Eneng

Terbaru35 Dilihat

Cerpen

“Neng, cepetan berangkat keburu siang nanti”, teriak nenek Jujuk

“Iya nek, ini juga dah siap-siap”, Jawab Eneng agak sedikit cemberut.

“Kamu kenapa cemberut begitu, marah sama nenek ?”, nenek Jujuk terlihat nggak suka cucunya menyiapkan dagangan sambil menggerutu.

“Kalau kamu males jualan bilang aja, biar nenek aja yang jualan, nenek masih kuat koq, biar sudah uzur juga”, Nada suara si nenek makin meninggi.

“Bukan begitu nek, Eneng nggak marah koq sama nenek, justru malah kasian, udah semaleman nenek bikin kripik sama bakpaw, masa masih harus jualan lagi”, jawab Eneng mendinginkan suasana pagi yang memang masih dingin.

“Terus kenapa kamu cemberut begitu ?”, tanya nenek Jujuk penasaran.

“Sudah hampir 2 Minggu ini jualan nggak pernah habis nek, Eneng kasian sama nenek, sudah bikin capek-capek tapi lakunya cuma sedikit”, jelas Eneng ke neneknya.

Sejak adanya PPKM (Pemberlakuan Pembantasan Kegiatan Masyarakat), para pedagang kaki lima yang mangkal di alun-alun kota selalu kucing-kucingan dengan aparat. Termasuk si Eneng yang jualan kripik dan bakpaw bikinan neneknya.

Eneng anak Yatim piatu yang sejak SD kelas 4 sudah di tinggal oleh kedua orangtuanya, Bapaknya meninggal dunia kecelakaan saat bekerja sebagai kuli bangunan, selang beberapa bulan ibunya menyusul karena ada gangguan pernafasan dan tidak tertolong.

Sejak saat itu, Eneng ikut bersama neneknya di pinggiran kota Tangerang. Neneknya, emak Jujuk atau sering di panggil nenek Jujuk adalah seorang pedagang kripik dan bakpaw yang mangkal di alun-alun kota Tangerang.

Setiap malam nenek Jujuk bangun dini hari, jam 3 untuk membuat sendiri kripik singkong dan bakpaw, paginya ia jajakan di alun-alun kota sampai siang, kemudian siangnya ia berkeliling untuk menghabiskan sisa dagangannya.

Sejak Eneng ikut nenek Jujuk, Semua biaya sekolah Eneng di tanggung oleh neneknya dari hasil jualannya tersebut. Dari SD kelas 4 sampai sekarang Eneng sudah kelas 9 SMP, nenek rutin membayar biaya-biaya sekolah Eneng dan uang jajannya tiap hari.

Meski di sekolah negri yang memang gratis SPP, tapi ada saja biaya yang harus dibayar, misal beli buku atau seragam sekolah, atau tugas online dari sekolah. Nenek harus beliin hp Eneng dan sekaligus paketnya buat belajar daring, sejak wabah corona melanda negri ini.

Nenek Jujuk mengajari Eneng jualan sejak kelas 6 SD, jadi pas masuk kelas 2 SMP, Eneng sudah berani jualan sendiri menggantikan neneknya yang semakin renta dan sering ngos-ngosan jika harus berjalan jauh menggendong dagangannya. Sejak itu Enenglah yang meneruskan jualannya.

“Emang kenapa koq nggak habis dagangan ?”, Tanya nenek Jujuk penasaran.

“Sekarang kan ada peraturan PPKM nek”, jawab Eneng singkat.

“Apaan itu PPKM ? nyusahin orang jualan aja”, tanya nenek agak ketus.

“Gini nek, untuk memutus penyebaran virus covid, pemerintah bikin peraturan, namanya PPKM, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, jadinya yang jualan di alun-alun juga di batasi, nggak boleh lagi jualan disana”, jelas Eneng kepada neneknya.

“Terus selama ini kamu jualan dimana ?”, Tanya nenek Jujuk penasaran.

“Eneng jualan di pinggiran alun-alun nek, mepet sama perkantoran, nanti kalau ada aparat, Eneng buru-buru lari sambil bawa dagangan ngumpet ke gang-gang di sekitar alun-alun”, jawab Eneng bersemangat.

“Ya Allah Neng, kasian amat kamu nak”, tak terasa air mata nenek Jujuk mengalir di pipinya yang mulai keriput. Ia mengusapnya dan tak bisa lagi berkata apa-apa.

Melihat hal itu, Eneng segera mendekati neneknya yang terlihat pasrah dengan nasib yang menimpa mereka. Sambil memeluk nenek kesayangannya itu Eneng mencoba menenangkan neneknya,
“nggak apa-apa nek, tenang aja, Eneng masih bisa koq, Eneng masih kuat njualin dagangan nenek, nanti kalau nggak jualan, kita mau makan apa ? bayar keperluan sekolah pake apa ?, Pokoknya nenek tetap bikin dagangan, Eneng yang jualin, ya !”, Pinta Eneng kepada neneknya.

“Iya, tapi kasian kamu neng, jualannya harus kejar-kejaran sama petugas”, jawab Nenek.

“Nggak apa-apa, petugas juga hanya menjalankan tugas nek, yang nyusahin kita itu yang bikin peraturan nek, PPKM itu artinya Para Pedagang Kembali Mumet”, sambil tersenyum memeluk erat neneknya yang juga malah tertawa mendengar kata-kata Eneng memplesetkan singkatan PPKM untuk menghibur diri.

Akhirnya kedua nenek dan cucu itu kembali melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing, nenek Jujuk mengupas singkong, sementara Eneng bersiap berangkat untuk jualan di pinggiran alun-alun kota sambil membawa buku untuk belajar daring di sana. Jualan sambil belajar daring.

TAMAT

Tinggalkan Balasan