Makna Dari Sesuap Nasi Yang Engkau Berikan

Peristiwa35 Dilihat

Lomba Menulis PGRI “Menulis Di Blog Jadi Buku”

Goresan Tinta Ke 6 Ku

Oleh : Herni Sunarya Banah, S.Pd.

Instansi : SMP Negeri 2 Wangon

NPA : 12100200134

 

Malam ini tanggal 6 Februari  2021 suasana di luar rumah sangat dingin diiringi kencangnya angin. Seakan – akan ingin menemani saya dalam membuat goresan tinta. Secara tiba – tiba hati ini tersontak teringat akan seseorang yang sangat amat saya sayangi. Kini entah dimana keberadaannya. Untuk mengingatnya akan saya buatkan goresan yang terindah untuknya. Inilah goresan tinta terindah saya untuk mu yang berada nun jauh disana.

Agustus 2020 Abah Sunarya datang ke rumah untuk menjenguk  saya dan cucu – cucunya. Sesampainya dirumah saya suasana begitu menyenangkan wajahnya begitu ceria. Saat itu Abah memeluk erat saya dan kubalas dengan cium tangan. Setelah itu kami pun ngobrol bareng sampai tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 12 siang.

Keesokan hari nya tepatnya tanggal 8 Agustus 2020 saya bersama  saudara – saudara yang lain merencanakan sesuatu. Kebetulan tanggal 8 adalah tanggal lahir Abah dan kami berencana membuat pesta kejutan untuk Abah.
Saya dan Caca anak sulung saya langsung memesan kue tart khusus buat Abah.
“Teng … teng … teng”, jam diding saya pun berbunyi tepat pukul 15.00 Abah berulang tahun. Langsung saja anak sulung saya membawakan kue tart sambil menyanyikan lagu “Happy Birthday” untuk Abah. Seketika Abah merasa terkejut, heran dan menangis sambil berkata “Ini buat Abah?”. Lantas saya pun menjawab “Iya Abah khusus buat Abah”. Suasana pun berubah menjadi terharu saya ucapkan selamat ulang tahun sambil memeluk dan menangis. Selanjutnya diikuti oleh saudara -saudara saya.
Tak terasa waktu begitu cepat Abah tinggal di rumah saya sudah satu minggu. Dan saat nya Abah sudah tidak betah lagi di rumah saya. Akhirnya Abah minta pulang ke kampung halaman. Lalu kuantar lah Abah sampai kampung halaman. Sekembalinya saya dari Garut (Kampung halaman saya) hati ini serasa hampa. Serasa ada sesuatu yang hilang yaitu kebahagaian Abah saat itu.
Dua minggu sudah Abah ada di Garut. Tidak lama kemudian adik saya telepon memberi kabar Abah penyakit gula nya kambuh. Saat itu gulanya tinggi mencapai 500 akhirnya saya putuskan supaya Abah di rawat di rumah sakit. Abah di rawat di rumah sakit selama 2 minggu, namun kondisi kesehatannya tidak mengalami perubahan.
Wakta itu tanggal 4 Oktober Abah memutuskan untuk kembali ke Wangon (Daerah dimana saya berada sekarang) dengan tujuan berobat alternatif atau pengobatan herbal. Abah kembali lagi ke Wangon bersama seluruh sanak saudara. Suasana rumah saya pun menjadi ramai kembali. Keesokan hari nya saudara saya pun kembali ke kampung halaman. Tinggal lah Abah, mamah dan keluarga kecil saya di rumah.
Setiap hari selalu saya perhatikan dari mulai makan, menyiapakan obat dan berobat ke dokter atau terapi herbal. Dulu kegiatan ini dilakukan oleh kedua orang tua saya, tapi kini saatnya saya yang berbuat seperti mereka. Tak terasa dua minggu sudah Abah tinggal bersama saya dan Dia merasakan ada perubahan pada penyakitnya setelah berobat pada Prof. Sariti melalui pengobatan herbal.
Mengijak minggu ke – 4, tiba – tiba Abah kambuh lagi bahkan sampai tidak tega melihat sesak nafasnya. Lalu saya telepon Prof. Sariti, Beliau bilang penyakit gula Abah sudah menjalar ke jantung dan ginjal kemungkian kesempatan hidupnya tidak lama lagi. Tapi saya tidak patah semangat langsung saja Abah saya bawa ke rumah sakit. Abah pun sudah menolak karena sudah cape keluar masuk rumah sakit.
Dengan hati pilu karena tak kuasa melihat Abah kesakitan, saya pun memberanikan diri bertanya pada Abah. “Bah! sekarang maunya Abah bagaimana?”. Abah menjawab “Pulang kampung halaman saja”. Waktu itu terjadi pada hari sabtu dan  saya pun memutuskan mengantar Abah pulang kampung. Sebelum berangakat ke kampung halaman Abah menginginkan anak – anak nya kumpul semua termasuk semua adik dan kakak Abah.
Saya pun terperangah dengan perasaan deg – degan seakan – akan Abah akan pergi meninggalkan kita. Tapi kuhempaskan rasa curiga dan kembali lagi ke perjalanan pulang ke kampung halaman. Akhirnya kami pun sampai di kampung halaman pada hari minggu. Suasana rumah begitu ramai semua keluarga kumpul dan Abah terlihat bersih, sehat dan ceria.
Saat itu juga Abah meminta sekepal nasi timbel untuk diberikan kepada kami anak – anak nya. Giliran saya yang yang disuapin Abah tanpa terasa air mata ini bercucuran membuat suasan rumah jadi terharu. Setelah itu Abah langsung bisa berdiri, berjalan dan terlihat sehat. Akhirnya saya memutuskan untuk pulang kembali ke Wangon. Seminggu berjalan terdengar kabar Abah masuk rumah sakit lagi.
Hati ini terasa sesak rasanya ingin menemani Abah di rumah sakit tapi apa daya ada tugas negara dan juga keluarga yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap hari saya hanya bisa memantau lewat telepon. Ketika di telepon Abah tidak pernah menunjukna kesakitannya pada saya. Seakan – akan tidak ingin membuat saya khawatir.
Tak lama kemudian saya mendengar kabar bahwa pihak rumah sakit angkat tangan dan memerintahkan kami untuk membawanya pulang. Abah pun kembali kerumah dan selang dua hari Abah pergi untuk selamanya. Sambil menangis pilu saya hanya bisa menyaksikan menghembuskan nafas terakhirnya. Abah … Abah … Abah … Alloh lebih menyayangimu. Akhirnya rasa sakit mu sembuh juga selamat jalan Abah sayang … selamat jalan untuk selamanya surga Alloh telah menantimu.
Goresan tintaku yang ke – 6 mengingat kembali sesuap nasi timbel yang Abah berikan pada saya merupakan suapan yang terakhir. Ini memberi makna bahwa Engkau akan pergi selamanya. Hanya do’a yang bisa ku sampaikan pada mu Abah.
Sebuah puisi Untuk Abah :
Engkau Ayah Yang Gagah Perkasa
Tak Lelah Mengajari Kami Ilmu Budi Pekerti Kan kuterapkan Sepanjang Masa
Sampai Akhir Kelak Nanti
 
“Selamat Jalan Abah Surga Telah menantimu”

Tinggalkan Balasan

1 komentar