Gelama tenggiri diatas batu,
Walau cecaru dimasak juga,
Kata dan hati tak mudah bersatu,
Walau diseru seribu jiwa.
Beras selaut hatikan senang,
Asyik makan bingkas teropong,
Sudah terpaut terus dipinang,
Cepat bertindak elak terlopong.
Kalau tuan tak makan roti,
Makan acar didalam talam,
Kalau tuan tidak mengerti,
Maka belajar dengan yang faham.
Sungguh indah kebaya nyonya,
Terbuat dari sutra kepompong,
Dalam hati bertanya tanya,
Apalah itu arti terlopong.
Berdayung biduk cahaya berbalam,
Berteman pangeran asyik si dara,
Asrul dipujuk hingga ke malam,
Apa gerangan jiwamu lara.
Kukuhnya jeti berawan larat,
Tambah bercat corak cendana,
Tidak mengerti baris tersirat,
Cukup tersurat difaham makna.
Kalau dipucuk pohon cemara,
Daun jati gugur nan layu,
Walau dibujuk dewi asmara,
Mengapa hati masih membeku.
Saya sejuk diwaktu malam,
Malam biruh bintang nan teduh,
Saya dipujuk karena demam,
Demam rindu cik adek yang jauh.
Kalau berteleku asyik merindu,
Langsung menangis sedar diri,
Hati membeku minumlah madu,
Senyuman manis terapi diri.
Burung nuri di pohon cemara,
Hinggap di ranting juga kayu,
Tak mempan dibujuk dewi asmara,
Siapa gerangan yang bisa merayu.
Pucuk kemaman di perdu pauh,
Merimbun kemumu lebat di tepi,
Jika demam rindu yang jauh,
Elok bertemu di dalam mimpi.
Bunga pekan dibalut kasa,
Lapisnya jarang bereja-reja,
Saya ini bukan guru bahasa,
Pantun dikarang biasa saja.
Apa guna orang bertenun,
Untuk membuat pakaian adat,
Apa guna orang berpantun,
Untuk memberi petuah amanat.
Siapa dia gadis melayu,
Itu dia bersongket tepi,
Siapa dia yang bisa merayu,
Hanya dia tautan hati.