Baiti Jannati (7)

Aku tahu ini salah dan tidak boleh terjadi. Adalah terlarang seseorang sudah beristri atau bersuami melirik wanita atau pria lain. Namun aku tak kuasa menolak rasa aneh ini, rasa yang tiba-tiba ada, hadir tanpa aku minta. Semakin hari semakin membuat aku terjerat, semakin membuat aku gila…membuat aku kangen bila sehari tak ketemu dia, tak melihatnya atau mendengar suaranya. Aku sadar aku mulai jatuh cinta …Jatuh cinta padanya??

Wow… benarkah aku jatuh cinta? Jatuh cinta pada suami orang? Benarkah ini? Mengapa ini bisa terjadi? Tak masuk akal. Aku seorang istri yang tak pernah macam-macam, taat beribadah, ibu yang penuh perhatian pada anak dan keluarga, punya suami yang baik dan seorang ustad yang cukup dikenal di masyarakat sekitar, jatuh cinta pada teman sejawatnya? Duuh Gusti Allah…setan mana yang telah menggoda sedemikian hebat hingga menjadikanku mudah terlena dan dengan sengaja aku  membiarkan benih-benih rasa tumbuh menyeruak diantara taman teduh yang telah bertahun-tahun mengayomi hidupku?  Ataukah ini hanya rasa sesaat yang kurasakan  karena witing tresno jalaran kulino?

Duuh Gusti ampuni aku..aku tak kuasa menghapus rasa ini..Sampai kapan aku terjerat rasa yang melenakan sekaligus mengiris sisi hatiku yang lain. Jujur saat aku merasa nyaman ada di dekat Pak Sis, sisi hatiku yang lain bicara dan mengguncang menolak kenyataan bahwa apa yang kulakukan ini sudah tak benar dan harus kuakhiri. Meski tak pernah terbayang untuk selingkuh dengan Pak Sis, hanya sebatas suka, namun rasa ini mulai mengubah perilaku sikapku sehari-hari. Aku jadi suka berlama-lama lembur di sekolah, mulai berandai-andai, mulai menjaga jarak dengan Mas Aro juga dengan anak-anak. Mas Aro curiga melihat gelagatku yang mulai berubah.

*****

” Mas besok aku ada rapat bendahara PBOS sekota Semarang dengan Kabag Keuangan Dinas Pendidikan di Salatiga”, kataku sembari menyodorkan surat tugas untukku pada Mas Aro. “Mungkin pulangnya malam”.

“Hmm..jam berapa pulangnya. Perlu dijemput nggak”, jawab Mas Aro.

“Nggak usah, Mas. Aku bareng teman.”

“Selesai langsung pulang, gak usah mampir-mampir.’

“Iya..” jawabku sambil mencium tangan Mas Aro. Suatu kebiasaan yang aku lakukan sejak aku menjadi istri Mas Aro setiap pergi selalu pamit dan mencium tangannya, lalu Mas Aro akan mencium keningku.

Rasa bahagia dan ayem manakala berangkat kerja mendapat izin suami tercinta dan memberi dukungan apapun tugas yang harus kujalankan akan terasa ringan dan selalu dimudahkan. Baiti Jannati. Rumahku adalah surgaku. Rumah tempat aku beribadah. Semua yang kujalankan dalam kehidupan berumah tangga bersama suami tercinta, bersama anak-anak dan keluarga adalah nomor satu buatku. Aku bekerja dengan seizin suami dan kuniati mencari rezeki untuk ibadah dan menebar ilmu pada siswaku untuk menanam jariyah yang kelak akan menyertaiku sebagai amal yang tak terputus di akhirat kelak.

Menjadi guru, menularkan ilmu, membimbing anak-anak sudah menjadi niatanku sejak aku lulus kuliah dan kuputuskan untuk mengabdi di dunia pendidikan. Karena aku mencintai profesi ini dan sudah menjadi panggilan hati, menjadi guru bukan karena pilihan terakhir tapi cita-cita yang mungkin jarang bagi kebanyakan orang di zaman sekarang. Profesi guru adalah mulia dan jam kerjanya tidak seharian yang  harus pulang malam. Pulang kerja masih ada waktu untuk mengurus rumah tangga, mengurus suami dan anak-anak. Cara berfikir sederhana dan amanah ini sudah 30 tahun kujalani dengan cinta dan keikhlasan. Tentu sudah banyak siswaku yang kini menjadi orang sukses yang tentu saja ini memberi bahagia dan kepuasan bagi aku sebagai gurunya.

bersambung….

Tinggalkan Balasan