Memaknai Keikhlasan Nabi Ibrahim

KMAB, Literasi, Terbaru27 Dilihat

Bulan Dzulhijah identik dengan bulan haji dimana umat Islam di seluruh dunia menjalankan rukun Islam yang kelima yaitu menjalankah ibadah haji di tanah suci. Ibadah haji merupakan momen yang dijalankan bagi muslim dan muslimat yang mampu baik  dari segi materi maupun fisiknya.  Mampu dari segi materi  artinya secara finansial, perjalanan haji ke tanah suci memelurkan biaya  yang cukup besar, mendaftar sejumlah uang untuk bisa mendapatkan porsi haji dan wajib melunasinya saat akan berangkat, menyiapkan  segala keperluan haji selama sekian hari, menyiapkan kebutuhan harian bagi keluarga yang ditinggalkan (bila masih memiliki kewajiban membiayai keluarga), dan sejumlah persiapan lain yang tentu saja membutuhkan biaya.

Dari segi fisik lahiriyah, ibadah ini sangat membutuhkan fisik yang sehat dan kuat selama menjalankan rukun haji. selain jarak yang jauh, perjalanan yang memakan waktu lama, di tempat yang iklim dan cuaca yang berbeda dengan negara Indonesia, tentu sangat dibutuhkan penyesuain oleh tubuh. Maka, ibadah haji dibatasi umurnya maksmimal 65 tahun agar orang yang menjalankan ibadah ini benar-benar bagi mereka yang masih relatif kuat tidak bagi yang lemah. berbaur dengan muslim seluruh dunia yang berjuta-juta  jumlahnya dalam waktu yang sama dan berkegiatan yang sama pula. tentu tidaklah mudah.

Belajar dari sinilah kita bisa memaknai keikhlasan Nabi Ibrahim kala itu saat menerima wahyu untuk menyembelih putra yang sangat dicintainya setelah sekian lama beliau mendambakannya. Keikhlasan Nabi Ibrahim saat berdoa, saat bermunajad memohon agar diberi sorang putra yang dapat mewarisi dan meneruskan dahwah beliau. Setelah Allah SWT mengabulkan doanya, Ismail sang putra tumbuh besar, Allah mengujinya lagi dengan perintah untuk menyembelihnya.

Kesekian kalinya keikhlasan dan keimanan Nabi Ibrahim diuji oleh Allah, seberapa besar kecintaan Ibrahim terhadap Ismail sang putra dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah? Apakah harta yang Ibrahim miliki (Ismail) sanggup ‘menyaingi’ dan mengalahkan kecintaannya pada Allah? Ternyata, apapun tidak bisa mengalahkan keimanan dan kecintaan Ibrahim pada Allah. Maka, ketika Ibrahim menyembelih putranya sebagai perintah Allah dan ibrahim melaksanakan dengan ikhlas, Allah menggantinya dengan menggantikan seekor kambing pada diri Ismail. Sungguh ini adalah makna dari keikhlasan Ibrahim dalam menjalankan perintah Allah dan Allah menjanjukan  surga yang telah Allah bagi mereka yang beriman, beramal sholeh, menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.

 

Tinggalkan Balasan