Makna Momen Hijrah dalam Menghadapi Pandemi yang Melanda Negeri

Humaniora115 Dilihat

Masjid Nabawi di Madinah (Foto Hensa) 

Dari tahun ke tahun kita selalu akan dan akan bertemu dengan tahun baru. Itulah bukti hidup ini memiliki dinamika yang sangat menarik. Kehidupan selalu bergulir menuju ke arah yang pasti pada satu titik yaitu kematian. Momen hijrah ini adalah semangat dan rasa optimis menuju kehidupan yang lebih baik. 

 

BACA JUGA : Ternyata “Waktu” Laksana Pedang

Mungkin yang kerap kali tanpa kita sadari adalah setiap hari yang berlalu maka tak akan bisa kembali, baru sadar kemudian bahwa usia kita semakin hari semakin renta.

Tahun Baru Hijriyah kembali menandakan satu tahun sudah kita lewati dan menatap pada tahun berikutnya. Tahun Baru yang harus menjadi hikmah sangat mendalam di tengah Pandemi Covid 19 ini.

Secara harfiah hijrah berarti memutuskan, meninggalkan, dan berpisah. Hijrahnya nabi dari Mekkah ke Madinah meraih keberhasilan dalam strategi perjuangan dan perkembangan kehidupan.

Itulah sebabnya ketika Pemerintahan pada masa Khalifah Umar memilih momentum hijrah tersebut digunakan sebagai nama penanggalan dunia Islam yang selanjutnya dikenal dengan penanggalan Hijrah.

Namun bukan hanya sekedar momen penanggalan saja, tetapi momen ini sebaiknya kita gunakan sebagai titik awal kembalinya perenungan mengenai pembaruan jiwa menuju kepada yang lebih baik.

Sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah atasnya.”

Sementara itu Allah berfirman dalam KitabNya : “Wahai orang-orang yang berselimut. Bangunlah lalu berilah peringatan. Dan agungkanlah Tuhanmu. Dan bersihkanlah pakaianmu. Dan Tinggalkanlah segala perbuatan yang keji.  dan janganlah kamu memberi dengan maksud ingin menerima balasan yang lebih banyak. Dan karena Tuhanmu, hendaklah bersabarlah.” (Q.S 47 ; 1-7).

Simak bagaimana Tuhan menyerukan kepada orang-orang yang berselimut. Orang-orang yang malas hanya hidup menggunakan selimut tanpa ada kegiatan apapun.

Bahkan terkesan bahwa orang yang menyelimuti dirinya, tidak mau peduil dengan kondisi lingkungannya. Karena orang yang berselimut identik dengan tanda-tanda orang yang terkesan hanya mementingkan dirinya sendiri.

Mereka tidak mau peduli terhadap sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Hanya mementingkan kebutuhannya semata. Satu hal yang tidak sejalan dengan rasa empati yang saat sangat dibutuhkan bagi masyarakat kita yang sedang diuji dengan pandemi ini.

Tuhan berseru kepada mereka untuk bangkitlah. Namun tidak hanya sekadar bangkit dari tidur mereka. Bangkitlah dari kemalasan yang menyandera jiwanya.

Lemparkan selimut ketidak pedulian itu, segeralah bangkit dan laksanakan tugas untuk memberikan peringatan agar mereka yang sesat segera meninggalkan jalan sesat kehidupan mereka.

Dalam kondisi masyarakat kita yang sedang menghadapi pandemi ini, bangkit itu berarti semakin menyadari pada setiap penerapan disiplin pada protokol kesehatan.

Mereka yang lalai agar cepat sadar atas kelalaiannya. Tidak dibenarkan sama sekali kita menyelimuti diri dengan tidak mau peduli atas kondisi yang terjadi di sekitar kita.

Tetapi kita harus siap bangkit dan segera memberikan peringatan kepada masyarakat yang berada dalam jangkauan kemampuan kita. Kita harus mampu menerapkan kehidupan yang baru dengan protokol kesehatan di tengah pandemi yang masih melanda negeri ini.

Menghadapi pandemi ini tugas kita tidak hanya sekadar bisa menyelamatkan diri sendiri, tetapi harus saling mengingatkan dalam kebenaran. Mengingatkan dalam kesabaran. Saling menasehati satu sama lain di antara kita.

Karena perlu disadari bahwa semua manusia sangat berpotensi untuk berbuat kesalahan atau lalai. Itulah sebabnya kita perlu saling mangingatkan, saling menasehati dan selalu bersabar dalam keteguhan disiplin.

Kita harus bangkit dengan berlandaskan mengagungkan Allah. Karena dengan mengagungkan Allah berarti kita selalu mengakui kebesaranNya. Hanya Dia lah yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.

Untuk bangkit dan menganggungkan Allah. Kita harus sudah mulai mengupayakan mensucikan pakaian lahir dan bathin kita.

Membersihkan diri kita dari dosa dan kemaksiatan. Kita mulai membersihkan mental atau akhlak yang kotor dari kehidupan masyarakat kita. Pandemi telah mengajarkan kita harus selalu bersih dengan mencuci tangan.

Itulah tugas luhur yang harus didasari dengan hati yang ikhlas semata-mata karena Allah. Maka janganlah kita senantiasa berharap imbalan yang lebih banyak dari apa yang telah kita lakukan.

Tentu saja tugas yang tidak ringan, karena itu sangat diperlukan kesabaran dan ketahanan diri kita untuk tetap istiqomah dalam medan perjuangan.

Kita harus punya tekad untuk menanamkan dalam diri kita kesabaran, kesungguhan dan semangat dalam berjuang dalam berperang menghadapi pandemi Covid 19 ini. Momen hijrah ini adalah semangat dan rasa optimis menuju kehidupan yang lebih baik.

Salam sehat dan bahagia @hensa

Tinggalkan Balasan

1 komentar