Rindu Tertumpah di Lubuak Pandakian
Oleh: Lili Suriade, S.Pd
Aku berjalan tergersa-gesa di belakang Tasya yang dari tadi juga tergesa-gesa di depanku.
“Dimana sih tempatnya, masih jauh ya?” Tanyaku untuk ke tiga kalinya pada Tasya.
“Sabarlah, bentar lagi kita sampai kok.” Ucapnya sambil tersenyum dalam nafas yang tersengal.
“Aku mah sabar..cuma takutnya kita dah telat.” Jawabku.
“Makanya jalannya dipercepat, dan jangan banyak omel lagi, okey?” Dia malah menasehatiku. Aku hanya diam dan mencoba berdamai dengan hatiku sendiri. Sudah hampir setengah jam kami berjalan kaki menuju sebuah tempat wisata “Lubuak Pandakian” di nagari Sumpur Kudus ini. Ternyata belum juga ada tanda-tanda akan sampai. Kami menelusuri jalan setapak yang berliku, di sepanjang aliran sungai kecil dengan air yang sangat jernih.
“Ini sungai apa sih namanya?” Tanyaku lagi.
“ini sungai aliran dari air terjun lubuak Pandakian.” Jawab Tasya kepadaku.
“Airnya jernih banget ya, jadi pengen mandi.” Ucapku.
“ntar..di sana jauh lebih jernih.” Jawabnya kemudian membuatku makin penasaran.
Beberapa hari yang lalu tak sengaja aku melihat postingan Lia temanku melaui Facebook dan Whatshapp Grup tentang wisata alam di kampung halamannya. Dari foto-foto yang diposting Lia sepertinya tempat itu sangat indah. Dan yang paling penting keasriannya. Aku melihat air terjun berwarna putih jernih di antara dua ngarai. Selain itu, lokasinya membentuk sebuah goa. Sepertinya perjalanan ke sana lumayan menantang, hingga membuatku jadi penasaran.
Setelah berdiskusi melalui chat di WA grup, akhirnya kami alumni Bahasa Indonesia 2015 sepakat mengadakan reunian di kampung Lia, salah satu teman sekelas kami itu.
Aku pergi dengan teman satu kosku, Tasya, yang katanya pernah datang ke lokasi ini. Kebetulan Tasya satu instansi denganku, kami sama-sama mengajar di SMAN 2 Bukittinggi, jadi aku bisa mengajaknya.
“Gak ah, aku gak mau ikut reunian dengan teman-teman sekelasmu. Ntar aku mono dong..” Ucapnya waktu itu.
“Kamu tenang aja, teman-temanku asik semua kok. pokoknya kamu pasti senang deh.”
“Gak..aku gak bisa!” tegasnya lagi.
“Please Tasya sayang, temani aku dong..ntar kutraktir deh semua makanan kesukaanmu.” Bujukku sambil meyakikan Tasya.
Kalau sudah tentang makanan, aku yakin Tasya akan menyerah, karena cewek kurus ini dari dulu hobi makan, hanya saja dia tetap kurus.
Oke..aku temani.” Ungkapnya kemudian. Saking senangnya, aku memeluk Tasya reflek,
“Makasih ya cantik..” ungkapku memujinya.
Sejak selesai subuh kami sudah star dari Bukittinggi dengan motor N-Max kesayanganku. Setelah 2,5 jam di perjalanan akhirnya kami mulai memasuki kampung Lia. Perjalanan menjelang Sumpur Kudus ternyata sangat menguji nyali. Kami melewati perbukitan yang terjal dan berliku. Namanya Bukik Lontiak yang sangat indah.
Dalam hatiku begitu takjub dengan Sumpur Kudus ini, sebuah daerah yang jauh dari kota namun ternyata menyimpan seribu pesona.
“MasyaAllah…indahnya.” Gumamku tak henti-hentinya selama di Bukik Lontiak yang dihiasi dengan Bukit barisan.
“Wow..luar biasa, Gimana kalau kita berhenti sebentar.” Ucapku pada Tasya.
“Iya, sebentar lagi kita memang harus berhenti kok, kita harus menanam ranting pohon di puncak sana ” Jawab Tasya lagi.
“Benarkah, untuk apa?” tanyaku.
“Kamu kan orang baru, jadi sebagai tanda penghormatan ketika akan memasuki nagari bertuah ini.” Tasya pun menjelaskan.
Tak lama kemudian, kami benar-benar berhenti di Puncak lontiak. Lagi-lagi aku berteriak kegirangan. Udaranya terasa begitu sejuk, dengan kebun karet masyarakat yang rimbun seolah melindungi segenap lokasi di puncak ini. Dari kejauhan aku melihat bukit seribu yang berjejer seperti deretan piramida yang tertutup kabut.
“Ayo kita ambil rantingnya.” Ajak Tasya.
Meski belum begitu mengerti, aku mengikuti semua yang di instruksikan Tasya. Mau gimana lagi, aku kan memang belum pernah ke sini, takutnya nanti kenapa-napa.
“Bismillahirrahmaanirrahiim..!!” Aku menancapkan ranting yang baru saja kami patahkan pada sebuah tebing di puncak Lontiak ini. (Bersambung)
Sumpur Kudus, 4 februari 2021