiduran kamu tinggak klik
Dan saldo berkurang dari rekeningmu
Hari ini ada diskon khusus, bebas ongkir, atau bonus
Matamu pun tak terpejam
Melompat-lompat dari satu pasar ke pasar lain
Dirajam kuasa etalase
Pikiranmu mendadak dungu
Kucing yang berburu ikan asin
Tiba-tiba pingsan di tempat sampah
Perutnya mabuk, muntah potongan-potongan kepala
Berpuluh-puluh
Laron gugur dicecar pijar lampu
Sayapnya terbakar jadi abu
Di sudut kamar tumpukan sepatu dikemul debu
Di almari lipatan baju bagai timbunan batu-batu
Di kulkas makanan membusuk dan bau
Di hatimu sebuah kesepian panjang memahat catatan
Etalase dengan lampu warna-warni
Bius yang ditiupkan pada ruang sepi
Cahaya itu membakarmu
Matikan, matikan saja gawai
Saat lonceng berdentang dua belas kali
Ketika bius mulai ditebarkan
Pada matamu yang masih terjaga
16 September 2021
Nah itulah beberapa karya yang penulis abadikan di blog ini semoga dapat dinikmati.
Penulis hanya sekedar menyajikan untuk dinikmati dan mengenai kritk sastranya tentu ada ahlinya tersendiri.
Salam Literasi,
Blitar, 3.12.2021
HARIYANTO