Kombes the Best, Mengenang 70 Tahun Pak TeDe

SEPULUH tahunan lalu. Itu, awal saya ikut menulis di blog keroyokan kompasiana.com yang dikelola dan dikembangkan Kompas Cyber Media. Dari sekian puluh bahkan sekian ratus member (baca: kompasianer), saya mengenal satu nama, Thamrin Dahlan. Foto akunnya yang saya hafal waktu itu adalah foto seorang lelaki tengah tersenyum dengan jacket hitam berlatar belakang beberapa orang lainnya sama-sama duduk di ruang yang sama.

Awalnya nama itu tidak ada yang istimewa bagi saya. Sama seperti nama-nama teman lainnya sesama penulis di blog kompasiana. Saling mengenal nama karena saling membaca tulisan dan memberikan komentar di setiap tulisan. Hanya sampai di situ. Jika ada yang memberi kesan, itulah karena tulisan orang yang bernama Thamrin Dahlan yang selalu saya baca waktu itu membuat saya membacanya terasa nyaman. Goresan tangannya enak dibaca. Renyah. Saya menduga dia seorang wartawan. Itu saja. Ternyata bukan. Dia, rupanya seorang purnawirawan polisi dengan pangkat terakhir Komisaris Besar (Kombes Polisi).

Belakangan nama itu serasa bertambah akrab karena ternyata tulisan dia dan tulisan saya sama-sama terpilih untuk terbit menjadi buku berjudul Jokowi Bukan untuk Presiden, Kata Warga Net tentang DKI-1 yang diterbitkan oleh PT. Elex Media Komputindo (2013). Antologi itu berisi berbagai tulisan dengan tema tentang Gubernur DKI dengan 42 orang kompasianer terpilih. Kami berada diantara 42 orang itu. Itu kebanggaan tersendiri bagi saya. Setidak-tidaknya pertama kali saya merasakan memiliki buku ber-ISBN tanpa harus mengeluarkan biaya sendiri seperti beberapa buku saya sebelumnya.

Lika-liku pertemanan tanpa pertemuan (bersemuka), itu berjalan sebagaimana adanya. Saya dan Pak Thamrin Dahlan tidak pernah berhubungan secara khusus meskipun kami terus bersama di komunitas kompasiana. Sampai suatu waktu, tiga tahun lalu, saat Pak Thamrin Dahlan yang kini semakin populer dengan panggilan Pak TeDe mendirikan sebuah yayasan. Itulah Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) dengan misi menerbitkan buku dengan mudah.

Meskipun tujuan awalnya lebih kepada tujuan untuk menerbitkan buku sendiri secara mandiri, kini YPTD menjadi salah satu penerbit umum yang produktif menerbitkan buku. Dalam usia singkatnya yang baru dua tahunan YPTD sudah akan melangkah ke angka 400-an judul buku yang diterbitkan. Salah satu buku saya, Semangat Literasi untuk Berbagi Inspirasi (2021) juga terbit di Penerbit YPTD ini. Kini, YPTD juga sudah resmi menajdi anggota IKAPI, Ikatan Penerbit Indonesia bersama sekian puluh penerbit lainnya. Dia sudah sejajar dengan penerbit-penerbit mayor yang sudah lama hidupnya. Semua itu berkat tangan dingin Pak TeDe.

Pak TeDe yang bernama lengkap H. Thamrin Dahlan, SKM MSi dengan pangkat Kombes (Purnawirawan Polisi) saya rasakan sudah menjadi bagian dari keberadaan saya sebagai seorang yang suka literasi. Belyau lahir di Tempino, 7 Juli 1952 dan sudah mengabdi sebagai seorang polisi selama 30 tahun (1980-2010) sebelum malang-melintang di dunia literasi. Jabatan terakhirnya di institusi Polri adalah Direktur Pasca Rehabilitasi BNN.

Pak Haji TeDe yang menikah dengan Ibu Enida Busri pada tahun 1983 dikaruniai empat orang anak, tiga putra dan satu orang putri. Dari anak-anaknya itu dia sudah dikaruniai pula tiga orang cucu. Sangat berbahagianya dia dengan putra-putri dan cucu-cucu yang menemani kesibukannya dalam menggeluti literasi. Karya-karya literasinya berupa buku-buku yang sudah terbit dan beredar di tengah-tengah masyarakat sudah begitu banyak. Pak TeDe sudah menerbitkan buku sebanyak 50 judul dengan 21 judul buku sudah dia hasilkan sebelum lahirnya YPTD. Satu jumlah yang tidak akan mudah dicapai oleh orang tanpa komitmen dan kerja keras di ranah literasi. Layak kita berdecak kagum atas capaian produktivitas ini.

Pak TeDe semakin berkibar namanya setelah mendirikan YPTD dan membuktikan dirinya adalah penggiat literasi nasional yang tidak saja memajukan diri dan keluarga sebagai penggiat literasi, tapi juga sudah menjadi inspirasi bagi siapa saja yang menyukai literasi. Pak TeDe dengan pangkat tiga melati, itu memang pantas diberi predikat The Best untuk aktivitas dan prestasinya di ranah literasi selain pengabdiannya selama hampir sepertiga abad di kepolisian RI. Dengan sudah menulis 50 judul buku dalam usia sepuh seperti itu, sangatlah layak Pak TeDe mendapat tempat terbaik di hati kita sebagai penyuka dan praktisi literasi.

Catatan singkat ini sepenuhnya saya dedikasikan untuk Pak TeDe, sahabat akrab yang justeru sampai tulisan ini dibuat kami belum pernah bersemuka. Tentu saya sangat berharap, dengan usia yang sudah sama-sama tidak muda, ini suatu saat nanti Allah akan pertemukan kami secara langsung. Keakraban yang terjalin melalui media sosial dan pertemuan langsung dalam video call atau zoom tentu saja belum memuaskan hati jika pertemuan yang sesungguhnya belum terjadi. Bahwa kami merasa sudah sering berbicara langsung, tapi itu baru sebatas melalui tulisan dan video melalui zoom ketika mengikuti seminar-seminar yang dilaksanakan oleh YPTD, itu benar adanya. Sekali lagi, hasrat ingin bertemu langsung tetaplah ada di hati.

Hal penting lainnya yang harus saya gaungkan di sini adalah bahwa motivasi dan inspirasi yang diberikan oleh Pak TeDe akan terus pula memupuk dan memperkuat motivasi dan inspirasi literasi yang sesungguhnya sudah kita miliki pada diri kita masing-masing. Motivasi, komitmen dan kerja keras yang ditunjukkan oleh Pak TeDe semoga menjadikan motivasi, komitmen dan kerja keras kita juga ikut bertmbah dan eksis. Pak TeDe memang seorang Kombes yang The Best. Selamat memasuki usia ke-70 tahun, Pak TeDe. Teruslah menjadi inspirasi dan motivasi bagi kami, bagi kita semua.***

Tanjungbalai Karimun, 20 Juni 2022
M. Rasyid Nur, penyuka, praktisi dan penggiat literasi

Tinggalkan Balasan

4 komentar