Belajar dari Indomie

Ekonomi0 Dilihat

Hari itu saya pergi ke konsulat Indonesia di Dubai untuk mengambil sebuah surat. Sepulang dari sana, karena perut rada laper, saya putuskan untuk mampir sebentar di pom bensin Emarat, biasa buat beli Cemioan. Setelah masuk di ”kios’ saya melihat seorang staf asal Filipina, em, wajahnya manis juga, saya membeli kue ukuran kecil, harganya 3 dirham aja, selain itu saya juga membeli minuman bersoda. Di Emarat disediakan tempat ngunyah makanan yang kita beli, ya cuma dua meja tanpa kursi. Jadi kita kepaksa makannya sambil berdiri. Sambil menyantap makanan, kita juga bisa nonton Tivi. Kemudian saya menoleh ke arah pojok. Ternyata di sana ada produk yang tidak asing lagi bagi saya. Produk itu dulu sering menemani hari-hari saya ketika masih kost di Bandung.

Anda tahu Bandung kan? Kalo udah masuk musim hujan, di mana petir sering kali menghiasi langit, ditambah dinginnya itu yang bikin males banget ke mana-mana, untunglah di tengah suasana yang begitu ”mencekam”, aduh!lebai banget ya? hihihi, ada Indomie plus cengek yang setia menemani.

Kembali ke Dubai, ternyata produk yang sering saya temui di Tanah Air itu ada juga di sini, malah dijual di sebuah pom bensin. Bagaimana ceritanya ya sehingga Emarat memutuskan Indomie menghiasi pojok ”kiosnya’?’ Kalo Anda sudah lama menjadi TKI di TimTeng, Anda pasti tahulah kalo Indomie memang menjadi ”raja” mie di kawasan ini.

Di Dubai semua warung, minimarket sampai supermarket besar semua menjual Indomie. Saking terkenalnya Indomie di kota ini, kalo ada yang bilang mie instan maka mereka tahunya Indomie. Majikan saya aja, terutama istri majikan dan anak perempuannya suka Indomie.

Ceritanya, dulu, ada asisten rumah tangga asal Indonesia yang kerja di majikan. Namanya orang Indonesia, kalo mau makan mie pasti Indomie. Suatu ketika majikan perempuan tertarik dan mencoba. Ternyata, karena rasa Indomie emang ”khas”, majikan langsung suka. Akhirnya sampai sekarang, kalo saya maen ke gudang ada berkotak-kotak Indomie di sana.

Indomie sepertinya mirip Coca-cola, walaupun udah kesohor tetep aja ngiklanin produknya, makanya jangan heran kalo Anda nonton tivi di Arab, pas lagi iklan, produk Indomie suka nongol. Sepertinya Indomie tidak rela kalo pasarnya direbut oleh produk sejenis dari negara lain.

Saya melihat memang ada juga produk mie Instan dari Malaysia, Singapura, dan negara lain yang masuk pasar Dubai. Namun tetep saja kehadiran mereka hanya jadi ”penggembira”. Sampai sekarang Indomie masih menjadi pilihan utama warga Dubai. Sebenarnya selain Indomie sudah banyak produk Indonesia yang masuk ke kota ”jadi-jadian” ini.

Seingat saya, sepatu, kaos, kertas, bahkan rambutan asal Indonesia sudah nongol di Dubai. Sayangnya keberadaan produk-produk tersebut belum seterkenal Indomie. Semoga saja ke depannya semakin banyak produk Indonesia yang menjadi nomor satu di ”kelasnya”.

Bahkan saya pernah berkunjung ke sebuah mal paling besar di jagat, Dubai Mal namanya, saya maen ke toko olahraganya. Di sana dijual banyak produk kaos dan sepatu. Ada kaos bola yang harganya sampe ratusan Dirham. Setelah saya periksa, eh, ternyata made-in Indonesia. Begitu juga dengan sepatu merek terkenalnya, setelah saya cek, ternyata buatan Indonesia juga.

Di toko olahraga yang lain, saya juga melihat sebuah kaos yang bagus dan dipajang di depan toko. Saya iseng cek, ternyata masih buatan Indonesia. Dekat Bur Juman Mal, ada sebuah ”pojok” yang menjual sepatu-sepatu merek terkenal, dan tahukah Anda sepatu merek terkenal itu dibuat di Indonesia?

Akhirnya, Indomie sudah membuktikan kalo sebenarnya Indonesia itu bisa menjadi ”raja” di kelasnya, masalahnya, mau enggak kita belajar dari Indomie?

 

Anak Arab Habis Sholat Berjamaah

 

Tinggalkan Balasan