Menyambut Tahun Baru Janganlah Keliru

Edukasi, Humaniora0 Dilihat

LAZIMNYA kegiatan khusus di malam menjelang berpindahnya hari terakhir Desember ke hari pertama Januari dikatakan kegiatan menyambut tahun baru. Karena bertukarnya waktu pada malam hari, orang menyebutnya bermalam tahun baru. Sudah lazim pula setiap menjelang tanggal satu di tahun baru, itu orang melakukan sesuatu yang terkait dengan tahun baru. Dikatakan juga merayakan malam tahun baru.

Setiap orang atau kelompok orang mungkin berbeda dengan kelompok lainnya dalam merencanakan dan melaksanakan sambutan tahun baru. Setiap daerah, setiap agama atau setiap komunitas berbeda-beda dalam berkegiatan ini. Tentu saja, kebiasaannya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan sesuai keyakinannya juga. Berkumpul, makan-makan atau bentuk kegiatan lain seumpama mengaji, berzikir atau apa saja itulah yang dilakukan. Tapi ada yang dianggap jelek seperti berpesta-ria hingga semalaman hingga lupa segala-galanya. Yang ini bukan tidak ada. Justeru banyak juga penggemarnya.

Saya dan keluarga, malam Jumat alias Kamis (31/12/2020) malam kemarin, malam menjelang datangnya tahun baru 2021, itu bersama isteri dan keluarga besar isteri (adik-beradiknya) berkumpul di Rumah Tua. Dan malam itu adalah malam terakhir di tahun 2020. Besoknya, Jumat adalah hari pertama Januari 2021. Berarti malam tahun baru. Kami memang membuat semacam kegiatan keluarga di rumah orang tua. Anak-anak Pak Amiruddin Maliki (mertua saya) bersama keluarga berkumpul di rumah orang tua. Tapi, kami tidak menyebut kegiatan kami malam itu sebagai merayakan Malam Tahun Baru. Paling tidak, bukan dalam maksud sebagaimana selama ini terjadi.

Yang selama ini dipahami, setiap menjelang tanggal satu Januari orang berkumpul menanti detik-detik datangnya tanggal satu pada pukul dua belas malam itu. Orang-orang akan memasak makanan, menyiapkan minuman serta kelengkapan lainnya. Ada juga yang melaksanakan pesta di pantai, di kaki gunung atau di lapangan terbuka dengan memasang tenda. Kami malam itu di rumah saja. Maksud saya, kami berkumpul satu keluarga di Rumah Tua, rumah mertua. Dari Eyang hingga ke cucu, malam itu ikut bersama.

Setiap tahun, keluarga isteri saya memang selalu berkumpul. Tidak hanya di tahun Masehi. Juga di tahun Hijryah. Acaranya sederhana. Berdoa untuk keselamatan bersama lalu makan dan minum apa yang sudah disediakan. Terkadang juga menyiapkan sajian khas yang disiapkan pada saat itu juga.

Seperti tahun baru ini kami sepakat menangkap ikan yang ada di kolam kecil di samping rumah saya. Kebetulan ada ikan nila di situ. Lumayan banyaknya ikan itu karena memang ikannya beranak-pinak. Ikan-ikan itu kami set untuk dibakar. Bersamaan dengan itu, juga adik isteri saya membeli jagung mentah untuk dibakar juga. Setelah magrib, kegiatan dilaksanakan bersama. Kecuali Eyang (laki dan perempuan) semuanya ikut melibatkan diri. Anak-anak kecil tentu saja hanya berlari-lari sambil bermain. Setelah ayam dan ikannya selesai dibakar, kami makan bersama. Jagung, giliran dibakar sehabis isya.

Saat waktu isya masuk, tentu saja solat bagi yang tidak bekerja. Selanjutnya bergantian solatnya. Dan selepas solat, acara membakar jagung dan ikan (yang belum dibakar) dilanjutkan. Untuk yang belum makan malam, silakan makan saja. Acaranya memang hanya untuk bersenang-senang setelah sebelumnya berdoa.

Saya pikir, melakukan kegiatan seperti ini tidak ada salahnya. Lagi pula, kami sepakat kegiatan bermalam tahun baru ala keluarga isteri saya ini tidak mengharuskan menunggu detik-detik datangnya tanggal satu, pukul dua belas malam. Sebagian hidangan sudah disiapkan menjelang magrib. Hanya beberapa saja yang sengaja diolah bakda magrib. Kegiatan ‘ngumpul keluarga’ ini juga tidak perlu semalaman.

Menjelang pukul sepuluh malam, kami sudah bubar. Artinya tidak harus menunggu datangnya pergantian hari dan tanggal. Saya dan beberapa adik isteri saya, kembali ke rumah masing-masing yang jaraknya tidak lagi berdekatana. Acara tahunan ini memang dihelat di Rumah Tua, rumah mertua, Eyang Amirudin Maliki- Zuhrijah. Hanya si bungsu saja yang masih serumah dengan kedua orang tua kami. Dari enam bersaudara, isteri saya semuanya sudah tinggal di rumah masing-masing. Pada acara-acara tertentu inilah seluruh keluarga berkumpul. Hanya adik bontot saja yang serumah dengan Eyang.

Menyambut tahun baru memang tidak tabu. Tidak dilarang dan tidak pula disuruh. Saya tidak tahu, apakah di luar sana ada juga acara khusus, menyambut tahun baru, khususnya untuk tahun ini. Dengan masih maraknya covid-19 yang menyebabkan Pemerintah tidak mengizinkan mengadakan pesta akhir tahun alias pesta menyambut tahun, maka acara-acara tahun baru seperti biasa tentu akan berkurang atau tidak ada tahun ini. Di Karimun sendiri, tempat-tempat wisata seperti pantai ditutup Pemda untuk memutus penyebaran virus corona. Baguslah begitu.

Sesungguhnya, pergantian tahun haruslah diartikan sebagai peringatan kepada kita bahwa usia kita bertambah dari sisi penggunaan dan akan berkurang dari sisi sisa yang masih diizinkan Tuhan. Untuk itu, menyambut tahun baru janganlah keliru. Menyambut tahun baru haruslah diisi dengan kegiatan-kegiatan positif agar kita tidak menyesal setelah itu berlalu.

Jika menyambut tahun baru dimanfaatkan untuk memuhasabah (instropeksi diri) atas apa-apa yang sudah dilaksanakan di tahun sebelumnya untuk menjadi perencanaan di tahun depan, itulah cara terbaiknya. Atas kekurangan dan kesalahan kita sebelumnya, kita perbaiki di tahun depannya, tentu saja ini bagus. Jika kita ingin tetap berkumpul dan merayakannya, rayakanlah dengan kegiatan bermanfaat seperti mengaji, berzikir, majelis ilmu, misalnya. Semua ini sangatlah bagus. Tapi jika melakukan perbuatan yang tidak disukai orang lain bahkan dilarang Tuhan, itulah tindakan yang keliru. Mari kita hindari. Silakan peringati tahun baru, tapi jangan sampai keliru.***

Tinggalkan Balasan