Tahun ini adalah tahun ke empat papaku wafat. Tak terasa, empat tahun terlewati tanpa ada lagi senyum dan suara khas papaku.
Iya..yang awalnya teramat berat. Jadi terbiasa. Terkadang aku berfikir, apakah nanti jika aku sudah meninggal, akan seperti ini kah aku.
Awal tiada ditangisi, beberapa waktu dijalani masih terasa berat, yang tadinya ada sekarang tiada. Lambat laun tergerus waktu…akhirnya dilupakan karena terbiasa untuk di lupakan..
Huft…… 😣
Setelah wafatnya papa, mama langsung jatuh sakit. Diawali dengan gejala stroke. Hingga akhirnya tidak bisa berjalan dan mengalami kelumpuhan yang luar biasa.
Sementara aku dirumah, hanya ditemani 4 anakku. Rama, waktu itu masih SMP, Sakti dan Arun masih SD, Annora masih TK.
Aku memiliki 3 orang adik. Tapi mereka berbeda tempat tinggal. 1 adikku di Bogor dan 2 adikku yang lain ada di Palangkaraya.
Tinggal aku dan anak anakku yang menemani dan merawat mama di rumah.
Hanya berkirim kabar saja melalui HP mengenai kondisi mama pada adik 7l). Itupun jika mereka bertanya dan ada senggang waktu.
Tepat di tahun pertama, setelah wafat papa.. Kondisi mama kian drop. Tak henti aku berupaya untuk kesembuhan mama. Tentunya masa masa 4 tahun kemarin bukan lah masa yang indah buatku.
Aku harus beradaptasi dengan kondisi yang tak mudah. Harus mulai babat alas, mencari nafkah untuk empat anakku di tempat yang amat sangat tidak mungkin aku bisa cari uang banyak.. Karena aku tau, aku kini tinggal di mana.
Tapi Bismillah..niatku pulang, selain karena papa wafat, aku juga menjalankan amanat papa untuk pulang merawat mama.
Aku yakin, “dimana bumi di pijak disitulah bumi Allah, dimana Allah sampaikan langkah kaki ini, disitu Allah akan beri rejeki yang tak di sangka sangka. Asalkan niat baik, InsyaAllah.. Allah akan hadirkan orang orang yang baik”.
Tugas amanat papa untuk menjaga dan merawat mama, ku laksanakan hingga detik ini. Aku yakin, Allah akan beri segala kemudahan.
Tahun ketiga, kondisi mama kadang sehat kadang drop. Sempat beberapa kali masuk rumah sakit. Bila mama sakit, aku adalah tersangka utama sebagai penyebab sakitnya..dimata yang tak melihat keseharian ku…menemani mama☺
Ku jalani, kusabari.. Ku lewati tiap hari nya. Tanpa ku mengeluh. Ku nikmati semua. Sebagai anak dari mama, sebagai ayah plus ibu bagi anak anakku, sebagai tulang punggung bagi penghuni rumah ini, tulang kepala,,tapi.bukan tulang rusuk siapapun.
Di akhir tahun ke tiga setelah wafatnya papa. Sempat kondisi mama drop. Masuk rumah sakit. Karena BAB darah segar. 3 bulan tidak bangun total. Sempat jadi perdebatan hebat keluarga, kenapa mama bisa separah itu. Bahkan aku tak di percaya adik adikku. Padahal mereka tak melihat bagaimana keseharian ku menjaga dan merawat mama. Sempat aku akhirnya memutuskan untuk pergi bersama empat anakku mencari kontrakan. Agar tidak terus di salahkan oleh keluarga mama dan adik adikku.
Tapi ternyata, mereka sadar, bahwa memang tidak lah mudah merawat dan menjaga orang tua yang sakit. Ditambah aku melakukan ini dan itu sendirian. Karena kami tidak ada keluarga di desa ini. Akhirnya mereka meminta maaf padaku…
Setelah mama drop, akhirnya aku putuskan mama untuk cek up medical di rumah sakit Cimacan. Di awal tahun ke empat, mulai lah teraphy untuk kaki dan pinggangnya. Setelah pengecekan medical secara keseluruhan. Mulai dari cek darah, lalu rontgent di kaki dan pinggangnya. Ternyata, terbuka lah sudah kenapa mama mengalami sakit seperti ini.
Selain dikarena kan stroke, mama pernah jatuh di depan rumah. Selama itu tak pernah di rasanya. Baru ketahuan hampir 4 tahun papa wafat, ternyata tempurung lututnya mengalami keretakan akibat jatuh dahulu.
Sejak itu mulailah teraphy di rehabilitasi medical rumah sakit Cimacan. Teraphy di lakukan selama dua kali dalam seminggu.
Alhamdulillah..saat ini mama sudah mulai sehat. Sudah bisa jalan meski tak seperti dulu. Badannya membungkuk. Tapi sudah Membaik..
Semoga terus membaik..
“ra, ini ada resep dari dokter, harus ke apotik besar, nanti kalau kamu ke cipanas, belikan ya” Kata mama sepulang dari teraphy kemarin. “ohh.. Iyya ma, nanti ra beliin ya, mana resepnya ma, ra masukkin tas supaya ga lupa” jawabku. Sambil mengambil resep obat mama. Tumben mama harus nebus obat. Pikirku. Hmm.. Mungkin suplemen baru.
“bang, ra izin yah mau ke apotik” Ujarku pada Bang Satria saat ku lihat dia sedang online.
“Mau kemana neng?”.. “ke apotik bang”.. ” Mau cari apa?” lanjut bang Satria. “ ra mau cari obat mama bang, ada yang harus di tebus obatnya di apotik”,, “ohh iyah, ga apa apa. Jangan lupa pakai masker ya cantik. Hati hati di jalan”,, “siap abang”… ” Uangnya masih ada ngga neng?”,, “masih bang…” Jawabku.
Bang Satria, dia adalah teman, sahabat, abang, dan bahkan lebih daripada itu. Apapun keseharian ku, ku ceritakan padanya. Apapun yang terjadi padaku, kuceritakan padanya.
Bang Satria lah selama ini menjadi pendengar setia ku, kala aku menangis, tertawa, marah dan terluka.
Bang Satria juga selalu mensupport aku..dalam keadaan apapun itu. Dia yang selalu membantu ku dikala semua tangan menutup tangannya ketika aku butuh bantuan.
Sore ini akhirnya aku berangkat ke apotik Makmur Cipanas. Setelah aku tebus obat mama, aku segera pulang. Lalu aku mengabari Bang Satria. Agar dia tidak kepikiran. Selama perjalanan aku kirim foto padanya. Sekedar meyakinkan padanya bahwa aku baik baik saja..
Resep obat mama yang ku beli hari ini unik sekali. Apoteker tidak mengizinkan aku membeli 2 lembar obat itu. Karena kata apoteker nya, obat sesuai resep.
Okelah kalau begitu, akhirnya aku hanya membeli 1 lembar saja obatnya.
Resep obat mama ku, insyallah akan selalu aku beli buat mama. semoga segala ikhtiar ku untuk mama agar tetap sehat meski harapan untuk sembuh itu lama.. tidaklah sia sia..
Dan semoga…nafas ini masih panjang..
Karena jika bukan aku yang menebus resepnya ke apotik,, nanti siapa..?
Cianjur,
28 Juli 2022
~ raaina darwis ~