RAMADHAN sudah berlalu, Rabu (12/05/2021) lalu. Kamisnya sudah Syawal dan kita Idul Fitri. Satu bulan penuh kita digembleng ‘bulan suci’ itu. Motivasi dan semangat beribadah sangat meningkat selama Ramadhan. Dapatkah tindak-tanduk dan karakter Ramadhan itu kita laksanakan juga setelah Ramadhan? Kita yang tahu. Kata peribahasa, “Tepuk dada tanya selera.”
Pada dasarnya kebiasaan di bulan Ramadhan yang lebih berkonotasi ibadah mahdhoh, berlaku juga untuk semua tindakan dan perbuatan yang tidak berkaitan dengan ibadah khususnya ibadah puasa. Karakter selama Ramadhan pada hakikatnya juga berlaku untuk semua tindakan dan perbuatan lainnya selain puasa, tarwih, tadarus atau ibadah bulan puasa lainnya. Motivasi dan semangatnya harusnya sama.
Pada saat kita melakukan satu kegiatan atau usaha tertentu, yang terkadang sukses dan bisa juga gagal, motivasi Ramadhan akan menjadi pengokoh semangat. Ramadhan mengajarkan kegigihan dan kekuatan keyakinan untuk terus berusaha.
Mengutip pernyataan seorang tokoh hebat bernama Winston S. Churchill yang menyatakan,”Sukses bukanlah akhir; kegagalan tidak fatal; yang terpenting adalah keberanian untuk melanjutkan.” (https://www.bola.com/ragam…) maka kesimpulan kita adalah tidak harus ada rasa khawatir dan sikap berlebihan terhadap satu hal. Sukses, gagal atau apa saja istilah lainnya bukanlah satu masalah. Syarat utamanya hanyalah kemauan mencoba atau melanjutkannya.
Satu kegagalan sesungguhnya tidak harus menimbulkan rasa khawatir apalagi takut. Kegagalan pekerjaan atau usaha tidak jauh berbeda dengan keberhasilan yang kedua-duanya membutuhkan tindakan lanjutan. Keberanian untuk melakukan atau meneruskan tindakan sebelumnya yang dianggap gagal. Maka dikatakan oleh tokoh dunia, itu bahwa kegagalan bukanlah satu hal yang fatal. Di sisi lain, satu keberhasilan atau kesuksesan bukanlah akhir dari satu perjuangan karena tetap saja memerlukan tindakan lanjutan. Kedua-duanya tetap harus dilanjutkan.
Dengan sikap begitu artinya tidak boleh ada kata ‘berhenti pada titik tertentu’ ketika berusaha meraih sesuatu, apakah sudah dianggap berhasil atau gagal. Apakah satu usaha dianggap sudah berhasil atau dalam posisi gagal, tetap tidak boleh ada kata berhenti. Berhenti hanya ada ketika Yang Maha Pemberhenti menetapkan untuk berhenti. Selama Tuhan belum memberhentikan hamba-Nya untuk berbuat sesuatu, maka teruslah lakukan.
Sebuah kegagalan sesungguhnya hanyalah sandungan. Sandungan hanyalah latihan untuk lebih gigih mewujudkan harapan. Artinya, sandungan hanyalah bentuk lain dari kesuskesan yang waktunya ditunda. Karena itu pula muncul istilah (kalimat), “Kegagalan sesungguhnya adalah keberhasilan yang tertunda.”
Untuk itu menembus sandungan adalah kewajiban bagi siapa saja untuk membuktikan bahwa ikhtiar dan usaha benar-benar sampai ke titiknya, hingga terbukti ada hasilnya. Ketika bukti keberhasilan dicapai, di situlah dikatakan ada kesuksesan. Titik keberhasilan atau sukses merupakan target yang direncanakan.
Tentu saja bukan tanpa kendala usaha mencapai target itu. Syukurnya, Ramadhan telah membimbing orang berpuasa untuk tidak putus asa. Tidak mudah mengalah atas berbagai kendala yang ditemukan. Maka pasca Ramadhan teruslah itu dibuktikan. Bisakah kita membuktikannya? Sejatinya harus bisa. ***